Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Arab Saudi Siap Jadi Mediator Trump-Iran untuk Kesepakatan Nuklir Baru

Thalatie K Yani
17/2/2025 05:33
Arab Saudi Siap Jadi Mediator Trump-Iran untuk Kesepakatan Nuklir Baru
Ilustrasi - pembangkit lisrik berbasis nuklir(Media Sosial X)

ARAB Saudi bersedia menjadi mediator antara pemerintahan Trump dan Iran dalam upaya mencapai kesepakatan baru untuk membatasi program nuklir Teheran. Kerajaan ini khawatir bahwa Iran mungkin lebih cenderung mengejar senjata nuklir karena proksi regionalnya telah melemah secara signifikan. Arab Saudi berharap dapat memanfaatkan hubungan dekatnya dengan Presiden Donald Trump untuk menjembatani Iran ke Gedung Putih melalui jalur diplomatik.

Belum jelas apakah Arab Saudi telah mengajukan tawaran resmi, tetapi langkah ini menegaskan keinginan Riyadh untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan mantan lawannya dan mendapatkan peran dalam negosiasi kesepakatan baru.

Donald Trump telah menyatakan niatnya merundingkan kesepakatan baru, tanggapan Iran masih beragam. Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei pekan lalu menyatakan perundingan dengan Amerika Serikat adalah tindakan yang “tidak cerdas.”

Departemen Luar Negeri AS dan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi tidak memberikan komentar atas permintaan CNN. Misi Iran di PBB, yang berbasis di New York, juga menolak berkomentar.

Arab Saudi dan Dinamika Kesepakatan Nuklir

Secara terbuka, Arab Saudi menyambut baik perjanjian nuklir Iran tahun 2015 yang ditandatangani dengan kekuatan dunia. Namun, secara tertutup, Riyadh kecewa dengan pemerintahan Obama karena gagal menangani kekhawatirannya terhadap aktivitas regional Teheran, terutama terkait program misil Iran dan dukungan terhadap kelompok proksi di Yaman, Irak, dan Lebanon yang dianggap mengancam stabilitas kawasan. Riyadh kemudian mendukung keputusan Trump untuk menarik diri dari kesepakatan tersebut pada 2018.

Setahun setelah penarikan AS, fasilitas minyak Arab Saudi mengalami serangan drone dan rudal besar yang memangkas produksi minyak mentah dunia hingga setengahnya. Kelompok Houthi di Yaman, yang didukung Iran, mengklaim bertanggung jawab, tetapi AS menyalahkan Iran, meski akhirnya tidak mengambil tindakan militer untuk membela sekutunya, Arab Saudi.

Namun, ketegangan antara Arab Saudi dan Iran telah berkurang secara signifikan sejak saat itu. Pada Maret 2023, kedua negara mengejutkan dunia dengan mengumumkan pemulihan hubungan dalam kesepakatan yang dimediasi oleh China. Pejabat Saudi melihat kesepakatan ini sebagai keberhasilan besar, mengingat serangan Houthi ke wilayah Saudi telah berhenti, dan kerajaan tidak terkena dampak serangan balasan antara Israel dan Iran tahun lalu.

Dalam 15 bulan terakhir, Israel telah melemahkan kelompok-kelompok yang bersekutu dengan Iran di Lebanon dan Gaza serta menargetkan sasaran di Suriah, Irak, hingga Yaman. Dengan jatuhnya rezim Assad di Suriah, kemampuan Iran untuk memperluas pengaruh di luar perbatasannya mengalami pukulan berat.

Melihat perubahan ini, Arab Saudi melihat peluang bersejarah untuk meredakan ketegangan dengan Iran dan meningkatkan hubungan, sembari menegaskan bahwa mereka tidak ingin terlibat dalam konfrontasi AS atau Israel dengan Iran.

Selain itu, Riyadh khawatir jika Iran merasa terpojok, negara itu akan lebih terdorong untuk mengembangkan senjata nuklir. Oleh karena itu, mereka memandang kesepakatan nuklir baru sebagai cara untuk mencegah hal tersebut. Saudi juga tidak menginginkan Iran yang terlalu lemah, karena mereka telah mengubah kebijakan luar negeri mereka untuk lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi dan melihat ketidakstabilan regional sebagai hambatan bagi kemajuan.

Perayaan Besar Timur Tengah

Sejak menjabat kembali, Trump menyatakan ingin kesepakatan baru dengan Iran. Ia  meningkatkan sanksi terhadap negara tersebut terkait program nuklirnya, tetapi juga mengatakan ia “ingin sekali” mencapai kesepakatan dan memperbaiki hubungan.

“Saya ingin Iran menjadi negara yang hebat dan sukses, tetapi tidak boleh memiliki senjata nuklir. Laporan bahwa Amerika Serikat, bekerja sama dengan Israel, akan menghancurkan Iran secara total adalah sangat berlebihan,” tulis Trump di Truth Social pekan lalu.

Ia melanjutkan, “Saya lebih memilih Perjanjian Perdamaian Nuklir yang Terverifikasi, yang memungkinkan Iran berkembang secara damai dan makmur. Kita harus segera mulai mengerjakannya dan merayakan perjanjian tersebut di Timur Tengah setelah ditandatangani. Tuhan memberkati Timur Tengah!”

Ekonomi Iran saat ini terpuruk akibat sanksi AS. Presiden Masoud Pezeshkian, yang memenangkan pemilu tahun lalu dengan platform rekonsiliasi global, berada di bawah tekanan besar dari basis reformisnya dan rakyat Iran untuk mengatasi nilai mata uang yang anjlok, pengangguran kaum muda yang tinggi, serta pemadaman listrik yang berkepanjangan.

Namun, sikap Iran masih berubah-ubah. Pezeshkian dan pejabat Iran lainnya berulang kali menyatakan kesediaan mereka untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Trump terkait kesepakatan baru dan membahas “isu-isu lain.”

Namun pada Senin, Pezeshkian mempertanyakan ketulusan Trump dalam mencari kesepakatan nuklir baru. Pekan lalu, Ayatollah Ali Khamenei menyatakan bahwa perundingan dengan AS adalah tindakan yang “tidak cerdas, tidak bijaksana, dan tidak terhormat,” merujuk pada penarikan AS dari kesepakatan 2015. Meski demikian, ia tidak secara langsung melarang komunikasi dengan Washington.

Pengaruh Arab Saudi yang Kian Besar

Firas Maksad, seorang peneliti senior di Middle East Institute di Washington, mengatakan bahwa meskipun kebijakan luar negeri Saudi masih berakar pada kemitraan strategis dengan AS, Riyadh kini berusaha memperluas opsinya, baik secara regional maupun internasional, untuk menjaga fleksibilitas dan pragmatisme dalam menghadapi berbagai situasi.

“Menunjukkan kesediaan untuk menjadi mediator antara Presiden Trump dan Iran memungkinkan kerajaan untuk secara halus menjaga jarak dari kampanye tekanan maksimum Trump terhadap Teheran,” ujarnya kepada CNN.

Namun, mengingat masih adanya ketidakpercayaan antara Arab Saudi dan Iran, ia memperkirakan inisiatif ini kemungkinan besar tidak akan berkembang lebih jauh dari sekadar sinyal diplomatik.

Hubungan Riyadh dengan Trump kemungkinan akan diuji rencana kontroversial presiden AS untuk “mengambil alih” Gaza dan mengusir penduduk Palestina dari wilayah tersebut. Rencana ini berpotensi menggagalkan upaya normalisasi Saudi-Israel yang telah lama didorong Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Pekan lalu, Trump mengklaim Arab Saudi tidak lagi menuntut negara Palestina merdeka sebagai syarat normalisasi hubungan dengan Israel.

Arab Saudi dengan cepat membantah klaim tersebut, menegaskan tidak akan ada normalisasi tanpa kedaulatan Palestina. Arab Saudi juga menolak rencana yang melibatkan pengusiran warga Palestina.

Namun, hubungan Arab Saudi dengan Trump tetap kuat. Sementara sekutu AS lainnya berhati-hati agar tidak memprovokasi Trump, profil internasional dan pengaruh kerajaan ini kemungkinan akan terus meningkat di bawah kepemimpinannya.

Trump bahkan mengisyaratkan bahwa Arab Saudi bisa menjadi tujuan kunjungan luar negeri pertamanya sebagai presiden – lagi – di mana MBS mungkin akan berperan sebagai mediator antara AS dan Rusia dalam upaya mengakhiri perang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. (CNN/Z-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya