Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Langgar HAM, Mesir Batal Dapat Bantuan Militer US$130 Juta dari AS

 Atikah Ishmah Winahyu
29/1/2022 13:36
Langgar HAM, Mesir Batal Dapat Bantuan Militer US$130 Juta dari AS
Ilustrasi pesawat angkut Super Hercules C-130. Mesir juga berencana membeli 12 pesawat angkut Super Hercules C-130.(Ist/Wikipedia)

PEMERINTAHAN Joe Biden mengumumkan bahwa mereka membatalkan bantuan militer senilai US$130 juta ke Mesir karena masalah hak asasi manusia.

Pembatalan tersebut hanya beberapa hari setelah Amerika Serikat menyetujui penjualan senjata besar-besaran senilai US$2,5 miliar ke negara itu.

Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mengatakan pada hari Jumat (28/1) bahwa Mesir belum memenuhi persyaratan untuk menerima US$130 juta dalam pembiayaan militer asing yang telah ditahan sejak September.

Deplu AS mengatakan uang itu akan dialihkan ke program lain tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

Dalam mengumumkan pembatalan tersebut, Deplu AS tidak menyebutkan penjualan pesawat angkut militer dan sistem radar senilai US$2,5 miliar yang telah disetujui pada hari Selasa, pengumuman untuk kesepakatan itu tidak menyebutkan US$130 juta yang dibekukan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada bulan September menyetujui pelepasan US$300 juta dalam pembiayaan militer asing ke Mesir tetapi menahan US$130 juta lagi kecuali pemerintah menangani kondisi khusus terkait hak asasi manusia pada akhir Januari.

"Batas waktu untuk memenuhi persyaratan itu akan segera berlalu," kata departemen tersebut.

“(Pemerintah Mesir) membuat kemajuan penting pada kondisi tersebut tetapi hingga saat ini belum memenuhi semuanya. Oleh karena itu, setelah 30 Januari, sekretaris bermaksud untuk memprogram ulang US$130 juta untuk prioritas keamanan nasional lainnya,” tambahnya.

Ditanya tentang ketidakkonsistenan yang tampak, para pejabat AS mengatakan bantuan militer dan penjualan senjata tidak ada hubungannya.

Mereka mengatakan Mesir akan menanggung biaya pembelian 12 pesawat angkut Super Hercules C-130 senilai US$2,2 miliar bersama dengan sistem radar pertahanan udara senilai sekitar US$355 juta.

Bungkam kebebasan berpendapat

Demokrat Kongres yang telah mendesak Blinken untuk tidak menyetujui bantuan US$130 juta, senang dengan keputusan yang diumumkan pada hari Jumat tetapi tidak membahas penjualan senjata yang mengerdilkan jumlah bantuan yang ditahan.

“Saya senang pemerintahan Biden menahan diri dengan memprogram ulang dana ini,” kata Senator Chris Murphy dari Connecticut.

“Ini mengirimkan pesan penting ke luar negeri bahwa kami akan mendukung komitmen kami terhadap hak asasi manusia dengan tindakan dan pergilah hari-hari di mana para diktator menerima cek kosong dari Amerika,” imbuhnya.

Pada hari Selasa (25/1), Deplu AS telah mengumumkan penjualan senjata senilai US$2,5 miliar, dengan mengatakan akan mendukung kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS dengan membantu meningkatkan keamanan negara sekutu utama non-NATO yang terus menjadi negara mitra strategis penting di Timur Tengah.

“Kami mempertahankan bahwa hubungan bilateral kami dengan Mesir akan lebih kuat, dan kepentingan Amerika akan dilayani dengan lebih baik, melalui keterlibatan AS yang berkelanjutan untuk memajukan kepentingan keamanan nasional kami, termasuk menangani masalah hak asasi manusia kami,” kata Deplu AS.

Pemerintah Mesir dalam beberapa tahun terakhir melakukan tindakan keras besar-besaran terhadap perbedaan pendapat, memenjarakan ribuan orang, terutama Islamis tetapi juga aktivis sekuler yang terlibat dalam pemberontakan Musim Semi Arab 2011 yang menggulingkan penguasa lama negara itu Hosni Mubarak.

Mesir memberlakukan keadaan darurat pada April 2017, menyusul pemboman gereja yang mematikan dan serangan terhadap orang-orang Kristen Koptik yang menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai puluhan lainnya.

Aparat Mesir juga melakukan penangkapan tanpa surat perintah, penuntutan cepat terhadap tersangka dan pembentukan pengadilan khusus.

Keadaan darurat telah diperpanjang beberapa kali. Namun, Presiden Abdel Fattah el-Sisi mengumumkan pada bulan Oktober, ketika perpanjangan terakhir berakhir, bahwa pemerintahnya tidak akan lagi memperbaruinya. (Aiw/Aljazeera/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik