Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

UIN Watch Desak Polisi Tindak Lanjuti Kasus Pembangunan Asrama

Rahmatul Fajri
26/2/2021 19:23
UIN Watch Desak Polisi Tindak Lanjuti Kasus Pembangunan Asrama
Demonstrasi mahasiswa UIN(Antara)

KOORDINATOR UIN Watch Sultan Rivandi hari ini memenuhi panggilan polisi terkait kasus dugaan pidana dalam pembangunan asrama di UIN Jakarta. Sultan diperiksa selama dua jam untuk memberikan keterangan tambahan sebagai pelapor.

"Pemanggilan ini menegaskan pelimpahan kasus ke Polres Tangerang Selatan. Juga saya tambahkan dengan beberapa keterangan tambahan, serta saksi-saksi tambahan," kata Sultan, melalui keterangannya, Jumat (26/2).

Sultan meminta polisi segera menindaklanjuti laporan dugaan korupsi dalam pembangunan asrama di UIN Jakarta tersebut. Ia mengatakan penyalahgunaan wewenang dalam kasus tersebut harus segera diungkap.

Selain itu, Sultan juga menyoroti dengan molornya kasus ini akan berujung pencopotan pada pejabat kampus. 

Sebelumnya, Wakil Rektor 3 Masri Mansoer dan wakil rektor 4 Andi Faisal dipecat pleh Rektor Prof Amany Lubis. Menurut UIN Watch, pemecatan ini berkaitan dengan dicantumkannya kedua sebagai saksi atas pelaporan kasus asrama ke Polda Metro Jaya.

"UIN Watch berharap kasus ini segera diproses dengan cepat oleh pihak kepolisian, jangan sampai jatuh korban selanjutnya karena proses penanganan perkara yang begitu lambat dan terkesan disampingkan, kami tegaskan ini masalah yang serius berkenaan dengan lembaga negara yang dikelola secara ugal-ugalan oleh sebagian oknum," kata Sultan.

Sebelumnya, UIN Watch menyatakan ada temuan dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang berawal dari kecurigaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan ada proposal permohonan bantuan dana untuk pembangunan asrama mahasiswa di lingkungan UIN Jakarta. 

Proposal itu menggunakan logo dan kop surat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetapi menggunakan 2 Stempel yang berbeda.

“Dua Stempel yang berbeda itu untuk Gedung Padepokan Aswaja-NU PMII Tangerang Selatan, dan berstempel Panitia Pembangunan Gedung Pondok Pemuda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,” jelasnya.

UIN Watch lalu menelusuri dengan memita klarifikasi terhadap pejabat UIN dan juga ke rektor terkait pembangunan asrama tersebut.

“Hasil klarifikasi bahwa pembangunan tersebut memang bukan untuk Asrama Mahasiswa UIN. Karena tidak ada dalam rencana dan strategi UIN Jakarta,” ujarnya.

Selain itu, UIN Watch juga telah melakukan klarifikasi kepada Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Bidang Kerjasama dan Kelembagaan Andi Faisal Bakti.

“Wakil Rektor tersebut sama sekali tidak mengetahui proposal, proses pembangunan dan penggunaan asrama mahasiswa tersebut,” ucap Sultan.

Tak berhenti di situ, UIN Watch juga mendapat informasi proses pengajuan proposal telah diajukan ke berbagai lembaga lainnya. Kemudian setelah dana dari proposal itu turun atau cair, langsung dipergunakan untuk pembangunan gedung.

Ia mengatakan dalam proposal yang diajukan telah tercantum nomor rekening panitia pembangunan asrama. Seharusnya, kata ia, menggunakan rekening resmi Badan Layanan Umum (BLU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

“Tentang penggunaan rekening lain selain rekening Badan Layanan Umum (BLU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, bahwa semua uang masuk harus masuk ke rekening BLU,” tuturnya.

Menurut dia, penggunaan rekening panitia ini mengindikasikan adanya niat melakukan penyimpangan. Karena berbeda dengan rekening resmi BLU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

UIN Watch menduga ada pelanggaran yang dilakukan oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai penanggung jawab pembangunan. Dan Ketua Panitia Pembangunan Asrama Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2019.

“UIN Wacth berhasil menelusuri, Rektor UIN Jakarta diduga melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dan Pasal 263 (1) KUHP Tentang Pemalsuan Surat. Kemudian pasal 3 UU Tipikor Nomor 31/1999) tentang kegiatan yang menguntungkan diri sendiri dalam suatu korporasi yang dapat merugikan negara,” kata Rivandi.

“Dan Pasal 12 Huruf e, UU Tipikor Nomor 20/2001 tentang Pegawai Negeri atau penyelanggara negara atas perbuatannya telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya,” pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya