Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

RI Bisa Pertimbangkan Tawaran Putin soal Pembangunan PLTN

Insi Nantika Jelita
17/11/2022 23:01
RI Bisa Pertimbangkan Tawaran Putin soal Pembangunan PLTN
Ilustrasi PLTN(AFP)

INDONESIA diminta menerima tawaran Presiden Rusia Vladimir Putin soal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Tanah Air. Hal ini disampaikan Pakar nuklir dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yudi Utomo Imardjoko.

Tawaran Putin itu diutarakan saat Jokowi berkunjung ke Istana Kremlin, Rusia pada 30 Juni 2022. Menurut Yudi, tawaran tersebut penting untuk keberlangsungan listrik Indonesia yang ramah lingkungan kedepannya.

"Pada waktu Jokowi ketemu Putin kan ditawari (tenaga) nuklir. Menurut saya terima saja, karena pemakaian tenaga nuklir ini sudah tidak bisa dihindarkan. Di Uni Emirat Arab (UEA) saja sudah bangun 10 PLTN, padahal punya minyak. Kok kita enggak berani?" ujarnya saat Diskusi Reformasi Tata Kelola Energi Nasional, di Jakarta, Kamis (17/11).

Yudi menjelaskan sejumlah manfaat yang didapat dari PLTN, yakni tidak ada emisi CO2 yang dikeluarkan dari pembangkit itu. Ini jelas berbeda dari penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang mengeluarkan banyak emisi. Lalu, dari sisi harga listrik PLTN juga dikatakan lebih murah, yakni sekitar US$5-10 sen per kilowatt hour (Kwh).

Yudi berujar Indonesia bisa memanfaatkan PLTN Terapung KLT-40S, milik perusahaan energi Rusia, yang dapat berlayar sejauh 5.000 Km dengan kapasitas 80 megawatt (MW) untuk mengaliri listrik di Tanah Air.

"KLT-40S itu bisa saja tarik ke Indonesia, tapi tawaran Putin itu kan tidak pernah terjadi. Kami dari UGM setuju agar pembangunan PLTN itu bisa goal di Indonesia. Butuh keberanian dari pemimpin memang," sebutnya.

Ia menyebut sampai saat ini perusahaan asing banyak yang menaruh minat membangun PLTN di Indonesia, seperti dari Amerika Serikat, Prancis, Kanada. Namun penggunaan PLTN di Indonesia menjadi opsi terakhir sesuai kebijakan energi nasional (KEN). Sehingga, membutuhkan waktu lama untuk merealisasikan hal tersebut.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif merespon ketertarikan perusahaan energi Rusia untuk mengembangkan industri pembangkit listrik tenaga nuklir. Kebutuhan untuk nuklir, katanya, baru dimulai pada 2040 berdasarkan peta jalan energi yang telah disusun pihaknya.

"Kita lihat nanti mana yang kompetitif dan reliable (dapat diandalkan)," ucapnya beberapa waktu lalu. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya