Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Masyarakat Global Serukan Tindakan Tegas pada Militer Myanmar

Atikah Ishmah Winahyu
28/3/2021 16:19
Masyarakat Global Serukan Tindakan Tegas pada Militer Myanmar
Ribuan demonstran dengan mengangkat tiga jari sebagai menolak kudeta militer yang berlangsung di Monywa, Wilayah Sagaing, Myanmar.n.(Handout / FACEBOOK / AFP)

KEKERASAN yang dilakukan militer Myanmar hingga menyebabkan sekitar 114 orang tewas pada Sabtu (27/3) menuai amarah dari seluruh dunia dan menyerukan tindakan global yang lebih kuat.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, mengutuk keras tindakan junta dan menilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa junta akan mengorbankan nyawa rakyat.

“Saya menyampaikan belasungkawa yang terdalam kepada keluarga para korban. Orang-orang Burma yang berani menolak pemerintahan teror militer," katanya.

Kekerasan ini membuat jumlah warga sipil yang dilaporkan tewas sejak kudeta menjadi lebih dari 440 orang.

Pelapor khusus PBB Tom Andrews mengatakan sudah waktunya bagi dunia untuk mengambil tindakan, jika tidak melalui dewan keamanan PBB kemudian melalui pertemuan puncak darurat internasional.

Dia mengatakan pendanaan kepada junta harus dihentikan, seperti pendapatan minyak dan gas, dan akses ke senjata.

"Kata-kata kecaman atau keprihatinan terus terang terdengar hampa bagi rakyat Myanmar, sementara junta militer melakukan pembunuhan massal terhadap mereka," katanya dalam sebuah pernyataan.

“Warga Myanmar membutuhkan dukungan dunia. Kata-kata saja tidak cukup. Waktunya sudah lewat untuk tindakan yang kuat dan terkoordinasi,” imbuhnya.

Pejabat tinggi militer dari AS dan negara-negara sekutunya mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pasukan keamanan Myanmar, dengan mengatakan militer negara itu telah kehilangan kredibilitas terhadap rakyatnya.

"Sebagai kepala pertahanan, kami mengutuk penggunaan kekuatan mematikan terhadap orang-orang tak bersenjata oleh angkatan bersenjata Myanmar dan dinas keamanan terkait," bunyi pernyataan itu.

Pernyataan bersama tersebut ditandatangani oleh 12 kepala pertahanan dari Australia, Kanada, Denmark, Jerman, Yunani, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Korea Selatan, Inggris dan AS.

Delegasi Uni Eropa untuk Myanmar menggambarkan kekerasan yang terjadi Sabtu (27/3) kemarin sebagai hari teror dan aib. Menteri luar negeri Inggris Dominic Raab, mengatakan akan berupaya untuk mengakhiri kekerasan di Myanmar.

"Kami akan bekerja dengan mitra internasional kami untuk mengakhiri kekerasan yang tidak masuk akal ini, meminta pertanggungjawaban mereka, dan mengamankan jalan kembali ke demokrasi," katanya.

Duta Besar AS Thomas Vajda turut mengutuk keras kekerasan pada Sabtu (27/3) itu.

“Pada Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, pasukan keamanan membunuh warga sipil tak bersenjata, termasuk anak-anak, orang-orang yang mereka bersumpah untuk mereka lindungi,” katanya.

“Pertumpahan darah ini mengerikan. Ini bukan tindakan militer atau polisi profesional,” imbuhnya.

Pernyataan bersama para panglima militer adalah pernyataan langka yang dilakukan oleh para komandan militer paling senior dari negara-negara di dunia, termasuk di Asia dan Eropa.

“Australia mengutuk dengan keras penggunaan kekuatan mematikan yang terus menerus dan mengerikan terhadap warga sipil di Myanmar, termasuk kaum muda dan anak-anak. Kami mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menahan diri, menegakkan aturan hukum dan mengizinkan rakyat Myanmar untuk menggunakan hak mereka untuk melakukan protes damai,” kata Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, pada Minggu (28/3).

Militer Myanmar sejauh ini mengabaikan kritik atas tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat masyarakat.

Jaringan Hak Asasi Manusia Burma yang berbasis di London bereaksi terhadap kekerasan hari Sabtu dengan menyerukan kepada komunitas internasional untuk memperketat sanksi ekonomi terhadap kepentingan bisnis Myanmar dan memberlakukan embargo senjata global dan zona larangan terbang di zona konflik etnis negara itu.

"Setiap hari kengerian yang dilakukan tentara Burma semakin buruk karena mereka semakin putus asa untuk berpegang teguh pada kekuasaan yang mereka curi dari rakyat," kata direktur eksekutif jaringan itu, Kyaw Win.

“Komunitas internasional harus segera merespon untuk mengakhiri mimpi buruk bagi rakyat Burma ini,” imbuhnya.

Sanksi baru yang diberlakukan AS dan Eropa minggu ini meningkatkan tekanan eksternal pada junta, tetapi para jenderal Myanmar telah menikmati beberapa dukungan dari Rusia dan Tiongkok, keduanya adalah anggota pemegang veto dari dewan keamanan PBB yang dapat memblokir potensi tindakan PBB.

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin menghadiri pawai di ibu kota Myanmar Naypyitaw pada Sabtu (27/3), setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya.

Para diplomat mengatakan, delapan negara yakni Rusia, Tiongkok, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos dan Thailand mengirim perwakilan ke parade Hari Angkatan Bersenjata, tetapi Rusia adalah satu-satunya yang mengirim seorang menteri.

Amnesti International menyerukan tanggapan internasional yang lebih kuat, termasuk embargo senjata PBB dan sanksi terhadap para jenderal tinggi, meskipun kekuatan veto Rusia dan Tiongkok di Dewan Keamanan membuat langkah-langkah seperti itu tidak mungkin diloloskan.

“Ini hanyalah contoh terbaru dari tekad otoritas militer untuk membunuh jalan keluar dari perlawanan nasional terhadap kudeta,” kata wakil direktur regional untuk kampanye Amnesty International Ming Yu Hah.

“Pembunuhan ini sekali lagi menunjukkan ketidakpedulian para jenderal atas tekanan yang tidak memadai yang diterapkan sejauh ini oleh komunitas internasional. Akibat dari kelambanan internasional dapat dihitung dari jumlah korban yang jatuh,” imbuhnya. (Aiw/The Guardian/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya