Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
THE Hannibal Directive atau Protokol Hannibal adalah perintah yang dikeluarkan oleh militer Israel. Tujuannya mencegah penculikan tentara Israel dengan menggunakan tembakan gencar untuk menghentikan para penculik, meskipun itu dapat melukai atau membunuh mereka yang diculik.
Arahan ini telah digunakan selama operasi Israel selama dua dekade terakhir tetapi telah diawasi ketat sejak serangan 7 Oktober dan perang Israel di Jalur Gaza, Palestina. Investigasi surat kabar Israel Haaretz pada Juli 2024 melaporkan bahwa tentara Israel menggunakan arahan tersebut ketika Hamas menyerang Israel selatan, menewaskan sekitar 1.139 orang.
Lebih dari 250 tentara, warga sipil, dan warga negara asing juga diculik dan dibawa ke Gaza setelah serangan itu. Namun penggunaan arahan tersebut, diduga, mengakibatkan kematian warga sipil dan tentara Israel.
Di sini, Middle East Eye melihat sejarah dan penggunaan arahan tersebut.
Arahan tersebut awalnya ditulis pada 1986 oleh Komando Utara tentara Israel. Hal ini sebagian mencerminkan bahwa secara historis Israel lebih memilih tindakan militer daripada negosiasi untuk mengamankan pembebasan sandera Israel, seperti pada pembantaian Ma'alot pada Mei 1974 dan pembajakan Entebbe pada Juli 1976.
Hal ini didorong setelah tentara Israel diculik dan dibawa ke Libanon selama 1980-an dan banyak tahanan Palestina yang dibebaskan untuk mengamankan pembebasan mereka. Pada Juni 1982, Israel menginvasi Libanon. Musim panas itu, Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP), yang didirikan oleh Ahmed Jibril, berhasil menculik beberapa tentara Israel dalam insiden terpisah.
Pada Februari 1985, Israel, di bawah pemerintahan persatuan nasional yang dipimpin oleh Shimon Peres, mulai menarik diri dari Libanon. Tiga bulan kemudian, setelah berbulan-bulan negosiasi, Perjanjian Jibril disetujui dengan PFLP.
Tiga tentara Israel--Yosef Grof, Nissim Salem, dan Hezi Shai--akan dibebaskan sebagai ganti 1.150 tahanan Palestina yang ditahan di penjara Israel. Para tahanan Palestina itu termasuk Sheikh Ahmed Yassin, pendiri Hamas.
Pemerintah Israel meloloskan kesepakatan itu hampir tanpa pertentangan, tetapi kesepakatan itu memicu perdebatan publik tentang harga mahal yang dibayarkan oleh negara karena pembebasan begitu banyak tahanan Palestina.
Benjamin Netanyahu, yang saat itu menjadi duta besar Israel untuk PBB, menulis kemudian dalam bukunya pada 1993 A Place Under the Sun. "Sejak awal, saya melihat kesepakatan Jibril sebagai pukulan fatal bagi semua upaya Israel untuk mengonsolidasikan front internasional melawan terorisme. Bagaimana Israel bisa berkhotbah kepada Amerika Serikat dan Barat untuk mengadopsi kebijakan tidak menyerah kepada terorisme ketika Israel sendiri menyerah dengan sangat memalukan?"
Dan Yuval Diskin, yang saat itu seorang perwira distrik di Shin Bet dan kemudian menjadi kepala Shin Bet, mengatakan pada 2014, "Intifada pertama pecah sebagian besar sebagai akibat dari pembebasan para tahanan dalam kesepakatan Jibril."
Pada Februari 1986, tentara Israel Rahamim Alsheikh dan Yossi Fink ditangkap oleh Hizbullah di Libanon selatan. Jenazah mereka dikembalikan pada 1996 berdasarkan kesepakatan yang juga membebaskan 22 tahanan.
Perintah tersebut disusun beberapa bulan kemudian oleh tiga anggota Komando Utara yaitu Yossi Peled, yang saat itu menjabat sebagai kepala; Gabi Ashkenazi, seorang perwira jenderal yang memimpin; dan Yaakov Amidror, seorang perwira intelijen yang memimpin.
Peled mengatakan kepada Haaretz pada 2003 bahwa penculikan tentara merupakan topik hangat di komando (utara) dan ada instruksi lisan pada saat itu yang mengatakan bahwa seseorang harus berusaha mencegah penculikan dengan segala cara.
Teks perintah tersebut tidak pernah dipublikasikan oleh tentara Israel tetapi diyakini telah mengalami beberapa kali perubahan selama bertahun-tahun. Awalnya, perintah tersebut dikomunikasikan terutama dari mulut ke mulut di antara para tentara dan pemimpin mereka.
Baca juga: Serangan 7 Oktober, Hannibal Directive Dituding Bunuh Ratusan Orang Israel
Berikut prinsip-prinsip penting Hannibal Directive.
1. Selama penculikan personel militer Israel, tujuan utamanya menyelamatkan prajurit, bahkan jika mereka terluka selama penyelamatan.
2. Tembakan senjata ringan harus digunakan untuk menghentikan para penculik, misalnya dengan menembaki kendaraan mereka. Jika gagal, bunuh sendiri para penculik, misalnya dengan penembak jitu, bahkan jika itu membahayakan prajurit yang diculik.
3. Lakukan segala cara untuk menghentikan kendaraan. Jangan biarkan kendaraan itu lolos.
Menurut Asa Kasher, yang menulis kode etik tentara Israel, arahan tersebut berbunyi, "Seorang prajurit yang mati lebih baik daripada seorang prajurit yang diculik."
Baru pada awal 2000-an penyensoran militer Israel mengizinkan keberadaan arahan tersebut dipublikasikan di media negara tersebut, sejak saat itu arahan tersebut dibahas lebih luas.
Mengapa disebut Hannibal Directive? Amidror, salah satu penulis arahan tersebut, mengatakan bahwa nama arahan tersebut dipilih secara acak dan tidak memiliki arti sebenarnya.
Namun pada 2003, Uri Avnery, seorang jurnalis Israel, melaporkan bahwa nama tersebut dipilih secara sengaja.
Hannibal ialah seorang jenderal dan negarawan Kartago dari wilayah yang sekarang disebut Tunisia modern yang berperang melawan Romawi selama Perang Punisia Kedua.
Yang paling terkenal, ia mengerahkan pasukannya termasuk gajah perang melewati Pegunungan Alpen untuk menyerang Roma. Hannibal bunuh diri pada 181 SM untuk menghindari jatuh ke tangan Romawi.
Pada Februari 2000, patroli tentara Israel di wilayah Shebaa Farms dekat perbatasan Israel-Libanon diserang oleh pejuang Hizbullah. Tiga tentara diculik.
Pasukan Israel yang mengejar para penculik menerapkan arahan tersebut dan menembaki kendaraan Hizbullah. Kemudian Yossi Refalov, komandan yang memberi perintah untuk melepaskan tembakan, mengatakan bahwa ketika ia melihat jip tersebut, ia menyadari bahwa para prajurit itu sudah tidak hidup lagi.
Jenazah para prajurit dikembalikan ke Israel dalam kesepakatan pada 2004. Imbalannya, 430 tahanan dan jenazah 59 warga Libanon yang dibunuh oleh Israel.
Militer Israel tidak siap menghadapi serangan fajar Hamas pada 7 Oktober yang terjadi di akhir hari raya Simchat Torah. Angkatan darat dan udara Israel bergegas untuk bereaksi.
Nof Erez, mantan pejabat senior Angkatan Udara Israel, mengatakan bahwa Perintah Hannibal massal diterapkan hari itu. "Terjadi histeria yang gila," kata seorang sumber kepada Haaretz. "Tidak seorang pun tahu tentang jumlah orang yang diculik atau di mana pasukan darat berada."
Penyeberangan Erez di Gaza utara diserang beberapa kali oleh tentara, seperti Pangkalan Angkatan Darat Re'im, markas besar Divisi Gaza milik tentara Israel di Israel selatan. Di kedua lokasi tersebut, tentara Israel berada di lokasi saat serangan oleh pasukan mereka sendiri. Tentara mengatakan tidak tahu mereka telah membunuh tentaranya sendiri.
Tembakan hebat Israel juga diarahkan ke pagar antara Israel dan Gaza. Awalnya, tentara diinstruksikan bahwa tidak ada kendaraan yang boleh diizinkan masuk kembali ke Jalur Gaza, menurut sumber keamanan yang berbicara dengan Haaretz.
Kemudian dikeluarkan perintah untuk mengubah area pagar menjadi zona pemusnahan. Pada malam hari, dikeluarkan perintah untuk melepas tembakan langsung ke siapa pun yang mendekati area (pagar).
Pada April 2024, tentara Israel menerbitkan temuannya mengenai kematian sandera Israel Efrat Katz. Laporan tersebut menyatakan, "Selama pertempuran dan serangan udara, salah satu helikopter tempur yang ikut serta dalam pertempuran menembaki kendaraan yang berisi teroris dan yang jika dipikir-pikir kembali juga berisi sandera. Sebagian besar teroris yang mengoperasikan kendaraan tersebut tewas akibat penembakan tersebut dan tampaknya Efrat Katz."
Tentara Israel juga menembaki rumah di kibbutz Be'eri, tempat para pejuang Hamas menyandera 15 warga Israel. Barak Hiram, seorang brigadir jenderal, mengatakan dalam wawancara dengan New York Times pada Desember bahwa ia memerintahkan peluru tank untuk ditembakkan ke rumah tersebut karena negosiasi telah berakhir. "Terobos, bahkan dengan mengorbankan korban sipil." Hanya dua sandera yang selamat.
Pada Juni, laporan oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB (COI) mengatakan bahwa setidaknya 14 warga Israel kemungkinan besar dibunuh dengan sengaja oleh tentara Israel. "Seorang wanita tewas akibat tembakan helikopter (Israel) saat diculik dari Nir Oz ke Gaza oleh militan," kata laporan itu merujuk pada salah satu Kibbutzim tempat orang-orang diculik oleh pejuang Palestina.
Kejadian paling menonjol sebelumnya saat arahan tersebut digunakan alah selama perang antara Israel dan Hamas pada musim panas 2014. Pada 1 Agustus, setelah tentara Israel Hadar Goldin diculik oleh Hamas, diputuskan untuk menggunakan arahan tersebut.
Dalam upaya mencegah penculikan, tentara Israel mengarahkan tembakan dan pengeboman besar-besaran ke Rafah, menewaskan 135 warga Palestina, termasuk 75 anak-anak. Hari itu kemudian dikenal sebagai Black Friday.
Laporan bersama berikutnya oleh Amnesty International dan Forensic Architecture menuduh Israel melakukan kejahatan perang. Jenazah Goldin masih ditahan oleh Hamas.
Pada Juni 2006, tentara Israel Gilad Shalit diculik selama serangan Hamas di Kerem Shalom dekat Gaza selatan. Laporan militer menyatakan bahwa satu jam berlalu dari serangan awal hingga pengaktifan Arahan Hannibal yang menyebabkan kegagalannya. Pada Oktober 2011, Shalit ditukar dengan 1.027 tahanan Palestina termasuk pemimpin Hamas Yahya Sinwar.
Pada 2009 Arahan Hannibal digunakan selama Operasi Cast Lead Israel di Gaza. Pasukan Israel menembaki rumah yang berisi mayat seorang kawan yang telah meninggal untuk mencegahnya digunakan sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi penyanderaan di masa mendatang.
Dalam kasus lain, pada Desember 2009, Yakir Ben-Melech ditembak mati di Persimpangan Erez setelah ia mencoba memasuki Gaza. Ia telah dirawat karena penyakit mental sebelum kematiannya dan, menurut keluarga, berusaha membebaskan Gilad Shalit.
Moralitas arahan tersebut telah diperdebatkan di Israel sejak keberadaannya terungkap. Pada 2003, Chaim Avraham, ayah dari Bani, salah seorang tentara yang tewas pada 2000 dalam percobaan penculikan, mengatakan kepada Haaretz, "Sungguh mengejutkan untuk berpikir bahwa seorang tentara mengeksekusi temannya. Memang benar bahwa dalam penculikan terdapat dilema yang sulit dalam hal harga yang harus dibayar oleh negara. Namun, sesulit apa pun itu, saya lebih memilih anak yang ditawan daripada anak yang mati."
Kasher mengatakan kepada surat kabar Maariv pada 2015 bahwa, selama Operasi Protective Edge, seorang tentara terbunuh karena Arahan Hannibal telah diterapkan secara salah. "Prosedur Hannibal mengatakan dalam dokumen yang sangat rahasia bahwa jika tindakan Anda pasti akan membunuh tentara tersebut, Anda tidak boleh mengaktifkan prosedur tersebut."
"Nilai nyawa prajurit itu lebih berharga daripada menggagalkan penculikan," tambah Kasher. "Di akhir prosedur, ada juga instruksi untuk melepaskan tembakan dan instruksi itu secara khusus mengatakan, dan saya siap mengutip dari salah satu versi, 'Nilai nyawa prajurit itu lebih berharga daripada menggagalkan penculikan.'"
Pada 2016, Gadi Eisenkot yang saat itu menjabat sebagai kepala staf angkatan darat, memerintahkan agar perintah itu dibatalkan dan ditulis ulang, setelah perdebatan publik.
Menurut penyelidikan oleh Ronen Bergman dan Yoav Zeyton di Ynet, pada 7 Oktober, salah satu perintah angkatan darat yaitu prioritas utama untuk serangan ialah area pertahanan dan pencegahan serangan, penarikan pasukan musuh ke Jalur Gaza tidak boleh diizinkan, dan upaya semacam itu harus dihentikan dengan segala cara."
Para jurnalis mengeklaim bahwa perintah ini menunjukkan penerapan perintah itu, karena perintah itu sangat mirip dengan versi perintah lain.
Setelah 7 Oktober, Yagil Levy, seorang profesor madya di Departemen Sosiologi, Ilmu Politik, dan Komunikasi di Universitas Terbuka Israel, menulis di Haaretz, "Keputusan pemerintah untuk menyerang Gaza meskipun ada sandera di lokasi yang dibom dapat dianggap sebagai perpanjangan dari perintah Hannibal, yaitu upaya menggagalkan kelanjutan penahanan bahkan dengan mengorbankan nyawa para sandera."
Namun, beberapa orang di Israel masih mendukung perintah tersebut. Dalam buku mereka pada 2013 berjudul Jewish Military Ethics, rabi Elazar Goldstein dan Ido Rechnitz menafsirkan kode etik tentara Israel berdasarkan hukum Yahudi (volume tersebut tidak memiliki kedudukan resmi). Mereka menyimpulkan, "Operasi militer yang dimaksudkan untuk menyelamatkan tentara yang diculik atau melukai para penculik diizinkan menurut hukum Yahudi, meskipun ada kekhawatiran bahwa operasi tersebut akan melukai tentara yang diculik."
Pada 2014, komentator politik dan jurnalis Israel Amit Segal menulis tentang arahan setelah Black Friday, "Dalam kesepakatan Shalit, Israel menyerah pada rasio Hamas: satu orang Israel bernilai 1.000 orang Palestina. Anda dapat mendukungnya, Anda dapat menentangnya, tetapi Anda tidak dapat memegang tongkat di kedua ujungnya."
"Apakah Anda setuju bahwa satu nyawa orang Israel bernilai 1.000 orang Palestina? Lalu mengeluh bahwa 150 orang Palestina terbunuh dalam pengejaran satu sandera." (Z-2)
JURNALIS The Electronic Intifada, Asa Winstanley, menggambarkan Israel membunuh ratusan rakyatnya sendiri antara 7 dan 9 Oktober 2023 berdasarkan Petunjuk Hannibal atau Hannibal Directive.
KORPS Garda Revolusi Iran (IRGC) meluncurkan serangan ke Israel yang merupakan gelombang ke-12 dari Operation True Promise 3 pada Rabu (18/6) malam waktu setempat.
KONFLIK antara Israel dan Iran terus memanas memasuki pekan kedua dengan kedua kubu kembali saling melancarkan serangan pada Jumat (20/6). Ketegangan ini menandai eskalasi serius.
RENCANA pemerintah Indonesia untuk mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) dari Iran dan Israel menghadapi sejumlah tantangan di lapangan.
PEJABAT senior Garda Revolusi Iran, Mohsen Rezaei, menyatakan seluruh bahan nuklir yang diperkaya oleh Teheran telah dipindahkan ke lokasi-lokasi yang aman.
Pemerintah telah menyiapkan rencana kontinjensi dalam rencana evakuasi WNI di Iran termasuk cara lewat jalur darat menuju Baku, Azerbaijan. Evakuasi tahap pertama akan dimulai hari ini,
PARA menteri luar negeri Eropa dijadwalkan menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi di Jenewa, Swiss, Jumat (20/6).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved