Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PADA 11 Maret 2025, NASA meluncurkan dua misi krusial, yaitu SPHEREx dan PUNCH, dengan menggunakan roket SpaceX Falcon 9 dari Vandenberg Space Force Base di California.
Misi SPHEREx, singkatan dari Spectro-Photometer for the History of the Universe, Epoch of Reionization and Ices Explorer, bertujuan untuk mengungkap asal usul alam semesta, sejarah galaksi, serta mencari unsur-unsur kehidupan di galaksi kita.
Sementara itu, misi PUNCH (Polarimeter untuk Menyatukan Korona dan Heliosfer) ditujukan untuk mempelajari perubahan atmosfer luar Matahari menjadi angin matahari.
Peluncuran ini menandai pencapaian signifikan dalam penelitian astrofisika.
Nicky Fox, administrator asosiasi di Direktorat Misi Sains NASA, menegaskan peluncuran kedua misi secara bersamaan ini akan meningkatkan peluang untuk melaksanakan penelitian luar angkasa yang mendalam.
Tim pengendali di Laboratorium Propulsi Jet NASA (JPL) berhasil menjalin komunikasi dengan SPHEREx, yang akan memulai misi utamanya selama dua tahun setelah menjalani pemeriksaan selama sebulan.
SPHEREx akan memetakan seluruh langit dalam bentuk 3D setiap enam bulan, sehingga melengkapi pengamatan yang dilakukan oleh teleskop luar angkasa lainnya seperti James Webb dan Hubble.
Misi ini akan memanfaatkan spektroskopi untuk mengukur jarak ke 450 juta galaksi, memberikan pemahaman lebih dalam mengenai inflasi setelah big bang dan evolusi galaksi.
Selain itu, SPHEREx juga akan mencari es air beku dan molekul-molekul lain yang penting untuk kehidupan di galaksi kita.
James Fanson, manajer proyek SPHEREx di JPL, menyatakan misi ini akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang asal usul alam semesta dan kemungkinan adanya kehidupan di luar Bumi.
Misi PUNCH terdiri dari empat satelit kecil yang akan menyelidiki atmosfer luar Matahari serta angin matahari. Mereka akan melakukan pengamatan tiga dimensi untuk memahami bagaimana massa dan energi dari Matahari berubah menjadi angin surya, serta mengeksplorasi fenomena cuaca luar angkasa seperti lontaran massa koronal.
Craig DeForest, peneliti utama misi PUNCH, menjelaskan bahwa misi ini akan membantu memperjelas bagaimana bintang, seperti Matahari, menghasilkan angin bintang dan dampaknya terhadap Bumi.
Kedua misi ini beroperasi di orbit rendah Bumi yang sinkron dengan Matahari, memungkinkan pengamatan yang terus menerus. SPHEREx dirancang untuk melindungi teleskopnya dari cahaya dan panas Matahari, sedangkan PUNCH membutuhkan pandangan yang jelas ke segala arah sekitar Matahari.
Setelah peluncuran, satelit PUNCH berhasil terpisah, dan komunikasi telah terjalin dengan keempat wahana antariksa tersebut. Saat ini, PUNCH sedang berada dalam periode komisioning selama 90 hari untuk mengkalibrasi instrumen mereka sebelum memulai analisis data angin surya.
Kedua misi ini diharapkan mampu menghasilkan data yang berarti bagi pemahaman kita mengenai alam semesta dan Matahari. Data dari SPHEREx akan memberikan wawasan tentang sejarah alam semesta dan potensi adanya kehidupan di galaksi kita, sementara data dari PUNCH akan membantu kita memahami serta memprediksi cuaca luar angkasa yang dapat berpengaruh pada Bumi.
Peluncuran ini juga mencerminkan komitmen NASA dalam eksplorasi luar angkasa dan penelitian ilmiah. Dengan teknologi canggih dan tujuan yang ambisius, SPHEREx dan PUNCH diyakini akan membuka babak baru dalam pemahaman kita mengenai kosmos. (NASA/Z-1)
Pada 27 Maret 2025, teleskop SPHEREx menangkap gambar pertama yang menakjubkan berisi lebih dari 100.000 galaksi, bintang, dan nebula.
NASA mengumumkan teleskop luar angkasa inframerah terbaru, SPHEREx, telah mulai beroperasi pada 1 April.
NASA sukses meluncurkan observatorium SPHEREx pada 11 Maret 2025 dengan misi mengungkap detik-detik awal setelah Big Bang.
NASA akan meluncurkan dua misi luar angkasa besar pada 2 Maret 2025, yaitu PUNCH dan SPHEREx.
NASA akan meluncurkan misi teleskop luar angkasa SPHEREx pada April 2025, yang akan mengamati ratusan juta bintang dan galaksi dalam 102 warna inframerah.
ALMA berhasil memetakan struktur internal galaksi awal dan menunjukkan bukti pembentukan cakram galaksi serta sisa tabrakan kosmik di era awal alam semesta.
Tim Ilmuan memperkirakan alam semesta terbentuk di dalam sebuah lubang hitam kolosal, yang berada dalam semesta 'induk'.
Observatorium Vera C. Rubin keluarkan foto perdana mereka akan alam semesta.
Fisikawan Nikodem Poplawski mengajukan teori mengejutkan: alam semesta berputar, dan ini bisa menjelaskan melemahnya energi gelap.
Ilmuwan asal Amerika Serikat dan Jepang berpacu mencari jawaban mengapa alam semesta kita ada?
Penelitian terbaru dari Radboud University, Belanda, mengungkap bahwa akhir alam semesta bisa terjadi jauh lebih cepat dari yang selama ini diperkirakan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved