Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

WHO: Gaza Hanya Punya Sisa Waktu 24 Jam sebelum Terjadi Bencana Kemanusiaan

Zubaedah Hanum
16/10/2023 23:01
WHO: Gaza Hanya Punya Sisa Waktu 24 Jam sebelum Terjadi Bencana Kemanusiaan
Jenazah warga Gaza korban serangan bom Israel bersiap dikebumikan.(AFP/Mahmud Hams)

WARGA jalur Gaza di Palestina hanya memiliki sisa air, listrik, dan bahan bakar selama 24 jam sebelum terjadinya bencana kemanusiaan, kata kepala regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada AFP, Senin (16/10). 

Peringatan itu dilontarkan untuk mendesak dibukanya akses konvoi bantuan kemanusiaan yang saat ini tertahan di perbatasan Gaza-Mesir.

"Jika bantuan tidak diizinkan masuk ke wilayah yang terkepung, para dokter harus menyiapkan sertifikat kematian untuk pasien mereka,” kata direktur regional WHO untuk Mediterania timur, Ahmed al-Mandhari.

Baca juga : 9.700 Warga Gaza Terluka karena Agresi Israel, Stok Darah Menipis

"Gaza sekarang sedang menuju “bencana nyata”, kata Mandhari lagi, tepat 10 hari sejak serangan udara Israel tanpa henti terhadap sasaran-sasaran di daerah kantong Palestina.

Bom dan blokade akses air, listrik serta obat dilakukan Israel sebagai pembalasan atas serangan militan Hamas yang berbasis di Gaza yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, di Israel selatan pada 7 Oktober lalu.

Baca juga : 1.000 Korban Jalur Gaza Masih Berada di Bawah Reruntuhan Bangunan

Bantuan WHO tertahan di Mesir. (Sumber: AFP/Ali Moustafa)

 

Kementerian Kesehatan yang dikuasai Hamas di Gaza mengatakan sekitar 2.750 orang tewas dan 9.700 orang terluka, sementara menurut PBB, satu juta orang terpaksa mengungsi.

Pemadaman listrik mengancam sistem pendukung kehidupan, mulai dari pabrik desalinasi air laut hingga pendingin makanan dan inkubator rumah sakit.

"Bahkan aktivitas sehari-hari mulai dari pergi ke toilet, mandi, dan mencuci pakaian hampir mustahil dilakukan," kata penduduk setempat.

Dengan kewalahannya petugas tanggap darurat, dokter yang bekerja sepanjang waktu, dan kurangnya ruang jenazah menyebabkan mayat korban bom Israel tidak dapat dirawat dengan baik.

"Kepadatan yang berlebihan telah melumpuhkan rumah sakit, di mana unit perawatan intensif (ICU), ruang operasi, layanan darurat dan fasilitas lainnya berada di ambang kehancuran," katanya.

Menteri Energi Israel Israel Katz pada hari Minggu mengatakan pasokan air ke Gaza selatan telah diaktifkan kembali, seminggu setelah Israel mengumumkan “pengepungan total” yang memutus pasokan air, listrik dan bahan bakar ke wilayah di mana mereka ingin menghancurkan Hamas.

PBB telah mengingatkan Israel bahwa merampas barang-barang penting bagi warga sipil untuk bertahan hidup dilarang, berdasarkan hukum internasional.


Dibiarkan mati

Selama pemboman udara dan artileri, WHO mencatat 111 fasilitas medis menjadi sasaran, 12 pekerja layanan kesehatan tewas dan 60 ambulans dibom. "Tindakan itu jelas melanggar peraturan baik "hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan", kata Mandhari.

Sebanyak 22 rumah sakit di bagian utara Gaza merawat lebih dari 2.000 pasien, termasuk beberapa pasien menggunakan ventilator, memerlukan dialisis rutin, selain anak-anak, bayi, dan wanita.

"Rumah sakit di daerah kantong tersebut telah kehabisan air bersih, sementara kekurangan bahan bakar mengancam pasokan listrik,” katanya.

Ketika sumber daya medis semakin menipis, Mandhari mengatakan para dokter yang menyadari bahwa mereka tidak dapat menyelamatkan semua orang, harus membuat pilihan yang mustahil.

"Mereka harus melakukan triase terhadap pasien yang datang. Mereka tidak punya pilihan lain. Ada terlalu banyak orang, sehingga beberapa orang dibiarkan meninggal secara perlahan."

Bantuan harus diizinkan masuk ke Jalur Gaza dalam waktu satu hari sebelum situasinya menjadi tidak terkendali, kata Mandhari.

Konvoi bantuan internasional menunggu di seberang perbatasan dengan Mesir, namun mereka diizinkan tidak lebih dekat dari kota El Arish di Mesir, 50 kilometer (31 mil) dari perbatasan Rafah – satu-satunya jalan masuk dan keluar dari Gaza. tidak dikuasai Israel.

Kairo menolak mengizinkan warga asing keluar tanpa bantuan kemanusiaan masuk. 

Egoisnya Israel

Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry menuduh Israel memblokir bantuan tersebut, meskipun ada permintaan berulang kali dari Kairo.

Di bawah blokade gabungan Israel-Mesir yang diberlakukan sejak Hamas menguasai Gaza pada tahun 2007, Israel mempunyai hak untuk mengatur lalu lintas semua barang dan orang yang masuk dan keluar dari wilayah tersebut.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken kembali ke Israel pada hari Senin (16/10), setelah melakukan perjalanan antar negara Arab, berharap dapat mengoordinasikan upaya melawan Hamas sambil menemukan cara untuk meringankan krisis kemanusiaan di Gaza.

Dia mengumumkan di Kairo pada hari Minggu bahwa AS telah menunjuk mantan diplomat veteran David Satterfield untuk bekerja memberikan bantuan ke Gaza.

Kepala bidang kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan dia akan berangkat ke Timur Tengah pada hari Selasa "untuk mencoba membantu dalam negosiasi" mengenai akses bantuan.

“Kami sedang melakukan diskusi mendalam dengan Israel, Mesir, dan pihak lain,” kata Griffiths. (AFP/Z-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya