Berbahaya, Udara Jakarta Terburuk di Dunia

Put/*/J-1
27/7/2019 05:15
Berbahaya, Udara Jakarta Terburuk di Dunia
Sejumlah pejalan kaki memakai masker ketika melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

UDARA Jakarta menempati peringkat terburuk di dunia dan terpampang pada situs pemantau udara www.airvisual.com, Jumat (26/7). Pencemaran tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan.

Langkah awal yang bisa diambil segera untuk mengurangi pencemaran udara Ibu Kota, menurut Direktur Eksekutif Walhi Tubagus Ahmad,  Pemerintah Provinsi DKI memperketat pengawasan terhadap polusi industri.

“Penanganan jangka pendek sebetulnya bisa dengan mengawasi sumber pencemaran tidak bergerak seperti industri dan memperbanyak alat pemantauan pencemaran udara terutama yang bisa mendeteksi particulate matter (PM) 2,5,” papar Tubagus, Jumat (26/7).

Jika industri diawasi secara ketat, lanjutnya, niscaya limbah yang dihasilkan akan diolah sedemikian rupa sehingga tidak mencemari lingkungan tanah, sungai, hingga udara.

Situs pemantau udara www.airvisual.com menempatkan Jakarta pada posisi skor 184 atau yang terburuk di dunia dari segi kualitas udara pada Jumat (26/7) pagi.

Skor diberikan berdasarkan penghitungan jumlah enam polutan utama di udara, yaitu PM 2,5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah.

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, memburuknya kualitas udara Jakarta karena adanya proyek-proyek pembangunan. Kemacetan lalu lintas sebagai dampak langsung proyek pembangunan itu juga menyumbang polusi.

Andono meminta pengelola proyek lebih disiplin untuk mengatasi debu polutan sisa pembangunan yang terbang ke udara, termasuk tercecer di sekitar lokasi proyek.

“Kami dari Dinas Lingkungan Hidup mengimbau pelaku proyek sering-sering menyiram lokasi agar debu tidak bertebaran ke mana-mana. Kan begitu, minimal itu,” cetusnya.

Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel Ahmad Safrudin menyebutkan penyebab terbesar polusi udara Jakarta terdapat pada kendaraan bermotor (47%), industri (25%), debu jalan (8%), pembakaran sampah (5%), konstruksi 4%, dan domestik (3%).

Solusinya, menurut Ahmad, kendaraan bermotor harus mengganti bahan bakar menjadi bahan bakar gas, razia emisi, hapus BBM tidak ramah lingkung­an, adopsi kendaraan berstandar Euro IV (baik mesin diesel maupun bensin). (Put/*/J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya