Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
TINGKAT vaksinasi bayi di seluruh dunia mulai stabil, setelah menurun drastis akibat pandemi Covid-19. Namun, PBB memperingatkan kesenjangan imunisasi yang berbahaya semakin melebar. Pasalnya marak misinformasi dan pemangkasan drastis bantuan internasional.
Menurut data yang dirilis UNICEF dan WHO pada Selasa (15/7), 85% bayi di seluruh dunia, atau sekitar 109 juta anak, telah menerima tiga dosis vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP). Vaksinasi dosis ketiga ini menjadi tolok ukur utama cakupan imunisasi global.
Angka tersebut naik 1% dibanding tahun sebelumnya—sekitar satu juta anak tambahan berhasil dijangkau. Meski disebut sebagai “kemajuan kecil”, capaian ini menunjukkan tren perbaikan setelah penurunan selama pandemi.
Namun, masih ada 20 juta bayi yang tidak mendapatkan vaksinasi lengkap, termasuk 14,3 juta anak “nol dosis” yang sama sekali belum pernah divaksin. Angka ini memang sedikit lebih baik dibanding 2023, tetapi tetap lebih tinggi 1,4 juta anak dibanding sebelum pandemi pada 2019.
“Berita baiknya, kita berhasil menjangkau lebih banyak anak dengan vaksin yang menyelamatkan nyawa. Tapi jutaan lainnya masih tanpa perlindungan dari penyakit yang seharusnya bisa dicegah. Itu seharusnya menjadi kekhawatiran kita semua,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell.
WHO memperingatkan dunia “masih jauh dari target”, untuk memastikan 90% anak dan remaja menerima vaksin penting pada 2030.
“Pemangkasan besar-besaran bantuan internasional, ditambah maraknya misinformasi soal keamanan vaksin, mengancam menghapus kemajuan puluhan tahun,” ujar Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Laporan tersebut menyoroti akses vaksin yang masih sangat timpang, terutama di negara konflik. Selain itu, pengurangan drastis bantuan internasional—terutama dari Amerika Serikat—memperburuk situasi.
“Kemampuan kami merespons wabah di hampir 50 negara terganggu akibat pemotongan dana,” kata Kepala Imunisasi UNICEF, Ephrem Lemango.
Kepercayaan publik terhadap keamanan vaksin yang telah terbukti selama puluhan tahun kini menurun, memicu kesenjangan kekebalan dan wabah baru.
Situasi ini paling terlihat di Amerika Serikat, di mana maraknya hoaks vaksin—bahkan dari pejabat publik seperti Robert F. Kennedy Jr.—memicu wabah campak terburuk dalam 30 tahun terakhir. Tahun lalu, 60 negara mengalami wabah besar campak, hampir dua kali lipat dari 33 negara pada 2022.
Memang, dua juta anak tambahan divaksinasi campak pada 2024 dibanding tahun sebelumnya, tetapi cakupan global masih jauh di bawah ambang 95% yang diperlukan untuk mencegah penularan.
Ada sedikit kabar positif. Di 57 negara berpenghasilan rendah yang didukung aliansi vaksin Gavi, cakupan imunisasi meningkat.
“Tahun 2024, negara-negara berpenghasilan rendah berhasil melindungi lebih banyak anak daripada sebelumnya,” kata Kepala Eksekutif Gavi, Sania Nishtar.
Namun, terlihat tanda-tanda penurunan cakupan vaksin di negara berpenghasilan menengah atas dan tinggi, yang sebelumnya konsisten di angka 90% atau lebih.
“Penurunan sekecil apa pun dalam cakupan imunisasi bisa berdampak fatal,” tegas Kepala Vaksin WHO, Kate O’Brien. (AFP/Z-2)
Laporan IPC menjadi pernyataan resmi pertama yang memastikan kelaparan di Gaza terjadi.
Rencana Israel akan memisahkan Tepi Barat utara dan tengah dari selatan sehingga membatasi pergerakan serta akses warga Palestina.
Penghargaan tersebut menjadi pengakuan internasional atas peran Retno Marsudi sebagai Utusan Khusus Sekjen PBB pertama untuk isu air
Pemkab Cianjur membebaskan atau memberikan pengurangan sebesar 100% tunggakan pokok serta sanksi administratif berupa bunga dan atau denda.
Pemerintah Kota Bandung, Jawa Barat, memastikan tidak akan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Apalagi berdasarkan data warga Kota Bandung relatif taat dalam melakukan pembayaran PBB.
BADAN PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) kembali menyerukan tindakan mendesak menyusul kematian anak-anak akibat kelaparan di Jalur Gaza.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved