Pemilik Tanah di Pancoran Mas Depok Berharap Keadilan

Mediaindonesia.com
13/9/2019 18:20
Pemilik Tanah di Pancoran Mas Depok Berharap Keadilan
Sidang lapangan kasus sengketa tanah di Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Jumat (13/9).(Ist)

MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Depok diminta memutuskan perkara dengan adil. Putusan perkara dengan adil pasti menggunakan hati nurani.

Demikian dikatakan para penggugat dalam kasus sengketa tanah yang terletak di Desa Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat, dalam sidang lapangan atau lokasi pada Jumat (13/9).

Sidang kasus itu dipimpin hakim Ramon Wahyudi. Adapun para penggugat dalam perkara ini ialah 46 ahli waris Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Luar Negeri (sekarang Kemenlu), di antaranya Betsy Sujanto dan Tony Hartono, dkk.

Para penggugat menggugat Muchdan Bakrie yang merupakan ahli waris almarhum HMT Bakrie (tergugat I), Koperasi Pegawai dan Pensiunan Bulog Seluruh Indonesia (Kopelindo-tergugat II), Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Cq. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat Cq. Kantor Pertanahan Kota Depok (turut tergugat I), Gubernur Jawa Barat (turut tergugat II), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Cq. Pejabat Pembuat Komitmen (P2K) Pengadaan Tanah Jalan Tol Depok–Antasari (turut Tergugat III).

Hahalongan Simbolon, salah satu penggugat, mengatakan, ia dan semua penggugat sangat berharap kepada hati nurani hakim.

"Argumentasi hukum kami sudah jelas sebagaimana disampaikan kuasa hukum kami. Semoga majelis hakim benar-benar membaca dan memperhatikan argumentasi kami," kata pensiunan diplomat RI ini.

"Tanah ini jiwa suami saya. Kami memiliki tanah ini sebagai bukti kami telah berbakti kepada bangsa dan negara Indonesia," kata Ny FX Mulwanto, 78, di sela-sela mengikuti sidang lokasi kasus sengketa tanah tersebut.

Menurutnya, sang suami, FX Mulwanto, pada masa kerjanya pernah berdinas sebagai diplomat RI yang bertugas di banyak negara atau sering berpindah-pindah. Pada 2018 lalu, FX Mulwanto meninggal dunia di usia 85 tahun.

"Kami memiliki tanah tersebut atas pemberian negara, dan kami telah mempunyai atas hak atas tanah dengan sertifikat hak milik," kata nenek tiga cucu ini.

Nyonya Mulwanto pun berharap majelis hakim menerima gugatan mereka.

"Kami berharap hakim memutusnya dengan memakai hati nurani. Hakim harus adil," kata ibu dua anak ini.

 

Baca juga: Diprotes, Usaha Alumunium & Pembakaran Arang Diminta Alih Profesi


Harapan senada juga dikatakan Abdul Latif Fakih, 85. Kakek tiga cucu yang juga mantan diplomat RI ini mengaku heran tanahnya seluas 400 meter persegi tiba-tiba diklaim orang lain.

"Saya mohon hati nurani hakim," kata Abdul.

Sidang lapangan pagi hingga siang itu selain dihadiri para kuasa hukum pihak masing-masing (tergugat dan penggugat), juga puluhan pemilik tanah itu serta ahli waris mereka.

Sebagian dari para penggugat yang hadir berusia sudah sepuh sekali seperti Nyonya Mulwanto dan Abdul Latif Fakih. Untuk berjalan pun, mereka tertatih-tatih dan menggunakan tongkat. Mereka melakukan itu berjuang untuk mempertahankan hak milik mereka.

Tergugat mengklaim tanah tersebut dengan dasar Girik C 1730, Persil 17 D.I seluas ± 12,9500 hektare, yang terletak di Desa Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat.

Pada 1971, ayah tergugat I (almarhum HMT Bakrie) telah menerima tanahnya atas dasar Girik C 1730, Persil 17 D.I seluas ± 12,9500 ha, yang terletak di Desa Rangkapan Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.

Tanah HMT Bakrie terkena guntai/absentee sejak 1965 berdasarkan SK Kinag jabar No. V/B-54-VIII/1965, dan sudah dibagi menjadi No.C.2004 sd 2081.

Para penggugat memiliki tanah tersebut dengan alas hak sertifikat hak milik. Namun, ke-111 sertifikat hak milik yang dimiliki penggugat dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pada sidang sebelumnya, pakar Hukum Pertanahan dari Universitas Pancasila Jakarta, BF Sihombing, mengatakan, sertifikat hak milik tidak bisa dibatalkan PTUN. Sebab keputusan PTUN bersifat administratif, yang tidak bisa membatalkan hak perdataan memiliki tanah.

"Yang bisa membatalkan sertifikat hak atas tanah sebagai hak keperdataan adalah pengadilan negeri. Keputusan hakim-hakim yang disidangkan di PN," tegas Sihombing.

Ia menambahkan, tanah yang sudah terkena sebagai guntai/absentee otomatis giriknya dicoret dan tidak berlaku laku lagi sejak dicoret oleh pejabat terkait. (RO/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya