Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Situs Aisha Weddings Dihapus, Polisi: Jejak Digital tak Hilang

Rahmatul Fajri
12/2/2021 15:15
Situs Aisha Weddings Dihapus, Polisi: Jejak Digital tak Hilang
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus(MI/Fransisco Carollio)

POLISI memastikan akan menindaklanjuti laporan terkait website Aisha Weddings yang mempromosikan pernikahan sejak usia dini hingga poligami.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan meski website Aisha Weddings sudah dihapus, namun pihaknya akan tetap memproses laporan itu karena jejak digital tak akan pernah hilang.

"Jejak digital tidak akan pernah hilang sampai kapan pun. Mau dihapus, mau ditenggelamkan juga bisa kita dapat," kata Yusri, kepada wartawan, Jumat (12/2).

Yusri mengatakan laporan tersebut sudah diterima Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Ia mengatakan selanjutnya penyelidik akan mencari tahu identitas pemilik website tersebut.

Selain itu, juga meminta klarifikasi kepada para pelapor dan para saksi-saksi. Namun, Yusri tak merinci kapan pemeriksaan itu berlangsung.

"Kita klarifikasi pelapornya sementara masih terus memprofiling akun tersebut. Laporannya sudah masuk. Nanti klarifikasi dulu ke pelapornya dengan membawa saksi-saksi yang ada, bukti-bukti yang ada, termasuk saksi yang diajukan ke kita," kata Yusri.

Sebelumnya, advokat dan pegiat Sahabat Milenial Indonesia (Samindo) dari Setara Institute Disna Riantina melaporkan Aisha Wedding ke Polda Metro Jaya. Ia menilai apa yang dilakukan Aisha Weddings dengan mempromosikan menikah sejak usia 12 tahun dan kata-kata wajib menikah berpotensi mengancam generasi muda.

Selain itu, merujuk UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batas umur untuk kawin bagi pria adalah 19 tahun dan wanita adalah 16 tahun.

"Yang diarahkan itu harus menikah, itu artinya wajib, beda kalau misalnya boleh menikah, makna harus menikah itu menjadi ancaman tersendiri bagi generasi muda selanjutnya," kata Disna melalui keterangannya.

Baca juga : Polri Terima Laporan Terkait Cuitan Novel Baswedan

Pihaknya pun menyatakan pernikahan dini berpotensi menjadi faktor pemicu kekerasan terhadap anak. "Ini sangat berpotensi kekerasan terhadap anak karena opini yang dibangun itu adalah anak perempuan tidak berguna, artinya kekerasan itu sangat mungkin terjadi," ungkapnya.

Disna mengungkapkan penggiat Samindo telah melengkapi barang bukti untuk laporan polisi secara resmi, seperti alamat situs yang sempat terpublikasi, layar tangkap situs aishaweddings.com dan pamflet yang disebar ke rumah warga.

Ada pun pasal yang dipersangkakan dalam laporan tersebut, yakni tindak pidana tentang informasi dan atau transaksi elektronik dan atau tindak pidana tentang perlindungan anak dan atau tindak pidana tentang perkawinan Pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melaporkan situs aishaweddings.com ke Mabes Polri.

"Masalah wedding organizer yang sekarang telah dilaporkan KPAI ke Bareskrim Polri," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Kepolisian Republik Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Rusdi Hartono.

Penyidik sedang mendalami untuk menyelidiki pelanggaran hukum atas situs penyelenggara pernikahan itu. "Tentunya Bareskrim Polri akan mendalami permasalahan ini, untuk bagaimana masalah-masalah yang muncul di masyarakat ini bisa diselesaikan secara tuntas," tuturnya. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya