Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Inflasi AS Naik Menjadi 7,9%

Fetry Wuryasti
11/3/2022 12:29
Inflasi AS Naik Menjadi 7,9%
Ilustrasi: dolar Amerika Serikat(Ant/Puspa P )

INFLASI Amerika kembali naik dari sebelumnya 7,5%% menjadi 7,9%. Inflasi ini merupakan level tertinggi sejak 40 tahun terakhir, yang didominasi oleh kenaikan biaya bensin, makanan, dan properti.

Sehingga dengan situasi dan kondisi tersebut, tidak menutup kemungkinan inflasi akan naik lebih tinggi pada bulan Maret mendatang. Inflasi inti juga naik menjadi 6,4%, sehingga inflasi berpotensi mengalami kenaikan kembali pada bulan Maret mendatang.

Baca juga: Menkeu: Reformasi Struktural Harus Beriringan dengan Pemulihan Ekonomi

"Dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini, The Fed telah memegang kartu 25 bps di tangan, namun dengan inflasi di luar kendali ada kemungkinan The Fed akan menaikan tingkat suku bunga hingga 50 bps," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Jumat (11/3).

Namun tentu Gubernur Bank Sentral AS The Fed Jerome Powell akan jauh lebih berhati-hati. Sebab ketidakpastian global meningkat. Sehingga tentu Powell akan lebih banyak berhitung seberapa besar The Fed harus menaikan tingkat suku bunga agar tidak mengganggu prospek pemulihan ekonomi di tengah situasi dan kondisi inflasi hilang kendali dan invasi masih terus terjadi.

"Harga bensin kami perkirakan akan naik pada bulan Maret dari sebelumnya US $3,5/gallon menjadi US $4,3/gallon pada bulan Maret," kata Nico.

Asumsi harga minyak berada pada US $120 per barel. Inflasi akan terlihat konsisten, setidaknya hingga kuartal II dan III, dan akan mulai turun pada kuartal IV 2022. Meskipun penurunan inflasi diperkirakan belum akan mencapai di bawah 5%.

"Situasi dan kondisi kian sulit, namun kami percaya The Fed akan memainkan kartunya dengan baik, tidak tergesa-gesa memutuska , dan akan mencoba untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sembari menjaga inflasi tetap terkendali,"

Stabilitas ekonomi dari pandemi memang tidak akan pernah mudah, namun invasi membuatnya kian semakin sulit dalam melakukan normalisasi kebijakan. Inflasi lebih disebabkan karena meningkatnya permintaan dan gangguan pasokan, dan mendorong inflasi jauh lebih konsisten dan sulit untuk dikendalikan apabila tidak mengambil langkah yang tepat dan terukur sesuai dengan kebutuhan.

Sejauh ini, inflasi barang mengalami naik 13%, tertinggi dalam kurun waktu 1980 terakhir, biaya jasa meningkat 4,8% dari tahun lalu dan merupakan kenaikan tertinggi dari sejak 1991. Namun seperti apapun inflasi, tampaknya telah mendorong market khawatir, yang lagi-lagi membuat koreksi dan mendorong obligasi US Treasury naik.

"Sentimen negatif ini berpotensi mempengaruhi pasar dalam negeri, meskipun terjadinya penurunan kami meyakini masih dalam rentang terbatas. Pembicaraan tingkat tinggi pertama antara Ukraina dan Rusia yang gagal juga akan mendorong pasar ikut berpotensi koreksi pada hari ini," kata Nico. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya