Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Kekerasan Pemukim Meningkat, Desa Kristen Terakhir di Tepi Barat dalam Ancaman

Ferdian Ananda Majni
15/7/2025 17:44
Kekerasan Pemukim Meningkat, Desa Kristen Terakhir di Tepi Barat dalam Ancaman
Ilustrasi(Xinhua)

KARDINAL Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi yang dihadapi komunitas Kristen di desa kuno Taybeh, Tepi Barat, yang menjadi sasaran kekerasan pemukim Israel

Dalam kunjungannya bersama para pemimpin gereja, dia menyatakan bahwa sangat sulit untuk berbicara tentang harapan di tengah situasi yang memburuk.

“Sudah jelas tidak ada hukum di sini. Satu-satunya hukum adalah kekuasaan,” tegas Kardinal Pizzaballa, yang baru saja kembali dari konklaf kepausan di Vatikan.

Kunjungan tersebut berlangsung di reruntuhan Gereja St. George yang berasal dari abad ke-5, di mana doa-doa untuk perdamaian dipanjatkan. Komunitas Kristen di Taybeh, satu-satunya desa mayoritas Kristen yang tersisa di Tepi Barat, menghadapi tekanan berat, termasuk dari serangan dan intimidasi oleh pemukim bersenjata.

Salah satu warga, Jerry Kisah Salwad, seorang peternak ayam, menggambarkan bagaimana pemukim memblokir akses logistik ke peternakannya dan bahkan mencoba merampas kendaraannya. 

“Saya mencoba berbicara dengan polisi Israel tetapi tidak ada jawaban,” keluhnya seperti dikutip dari The National, Selasa (15/7).

Dalam pernyataan resmi, para pemimpin gereja mengecam serangkaian serangan yang menargetkan warga dan properti umat Kristen. 

Mereka mencatat bahwa pemukim telah menggembalakan ternak di lahan pertanian milik warga, merusak kebun zaitun, serta menyalakan api dan menempelkan ancaman bertuliskan "tidak ada masa depan bagimu di sini."

Simbol penderitaan luas

Pastor Bashar Fawadleh dari Taybeh menyebut desa tersebut sebagai simbol penderitaan luas di seluruh Tepi Barat. 

“Tanah yang digarap dengan cinta sedang dibakar. Kami tidak dapat mengakses pohon zaitun kami sendiri. Warga diteror di malam hari dan dikepung di siang hari,” katanya.

Dalam peristiwa tragis di kota terdekat Turmus Aya, dua warga Palestina tewas akibat serangan pemukim: Sayafollah Musallat, 20, seorang warga negara AS dan Hussein Al Shalabi, 23. Pembunuhan mereka menyoroti eskalasi kekerasan yang terjadi hampir setiap hari namun jarang mendapat liputan luas.

Menurut data PBB, rata-rata dua warga Palestina terluka setiap hari akibat serangan pemukim sepanjang tahun ini. Insiden tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya operasi militer Israel di wilayah pendudukan sejak perang Gaza dimulai pada 2023.

Kendati kasus pembunuhan di Turmus Aya menarik perhatian internasional dan lebih dari 20 misi diplomatik mengunjungi Taybeh, penegakan hukum oleh pihak Israel tetap minim. 

Militer dan polisi Israel menyatakan tengah menyelidiki kasus tersebut, namun berdasarkan pengalaman sebelumnya, keadilan tetap diragukan. Keluarga Musallat pun mengkritik lambannya tanggapan pemerintah AS terhadap kasus warganya.

Pesimistis terhadap otoritas

Kardinal Pizzaballa, meski dihormati di Israel dan mahir berbahasa Ibrani, tampak pesimistis. Ketika ditanya soal harapannya terhadap tindakan otoritas.

“Saya ragu, tetapi saya berharap,” jawabnya.

Pastor Fawadleh menegaskan bahwa keberadaan umat Kristen di Taybeh bukan sekadar sejarah. 

“Kami bukan orang yang lewat, bukan pula migran, bukan orang asing,” ujarnya.

“Tanah ini bukan sekadar tanah air; ini adalah panggilan, misi dan perjanjian yang tidak akan dilanggar," pungkasnya. (Fer/I-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya