WALHI DKI Jakarta mendesak pemerintah untuk menghentikan proyek pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) yang masih menggunakan mesin insinerator.
Desakan tersebut tidak terlepas dari putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memenangkan gugatan warga Jakarta soal polusi udara. Berikut, soal komitmen Pemprov DKI Jakarta dalam pengendalian polusi udara.
“Sudah seharusnya proyek FPSA yang menggunakan incinerator dihentikan, karena akan berkontribusi dalam pemcemaran udara Jakarta,” ujar Anggota Walhi Jakarta Muhammad Aminullah dalam keterangannya, Senin (24/10).
Baca juga: TransJakarta Teken Kerja Sama Integrasi Antarmoda dengan Kereta Cepat
Insinerator sendiri merupakan salah satu teknologi thermal yang akan digunakan Pemprov DKI untuk mereduksi jumlah sampah di Ibu Kota. Hingga saat ini, pemerintah menggunakan insinerator di Pembangkit LIstrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantargebang.
Selain itu, pemerintah juga berupaya membangun FPSA dengan insinerator di empat wilayah Jakarta.Menurut Walhi, fasilitas tersebut berdampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup.
"Sampah yang dibakar akan menghasilkan beberapa senyawa yang sangat beracun, khususnya dioksin dan furan. Dioksin merupakan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati, gangguan reproduksi, cacat lahir, hingga kanker," pungkas Aminulah.
Berdasarkan laporan Evaluation of the Climate Change Impact of Incineration in the United Kingdom, setiap ton sampah yang diproses melalui insinerator menghasilkan sekitar 1,43 ton CO2.
Dengan menggunakan estimasi tersebut, FPSA yang berkapasitas sekitar 2.000 ton sampah akan melepas 2.860 ton CO2 ke langit Jakarta setiap hari. Jumlah CO2 tersebut setara 5.600 sepeda motor yang berjalan bersamaan sejauh 5 km.
Baca juga: Saringan Ciliwung Cegat Sampah 20 Ton ke Pintu Manggarai-Karet
Insinerator juga dapat melepas merkuri lebih banyak ketimbang PLTU batubara. New York Department of Conservation mencatat satu unit incinerator melepas merkuri 14 kali lebih banyak, ketimbang 1 unit PLTU batubara.
Lebih lanjut, Aminullah menekankan bahwa penggunaan insinerator di Jakarta merupakan proyek yang dipaksakan. Sebab dalam proses pembangunannya, teknologi tersebut kerap mendapat penolakan dari masyarakat, bahkan ditinggal investor.
“Rencana FPSA Rorotan ditolak warga, FPSA mikro Tebet juga ditolak warga, ITF Sunter ditinggal Investor. Proyek ini lebih banyak merugikan masyarakat dan lingkungan, tapi masih saja dipaksakan pemerintah,” tandasnya.(OL-11)