Headline

Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.

Bukan Sekadar Penjual Asal-asalan

Dede Susianti
06/2/2015 00:00
Bukan Sekadar Penjual Asal-asalan
Berjualan makanan di food truck(MI/Immanuel)

''Terima kasih, hatur nuhun. Selamat datang kembali. Hati-hati di jalan,'' kata Isty, penjaga 'gerai berjalan' oleh-oleh khas Bogor yang mangkal di pinggir Jalan Sudirman, Bogor. Gerai oleh-oleh yang dijaganya berupa mobil Ertiga hasil modifikasi.

Sapaan dan senyum ramah kepada para pelanggan menjadi syarat wajib yang harus dilakukan perempuan berkerudung itu kepada setiap pembeli yang singgah ke gerai mobilnya. Meski hanya berjualan di mobil, standar pelayanan tidak boleh kurang dan asal-asalan. ''Jualan di pinggir jalan, tapi pelayanan harus sekelas toko besar atau outlet,'' tuturnya.

Bagian belakang mobil Ertiga milik Paramitha, bos Isty, itu yang disulap menjadi toko. Pintu bagasi disanggah hingga terangkat ke atas. Bagian samping dimodifikasi sehingga memiliki etalase yang menjajarkan kue lapis talas, keripik dan makanan oleh-oleh khas Bogor lainnya. Gerai keliling itu sudah dibuka sejak 2013.

Isty menuturkan, atasannya menuntut semua karyawan agar bekerja profesional. Meski hanya menjaga gerai, Isty direkrut melalui proses resmi dengan mengajukan surat lamaran kerja. Ada proses wawancara dan pelatihan. Termasuk cara-cara melayani dan berkomunikasi dengan para pembeli. ''Saya melamar. Ada syarat-syaratnya. Setelah itu ada pelatihan selama beberapa minggu.''

Banyak peraturan yang diterapkan pemilik gerai antara lain wajib menggunakan pakaian batik dan sepatu tertutup. Jam buka dan jam tutup gerai pun harus tepat, mulai dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.00. ''Jam kerja seperti PNS, delapan jam. Harus tepat waktu. Misalnya, kalau barang tinggal dua lagi, tapi belum jam 4, tidak boleh tutup dulu,'' ungkapnya.

Gerai ini juga menjaga kualitas makanan oleh-oleh yang dijual. Terutama soal masa berlaku atau batas kedaluwarsa makanan yang dijual. Omzet gerai oleh-oleh ini bisa mencapai Rp6 juta hingga Rp9 juta setiap harinya.

''Kalau sudah tinggal dua hari atau satu hari lagi mendekati expired, tidak kita jual. Tidak kita kembalikan karena kita sistem beli. Paling dibagikan. Itu risiko. Kue cuma tahan sekitar empat hari. Ini demi menjaga konsumen dan nama baik,'' tuturnya.

Ia menambahkan, setiap harinya ia diminta membuat laporan tentang penjualan hari itu secara tertulis. Setiap bulannya, Isty digaji Rp2,5 juta.

Gerai berjalan serupa juga ada di Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesangrahan, Jakarta Selatan. Sule, 28, mendesain khusus mobilnya untuk berdagang makanan ringan. Sebagai ganti papan nama toko, Sule memasang spanduk di sisi mobil yang memuat nama toko dan makanan-makanan ringan yang dijualnya.

Ia tertarik menjual makanan menggunakan mobil karena tidak terlalu memerlukan modal besar untuk menyewa toko. Dengan demikian, ia juga bisa menjual makanan-makanan ringan dnegan harga lebih murah daripada di toko.

''Berjualan menggunakan mobil memang hanya modal bensin saja, tidak harus membeli atau menyewa toko,'' kata pria yang sudah dua bulan berjualan itu.

Di tempat yang sama, Eka, 39, memilih berdagang bakpao aneka rasa dengan mobilnya. Eka memilih konsep ini karena tidak perlu berjualan seharian. ''Saya berjualan sore hari saat jam pulang kantor, pagi hingga siang saya berjualan di toko dekat rumah,'' kata wanita yang tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan itu.

Selain bakpao, Eka juga menjual aneka jenis kue kering di dalam mobilnya. Menurut Eka, berjualan di mobil lebih efektif. ''Kita bisa bebas menentukan lokasi kalau menggunakan mobil,'' tukasnya. (DD/AF/J-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya