Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

El Sisi Khawatir Pemberontakan Setelah Jatuhnya Rezim Assad di Suriah

Dhika Kusuma Winata
26/12/2024 15:17
El Sisi Khawatir Pemberontakan Setelah Jatuhnya Rezim Assad di Suriah
Abdel Fattah El Sisi.(DOK MIDDLE EAST EYE)

PRESIDEN Mesir Abdel Fattah El Sisi dinilai menunjukkan rasa tidak nyaman setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah. El Sisi yang sudah satu dekade berkuasa di Mesir meredam potensi pemberontakan terinsipirasi dari Suriah. 

El Sisi merupakan mantan jenderal angkatan darat yang berkuasa satu dekade lalu setelah kudeta. Sejauh ini dia menahan diri untuk tidak memberikan komentar langsung tentang kepergian Assad. Namun, pernyataannya baru-baru ini mengisyaratkan rasa tidak aman tentang nasib pemerintahannya. 

"Tangan saya tidak ternoda oleh darah siapa pun, saya juga tidak mencuri uang siapa pun," kata El Sisi. 

Dengan hengkangnya rezim Assad di Suriah, Sisi sekarang sangat menyadari dia menjadi penguasa paling otoriter di wilayah Arab, dengan lebih dari 65.000 tahanan politik mendekam di penjara-penjaranya, ribuan orang didokumentasikan telah dihilangkan secara paksa dan penyiksaan menjadi kebijakan negara yang sistematis yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Pada pertengahan Desember, Sisi mengadakan pengarahan dengan para pemimpin militer dan polisi, bersama dengan wartawan pro-pemerintah, di markas Komando Strategis di Ibu Kota Administratif Baru, kota barunya yang kontroversial senilai US$58 miliar di sebelah timur Kairo. 

Pertemuan itu tidak disiarkan secara penuh, dan media pemerintah memilih sejumlah kutipan yang berpusat pada dua pokok bahasan yaitu Sisi bukanlah Assad dan orang Mesir tidak boleh mengikuti jejak pemberontak Suriah. 

Kemudian, pada 23 Desember media berita yang berpihak pada otoritas Mesir menyiarkan video yang menampilkan serangkaian pidato lama Sisi yang ditujukan kepada publik. Isinya terkait kondisi di Suriah dan pesan agar pemberontakan tidak terjadi di Mesir. 

Hisham Kassem, seorang politikus Mesir dan mantan kepala Organisasi Hak Asasi Manusia Mesir (EOHR), mengatakan pesan Sisi mencerminkan ketakutan akan potensi gerakan rakyat terhadap rezim saat ini. 

"Pernyataan Sisi memperingatkan implikasi dari pemberontakan rakyat, revolusi, atau bahkan munculnya aktivisme politik yang bertujuan untuk memicu perubahan," kata Kassem. 

Sebuah tagar, #The_Land_The_People_The_Army, juga telah mendapatkan perhatian di media sosial dalam beberapa minggu terakhir dan didukung oleh akun-akun yang berafiliasi dengan pemerintahan Sisi. Tagar tersebut ditengarai merupakan kampanye daring yang terorganisasi. 

Komentar-komentar Sisi disebarluaskan secara luas, disertai dengan peringatan yang mengancam akan adanya konspirasi untuk mengacaukan Mesir dan melemahkan militernya, yang menggambarkan situasi yang sama dengan situasi di Suriah. 

Sejak mengambil alih kekuasaan pada Juni 2014, Sisi kerap melakukan pencegahan kerusuhan sipil yang mirip dengan revolusi Januari 2011. 

Di tengah kemerosotan ekonomi dan meningkatnya kesulitan warga Mesir, Sisi memilih strategi yang bergantung pada rasa takut khususnya rasa takut akan nasib Suriah demi untuk mencegah perbedaan pendapat. 

Melalui langkah-langkah keamanan yang ketat, dia menekan protes, mengkriminalisasi demonstrasi, dan membuka lebih dari 23 penjara baru. Retorika rezim tersebut terus-menerus memperingatkan warga Mesir agar tidak melakukan protes, yang sering kali mengacu pada perang saudara seperti di Suriah. 

Kalimat 'lebih baik daripada Suriah dan Irak' menjadi salah satu frasa yang sering digunakan Sisi. Media yang dikendalikan negara bertindak sebagai alat propagandanya. Media di sana diawasi oleh United Media Services yang terkait dengan Badan Intelijen Umum Mesir. (Middle East Eye/Z-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto
Berita Lainnya