Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Terpukul Mesin, Tertikam Belati, Terpilih Rakyat: Jalan Terjal Lee Jae-myung Menjadi Presiden Korsel

Akmal Fauzi
04/6/2025 22:13
Terpukul Mesin, Tertikam Belati, Terpilih Rakyat: Jalan Terjal Lee Jae-myung Menjadi Presiden Korsel
Lee Jae Myung saat diambil sumpahnya sebagai Presiden Korea Selatan(AFP/Anthony WALLACE)

LEE Jae-myung resmi menjabat Presiden Korea Selatan (Korsel), Rabu (4/6) usai memenangkan pemilihan presiden dan menggantikan Yoon Suk Yeol yang sebelumnya diberhentikan.

Komisi Pemilihan Nasional mencatat bahwa Lee meraup 49,42% suara, mengungguli kandidat konservatif dari Partai Kekuatan Rakyat, Kim Moon Soo, yang meraih 41,15% suara.

Dari total 44 juta warga Korsel yang berhak memilih, 79,4% di antaranya ikut mencoblos, angka partisipasi tertinggi di negara itu dalam 28 tahun terakhir, menurut komisi tersebut.

Kursi kepresidenan di negara itu sempat kosong sejak 4 April lalu, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memberhentikan Yoon setelah dia dimakzulkan oleh parlemen karena memberlakukan darurat militer secara sepihak pada Desember 2024.

Sebagai presiden baru, Lee berjanji akan memperketat undang-undang darurat militer, mendukung usaha kecil, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dia juga berkomitmen memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang untuk menghadapi ancaman Korea Utara (Korut), sekaligus membuka peluang peningkatan hubungan dengan Tiongkok dan Rusia.

Jalan Terjal Lee Jae-myung 

Jalan Lee Jae-myung menuju kursi presiden Korea Selatan dipenuhi berbagai rintangan. Kasus hukum yang terus berjalan, penyelidikan dugaan korupsi, serta tuduhan penyalahgunaan kekuasaan tampaknya akan menggagalkan upaya kedua mantan pemimpin oposisi itu dalam mencalonkan diri sebagai presiden.

Namun, krisis konstitusi yang terjadi malam itu mengubah segalanya. Pada malam itu, upaya mantan Presiden Yoon Suk Yeol yang gagal dalam memberlakukan darurat militer memicu rangkaian peristiwa yang justru membuka jalan bagi Lee.

Tepat enam bulan setelahnya, rakyat Korea Selatan memberikan kemenangan kepada kandidat dari Partai Demokrat liberal yang memulai kariernya sebagai pekerja pabrik remaja dan kini menduduki jabatan tertinggi di negeri itu.

Lee memang telah diprediksi menang menjelang pemilu, dan rintangan terakhirnya menghilang setelah kandidat dari partai penguasa mengakui kekalahan pada dini hari setelah pemungutan suara.

Kisah Lee Jae-myung Jadi Buruh Pabrik

Kisah dari miskin menjadi sukses dan gaya politiknya yang keras menjadikan Lee sosok yang memecah belah opini publik di Korea Selatan.

"Hidup Lee Jae-myung penuh lika-liku, dan ia kerap mengambil tindakan yang kontroversial," kata Dr. Lee Jun-han, profesor ilmu politik dan studi internasional dari Universitas Nasional Incheon kepada BBC.

Setelah lulus dari sekolah dasar, Lee terpaksa bekerja di berbagai pabrik di Seongnam, sebuah kota di dekat Seoul, karena keluarganya tidak mampu membiayai pendidikan menengahnya.

Di sebuah pabrik sarung tangan baseball, lengan kirinya remuk akibat mesin press, dan sejak itu ia mengalami cacat permanen. Lee juga pernah mengatakan bahwa ia kerap dipukuli di tempat kerja, dan merasa malu ketika bertemu dengan seorang gadis tetangga saat sedang membantu ayahnya yang bekerja sebagai pemulung di pasar tradisional.

Putus asa, Lee sempat dua kali mencoba bunuh diri, namun keduanya gagal. Ia kemudian bangkit, dan berhasil masuk Universitas Chung-Ang di Seoul dengan beasiswa penuh, sebelum akhirnya berprofesi sebagai pengacara hak asasi manusia.

"Harapan dan ujian selalu datang bersamaan. Tujuan dari ujian hidup bukan untuk membuat orang menyerah, tetapi untuk menguji seberapa sungguh-sungguh dan putus asanya harapan itu," tulis Lee dalam memoarnya yang diterbitkan pada 2017..

Masa kecilnya yang miskin kerap dicemooh kalangan elite, namun keberhasilannya membangun karier politik dari nol mendapat simpati dari kalangan pekerja dan masyarakat yang merasa terpinggirkan oleh elit politik.

Karier Politik Dimulai dari Seongnam

Ia terpilih sebagai Wali Kota Seongnam pada 2010 dan meluncurkan sejumlah kebijakan kesejahteraan gratis. Pada 2018, ia menjadi Gubernur Provinsi Gyeonggi.

Lee menuai pujian atas responsnya terhadap pandemi Covid-19, di mana ia bersitegang dengan pemerintah pusat karena ngotot memberikan bantuan tunai universal kepada seluruh warga provinsinya.

Pada Oktober 2021, Lee resmi menjadi calon presiden dari Partai Demokrat untuk pertama kalinya, namun kalah tipis, hanya 0,76%. Kurang dari setahun kemudian, Agustus 2022, ia terpilih sebagai ketua partai.

Sejak saat itu, menurut Dr. Lee, Lee mulai meninggalkan gaya politik agresifnya dan memilih strategi lebih hati-hati.

"Setelah menjabat sebagai gubernur, citra reformisnya mulai meredup karena fokusnya beralih ke ambisi presiden," ujarnya. 

"Namun untuk isu-isu tertentu, seperti pelurusan sejarah penjajahan Jepang, kesejahteraan, dan antikorupsi, ia tetap membangun basis pendukung yang loyal dan militan lewat sikap tegasnya."

Sikap kerasnya ini juga menuai kritik, terutama dari anggota dan partai pendukung yang menganggap Lee arogan dan kasar.

Beban Skandal

Karier politik Lee juga diwarnai sejumlah skandal, termasuk insiden mengemudi dalam keadaan mabuk pada 2004, konflik keluarga pada akhir 2010-an, serta tuduhan perselingkuhan yang muncul pada 2018.

Berbeda dengan negara lain di mana publik cenderung memaafkan politikus kontroversial, masyarakat Korea Selatan masih tergolong konservatif dalam menilai figur publik, sehingga skandal seperti ini punya dampak besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, ambisi politik Lee semakin dibebani oleh kontroversi yang serius, terutama kasus-kasus hukum yang masih berjalan dan berpotensi menghancurkan kariernya.

Salah satu kasus besar mencakup tuduhan korupsi, suap, dan pelanggaran kepercayaan terkait proyek pengembangan lahan pada 2023.

Kasus lainnya dan lebih krusial berkaitan dengan tuduhan bahwa Lee menyampaikan pernyataan palsu secara sadar dalam debat pemilu 2022.

Dalam debat yang disiarkan televisi pada Desember 2021, Lee membantah mengenal secara pribadi Kim Moon-ki, tokoh kunci dalam skandal lahan yang bunuh diri beberapa hari sebelumnya.

Jaksa menuduh pernyataan tersebut palsu dan melanggar Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik. Pada November 2024, Lee dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan.

Namun pada Maret, pengadilan banding membebaskannya, meski kemudian Mahkamah Agung membatalkan putusan itu. Hingga saat ini, putusan final masih belum dikeluarkan.

Pernah Ditikam saat Wawancara

Pada Januari 2024, saat menjawab pertanyaan wartawan di lokasi pembangunan bandara di Busan, Lee ditikam di leher oleh seorang pria yang berpura-pura meminta tanda tangan.

Lukanya di pembuluh leher memerlukan operasi besar, namun tidak fatal. Sejak itu, ia berkampanye dengan kaca antipeluru, mengenakan rompi antipeluru, dan dijaga agen dengan koper balistik.

Pelaku penyerangan, yang menulis manifesto delapan halaman dan berniat memastikan Lee tidak menjadi presiden, dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

Insiden itu memunculkan kekhawatiran atas polarisasi politik yang semakin tajam di Korea Selatan, terlihat dari permusuhan antara Lee dan Yoon, serta retorika ekstrem yang merajalela di dunia maya.

Survei yang dilakukan oleh surat kabar *Hankyoreh* pada Desember 2023 menunjukkan lebih dari 50% responden merasa perpecahan politik di Korea Selatan makin memburuk.

Banyak yang menuduh Lee, sebagai ketua Partai Demokrat, turut menyuburkan perpecahan tersebut, dengan kerap menggagalkan kebijakan pemerintahan Yoon dan menjadikannya presiden "bebek lumpuh".

Penolakan terus-menerus dari oposisi memperburuk krisis kepemimpinan Yoon, termasuk berbagai upaya pemakzulan terhadap pejabat pemerintah dan penolakan terhadap anggaran.

Pada akhirnya, tekanan yang terus meningkat membuat mantan presiden itu mengambil langkah ekstrem: mendeklarasikan darurat militer.

Darutat Militer

Deklarasi darurat militer oleh Yoon pada 3 Desember dengan dalih memberantas “kekuatan anti-negara” dan simpatisan Korea Utara, justru menjadi titik balik yang mendorong Lee ke garis depan kandidat presiden.

Beberapa jam setelah deklarasi itu, Lee mengadakan siaran langsung dan menyerukan rakyat untuk berkumpul dan memprotes di depan Gedung Majelis Nasional di pusat Seoul.

Ribuan orang merespons, bentrok dengan polisi, dan menghalangi pasukan militer, sementara para legislator oposisi memanjat pagar untuk memasuki gedung parlemen guna menghentikan perintah Yoon.

Lee juga memanjat pagar, ikut masuk dan membantu meloloskan resolusi pencabutan darurat militer.

Partai Demokrat kemudian memutuskan untuk memakzulkan Presiden Yoon, keputusan yang dikabulkan secara bulat oleh Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada 4 April 2025.

Sejak saat itu, Lee memulai pencalonan resmi sebagai presiden, mengundurkan diri dari jabatan ketua partai pada 9 April. Ia memenangkan pemilihan internal partai pada 27 April dengan dukungan besar.

Kegagalan deklarasi darurat militer Yoon menciptakan badai politik yang membuat negeri ini terguncang, krisis konstitusional yang mengakhiri karier sang presiden dan menghancurkan Partai Kekuatan Rakyat.

Namun dari segelintir tokoh yang berhasil memanfaatkan kekacauan itu, tidak ada yang lebih diuntungkan daripada Lee.

Kini ia telah resmi menjadi Presiden Korea Selatan. Tapi masa depannya di pengadilan masih belum pasti. Sidang hukumnya ditunda hingga pemilu selesai, artinya ia bisa saja dinyatakan bersalah saat masih menjabat. Dan itu berarti, Korea Selatan yang baru saja melewati bulan-bulan penuh gejolak politik, mungkin belum selesai menghadapi badai. (BBC/Theguardian/P-4)
 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya