Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
MABES Polri membantah tudingan membuat grup WhatsApp ajakan demonstrasi pelajar. Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber (dirtipidsiber) Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul menegaskan isu itu hoaks.
"Tidak ada Polri yang mengkreasi atau menjadi kreator grup-grup STM atau SMK," kata Rickynaldo di Mabes Polri, Rabu (2/10).
Direktorat Siber Bareskrim Polri masih mengidentifikasi seluruh nomor yang masuk dalam grup aplikasi pesan instan itu. Rickynaldo memastikan tidak ada nomor ponsel anggota Polri dalam grup tersebut.
"Dari seluruh admin maupun kreator akan dilakukan pemeriksaan mendalam satu per satu. Nomor yang mengirim chat sedang didalami satu-satu," ucapnya.
Rickynaldo menjelaskan beberapa nomor telepon di grup WhatsApp itu tidak terdaftar. Sehingga butuh waktu lama untuk mengetahui lokasi pemilik nomor ponsel itu.
Baca juga: Anies Minta Pelajar yang Terlibat Unjuk Rasa Tidak Disanksi
Tudingan polisi sebagai pembuat grup pesan instan ajakan demo muncul karena beberapa akun media sosial menelusuri sejumlah nomor ponsel menggunakan aplikasi Truecaller. Aplikasi itu mendeteksi nama pemilik nomor telepon.
Rickynaldo menampik aplikasi itu bisa mendeteksi nama pemilik nomor ponsel. Aplikasi itu hanya menampilkan catatan penyimpanan kontak terhadap nomor itu.
"Itu belum tentu dimiliki orang yang sebenarnya. Misalnya saya menulis si A adalah tukang ojek (di daftar kontak) tapi si A belum tentu tukang ojek," jelas Rickynaldo.
Polisi menangkap tujuh buzzer grup WhatsApp yang mengajak pelajar berdemo.
Satu pelaku, RO, ditetapkan sebagai tersangka. RO ditangkap di Depok, Jawa Barat. Dia menjadi orang yang pertama kali membuat grup ajakan demonstrasi pelajar pada 25 September 2019.
Upaya itu melahirkan grup lainnya untuk memprovokasi pelajar turun dalam demonstrasi menolak sejumlah rancangan undang-undang (RUU). Setidaknya ada 14 grup WhatsApp STM/SMK terkait aksi yang terpantau polisi.
Sementara keenam pelaku lainnya bertugas sebagai pengurus berbagai grup pesan instan itu. Mereka berinisial MPS, WR, DH, KS, MAM, dan GI. Mereka juga menyebarkan informasi bohong dan mengajak anggota membawa senjata tajam hingga batu saat mengikuti aksi.
Sebelumnya, Beredar foto percakapan grup WhatsApp demonstran pelajar di media sosial Twitter. Para pelajar itu meminta bayaran pascademonstrasi. Nomor pelajar tersebut tidak disensor. (Medcom/OL-2)
Unjuk rasa tersebut merupakan reaksi terhadap operasi penangkapan besar-besaran yang dilakukan Lembaga Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) terhadap para migran tidak berdokumen.
Wakil Gubernur California, Eleni Kounalakis, berencana mengajukan gugatan hukum atas keputusan Presiden Donald Trump yang mengerahkan Garda Nasional.
Penegak hukum di Los Angeles bersiap menghadapi malam yang penuh ketegangan usai demonstrasi terkait penggerebekan imigrasi.
Wali Kota LA, Karen Bass, mengatakan tidak ada kebutuhan menurunkan pasukan federal dan kehadiran Garda Nasional menciptakan kekacauan yang disengaja.
LAPD menyatakan unjuk rasa di luar Pusat Penahanan Metropolitan sebagai perkumpulan ilegal dan mengizinkan penggunaan peluru tak mematikan.
Penyidik mengatakan Mohammed Sabry Soliman merencanakan pelemparan bom molotov ke demonstran pawai untuk sandera Israel, selama satu tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved