Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Angkatan Bersenjata Sudan Tahan Perdana Menteri dan Pejabat Lainnya

Nur Aivanni
25/10/2021 16:21
Angkatan Bersenjata Sudan Tahan Perdana Menteri dan Pejabat Lainnya
Warga Sudan turun ke jalan(AFP)

ANGKATAN bersenjata menahan Perdana Menteri Sudan atas penolakannya untuk mendukung "kudeta" mereka pada Senin, kata kementerian informasi, setelah berminggu-minggu ketegangan antara tokoh militer dan sipil yang berbagi kekuasaan sejak penggulingan otokrat Omar al-Bashir.

Dalam sebuah pernyataan di Facebook, kementerian itu mengatakan bahwa anggota sipil dewan penguasa Sudan dan menteri dalam pemerintahan transisi Hamdok juga ditahan oleh pasukan militer gabungan.

Layanan internet, tambahnya, terputus di seluruh negeri dan jalan utama serta jembatan yang menghubungkan dengan ibu kota Khartoum ditutup.

Puluhan demonstran membakar ban mobil saat mereka berkumpul di jalan-jalan ibu kota untuk memprotes penahanan tersebut, menurut seorang koresponden AFP.

"Anggota sipil dari dewan penguasa transisi dan sejumlah menteri dari pemerintah transisi telah ditahan oleh pasukan militer gabungan," kata kementerian informasi. "Mereka telah dibawa ke lokasi yang tidak diketahui," katanya.

Baca juga: ASEAN Harus Siap Hadapi Disrupsi Ekonomi dengan Sejumlah Tantangan

Kementerian menambahkan kemudian bahwa setelah menolak untuk mendukung kudeta, pasukan tentara menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan membawanya ke lokasi yang tidak diketahui.

Utusan Khusus AS untuk Tanduk Afrika Jeffrey Feltman mengatakan AS sangat khawatir dengan laporan pengambilalihan militer atas pemerintah transisi.

"Ini akan bertentangan dengan Deklarasi Konstitusi (yang menguraikan transisi tersebut) dan aspirasi demokrasi rakyat Sudan," kata Feltman dalam sebuah pernyataan di Twitter.

"Setiap perubahan pada pemerintah transisi secara paksa membahayakan bantuan AS," katanya.

Televisi negara mulai menyiarkan lagu-lagu patriotik.

Asosiasi Profesional Sudan, sebuah kelompok serikat pekerja yang menjadi kunci dalam memimpin protes anti-Bashir 2019, mengecam apa yang disebutnya "kudeta militer" dan mendesak para demonstran untuk menentangnya dengan keras.

Perkembangan itu terjadi hanya dua hari setelah faksi Sudan yang menyerukan pengalihan kekuasaan ke pemerintahan sipil memperingatkan akan adanya kudeta.

Sudan telah mengalami transisi genting yang dirusak oleh perpecahan politik dan perebutan kekuasaan sejak penggulingan Bashir pada April 2019.

Sejak Agustus 2019, negara itu dipimpin oleh pemerintahan sipil-militer yang bertugas mengawasi transisi ke pemerintahan sipil penuh.

Tetapi blok sipil utama – Forces for Freedom and Change (FFC) – yang memimpin protes anti-Bashir pada 2019, telah terpecah menjadi dua kubu yang berlawanan.

Serikat dokter Sudan telah menyatakan pembangkangan sipil dan penarikan mereka dari semua rumah sakit, termasuk rumah sakit militer.

Para pengunjuk rasa turun ke jalan di beberapa bagian Khartoum membawa bendera Sudan. "Pemerintahan sipil adalah pilihan rakyat" dan "Tidak untuk pemerintahan militer", teriak beberapa dari mereka.

"Kami tidak akan menerima pemerintahan militer dan kami siap memberikan hidup kami untuk transisi demokrasi di Sudan," kata demonstran Haitham Mohamed. "Kami tidak akan meninggalkan jalan-jalan sampai pemerintah sipil kembali dan transisi kembali," kata Sawsan Bashir, pengunjuk rasa lainnya.

Ketegangan antara kedua belah pihak telah lama memanas, tetapi perpecahan meningkat setelah kudeta yang gagal pada 21 September tahun ini.

Hamdok sebelumnya menggambarkan perpecahan dalam pemerintahan transisi sebagai "krisis terburuk dan paling berbahaya" yang dihadapi transisi.

Pada Sabtu, Hamdok membantah desas-desus bahwa dia telah menyetujui perombakan kabinet, menyebutnya "tidak akurat".

Perdana menteri juga menekankan bahwa dia tidak memonopoli hak untuk memutuskan nasib lembaga-lembaga transisi. (AFP/OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya