Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Duh! Ibu Dipenjara karena Tentang Reunifikasi Anak dan Pelaku Kejahatan Seksual

Haufan Hasyim Salenge
09/9/2024 08:06
Duh! Ibu Dipenjara karena Tentang Reunifikasi Anak dan Pelaku Kejahatan Seksual
Demonstran menentang reunifikasi keluarga antara korban dan orangtua pelaku kejahatan seksual dalam keluarga.(Courtesy of Meg Froelich)

DARI tangga gedung Mahkamah Agung Colorado, Rachel Pickrel-Hawkins berbicara lantang melalui mikrofon, berharap para hakim di seluruh negara bagian akan membuka hati mereka dan mendengarkan pembelaannya.

“Para perempuan di sini--dan banyak perempuan di seluruh negara bagian dan negara kita, di seluruh dunia--telah mengulurkan tangan. Kita punya masalah,” kata Pickrel-Hawkins dalam sebuah aksi demonstrasi, Kamis. “Epidemi pelecehan dan ketidakadilan ini harus dihentikan,” imbuhnya seperti dilansir Washington Post, Sabtu.

Di seluruh negara bagian, anak-anak seperti putra/putrinya berada dalam bahaya karena terapi reunifikasi keluarga yang dipaksakan, katanya.

Baca juga : Ini Tips Mendidik Anak Agar Mencegah Pelecehan Seksual

Proses tersebut, yang dimaksudkan untuk membangun kembali hubungan orang tua-anak yang tegang karena perpisahan atau perceraian, dapat dimandatkan oleh hakim keluarga bahkan ketika anak tersebut menuduh orangtua melakukan pelecehan.

Itulah yang terjadi pada Pickrel-Hawkins, yang pada Kamis bergabung dengan puluhan orang--kebanyakan ibu--yang mendesak pengadilan Colorado untuk mengevaluasi kembali cara mereka menangani putusan hak asuh anak, khususnya terapi reunifikasi keluarga.

Ibu enam anak berusia 48 tahun ini menjadi berita utama minggu lalu. Ia dipenjara hanya karena menentang reunifikasi keluarga, dalam hal ini antara dua putra bungsunya dan ayah mereka, seorang mantan sersan polisi yang didakwa pada 29 Juli atas tuduhan melakukan kekerasan seksual terhadap tiga putri mereka dan kekerasan fisik terhadap seorang putra mereka.

Baca juga : Ajari Anak Mengenali dan Menghargai Tubuh untuk Hindari Pelecehan Seksual

Selama demonstrasi di luar Mahkamah Agung negara bagian, Pickrel-Hawkins mengatakan orangtua seperti dirinya, yang terperosok dalam perebutan hak asuh setelah mengalami kekerasan dalam rumah tangga, telah dibungkam.

Pemenjaraannya, kata dia, adalah bukti bahwa ibu seperti dirinya tidak diberikan hak dan ruang untuk berbicara dan mengungkapkan hal yang berbeda.

"Apa apa dengan negara kita ini, apa yang salah dengan negara kita?" tanya Pickrel-Hawkins kepada massa. "Apa yang salah dengan negara kita?"

Baca juga : Jaksa Wilayah Los Angeles Tidak Ajukan Tuntutan Terhadap Skai Jackson Terkait Dugaan Kekerasan

Sejak 2010, 30 anak telah dibunuh oleh orangtua yang bertindak kasar. Delapan dari kematian tersebut terjadi pada tahun 2023 saja, kata wakil rakyat dari Negara Bagian Colorado Meg Froelich (Partai Demokrat) dalam sebuah surat yang dikirim minggu ini kepada Ketua Mahkamah Agung Colorado Monica Márquez.

Froelich mengatakan dia berharap surat tersebut, yang ditandatangani oleh gabungan anggota parlemen Colorado dan pendukung keselamatan anak, dapat membawa perubahan yang mencakup memastikan hakim pengadilan keluarga dan konselor reunifikasi keluarga dilatih untuk memahami kekerasan dalam rumah tangga dan trauma.

Yang terpenting, kata Froelich, anak-anak harus diberi kesempatan bersuara di ruang sidang dan harus diizinkan berbicara kepada hakim selama sidang hak asuh tanpa kehadiran orangtua.

Adapun sistem saat ini ia nilai lebih memprioritaskan keinginan orangtua yang ingin berhubungan kembali dengan anak mereka ketimbang preferensi anak atau masalah keselamatan. (B-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Haufan Salengke
Berita Lainnya