Headline
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
MASYARAKAT Jepang sangat terbebani biaya hidup dan tingginya potongan pajak pensiun serta kesehatan. Hal itu menyebabkan banyak pasangan muda enggan memiliki anak.
Pada saat yang bersamaan angka usia tua meningkat dan angka kelahiran menurun. Jepang pun terancam krisis masyarakat produktif sehingga banyak sekolah yang tutup karena kekurangan murid.
Hal itu diakui seorang warga Hakuba, Jepang, Ryouzou Iwai, 63. Menurut dia, tingginya biaya hidup dan beban pajak membuat generasi muda enggan cepat menikah dan memiliki anak.
Baca juga: Desa Wisata Hakuba Bangkit Pascapandemi Covid-19
"Itu terjadi di seluruh Jepang. Bahkan, di Hakuba, angka kelahiran menurun. Bahkan ada juga cerita bahwa dua sekolah pada akhirnya digabung menjadi satu akibat kekurangan siswa," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Minggu (19/2).
Menurut dia, penurunan angka kelahiran paling dominan disebabkan oleh masalah ekonomi. Termasuk beban masyarakat produktif diwajibkan membiayai generasi tua yang sudah memasuki masa pensiun.
"Saya juga terdampak. Saya juga khawatir masalah ini (angka penduduk yang masuk masa pensiun meningkat dan produktif menurun) akhirnya busa mengurangi penerimaan gaji pensiun saya," paparnya.
Pemilik salah satu home stay di Hakuba itu menambahkan gaji generasi produktif dipotong 40% untuk pajak. Angka sebanyak itu selain untuk asuransi kesehatan juga membiayai perawatan dan gaji pensiun lansia.
Selain itu, kata dia, biaya sewa tempat tinggal, listrik, akomodasi, biaya sekolah sangat mahal. Dengan demikian banyak yang berpikir untuk tidak memiliki anak.
Ia mengatakan, angka kekerasan terhadap anak turut berkontribusi pada krisis jumlah anak. Beberapa masyarakat mengkhawatirkan ketika memiliki anak berarti dibayangi oleh tindakan kriminal.
"Hari ini di Jepang banyak anak-anak dilecehkan. Mungkin itu pengaruh pandemi covid-19. Tapi kejadian seperti itu meningkat dari tahun ke tahun," jelasnya.
Instruktur olahraga ski itu juga menerangkan penuntasan krisis anak dan generasi muda di Jepang harus dilakukan secara komprehensif. Salah satunya dengan meningkatkan perlindungan terhadap anak dan membuat lingkungan ramah anak.
"Saya percaya bahwa peran orang dewasa untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi orang tua dan anak-anak," pungkasnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menuturkan angka kelahran Jepang kurang dari 800 ribu di tahun lalu. Angka tersebut merosot dibandingkan era 1970-an yang mencapai lebih dari 2 juta orang.
"Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat atau tidak," kata Kishida.
Dia pun berjanji akan memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai peningkatan jumlah kelahiran dan pelonggaran izin bekerja untuk pengasuhan anak.
Jepang berpotensi kehilangan sepertiga populasi pada 2060 mendatang. Salah satu yang terkena imbas tentunya sektor perekonomian. Jepang pun memberikan insentif finansial.
Analis Jepang di Eurasia Group, David Boling menyebut upaya itu sia-sia. Pemerintah telah menyediakan insentif finansial gagal memacu angka kelahiran.
Hasil sebuah survei pada 2021 terhadap 5.800 pasangan suami istri di Jepang mengungkapkan keengganan memiliki atau menambah jumlah anak. Persoalan keuangan menjadi penyebab.
Banyak perempuan Jepang juga enggan menikah dan memilih berkarier. Itu sebabnya, angka perempuan bekerja di Jepang yang bersamaan dengan angka pernikahan serta kelahiran terus menurun. (OL-1)
Imunisasi campak dan rubela MR diberikan pada usia 9 bulan, kemudian diulang dosis kedua pada usia 18 bulan.
Komnas Perlindungan Anak mengingatkan seluruh pihak bahwa anak adalah masa depan bangsa.
Pelaku penembak gereja di Minneapolis dinyatakan terobsesi dengan gagasan membunuh anak-anak.
Masih tingginya kasus anemia akibat kekurangan zat besi pada anak Indonesia menjadi tantangan menuju Generasi Emas 2045.
Tayangan yang tepat memiliki nilai edukatif dan moral yang positif, sesuai dengan tahap perkembangan anak, dan menggunakan bahasa yang sopan dan mudah dipahami.
Tayangan televisi edukatif yang sesuai dengan usia anak serta didampingi orangtua dapat memperluas kosakata, menambah pengetahuan, hingga mengenalkan nilai moral serta sosial.
Pramono mengatakan, sebanyak 2.439 sekolah masih melakukan pembelajaran tatap muka dan 346 sekolah lainnya melakukan hybrid.
“Mohon orangtua siswa untuk mengawasi anak-anaknya untuk memastikan belajar dirumah secara daring."
Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan dalam menentukan metode pembelajaran, baik secara tatap muka maupun dari rumah dengan PJJ.
Sri Sultan menambahkan, tujuan utama siswa dan mahasiswa datang ke DIY adalah untuk menempuh pendidikan.
Gedung baru hadir dengan desain ramah lingkungan, ruang belajar yang modern, dan berbagai ruang spesialis yang menjawab kebutuhan siswa dari beragam latar belakang.
Trump menyatakan seluruh bendera AS harus dikibarkan setengah tiang hingga Minggu (31/8).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved