Headline

Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.

Putin Patahkan Isolasi Barat, Trump Akui Rusia Kekuatan Besar

Ferdian Ananda Majni
18/8/2025 14:06
Putin Patahkan Isolasi Barat, Trump Akui Rusia Kekuatan Besar
Presiden AS Donald Trump (kanan) dan Presiden Rusia Vladimir Putin.(Xinhua)

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin menggelar pertemuan di Alaska pada Jumat (15/8) waktu setempat. Pertemuan tersebut bertujuan mencari jalan keluar atas perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.

Dalam beberapa jam diskusi, Putin terlihat berhasil menekankan perlunya penyelesaian damai jangka panjang, bukan sekadar gencatan senjata sementara. Hasil ini dianggap melemahkan strategi Barat yang selama bertahun-tahun berupaya mengisolasi Moskow.

Banyak pengamat menilai Putin keluar sebagai pihak yang diuntungkan dari KTT Alaska. Media pemerintah Rusia menggambarkan Trump sebagai pemimpin berhati-hati, meskipun di Barat dia menuai kritik karena dinilai tidak siap menghadapi Putin.

Media Rusia juga menyoroti detail simbolis, mulai dari karpet merah, fly-over militer, hingga momen saat Trump menunggu Putin lalu mengajaknya masuk ke limosin kepresidenan AS, The Beast.

"Media Barat kini dalam kondisi yang bisa digambarkan sebagai kegilaan yang mendekati histeria," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.

"Selama tiga tahun mereka berbicara tentang isolasi Rusia, dan hari ini mereka melihat karpet merah digelar untuk menyambut Presiden Rusia di Amerika Serikat," tambahnya.

Isu terbesar dalam pertemuan itu tetap soal Ukraina. Trump awalnya datang dengan rencana mendorong gencatan senjata cepat serta mengancam Rusia dan Tiongkok dengan sanksi. Namun, setelah berbicara dengan Putin, dia menyatakan sepakat untuk mengarahkan negosiasi menuju perdamaian permanen.

"Posisi Presiden AS telah berubah setelah berbicara dengan Putin, dan kini diskusi akan fokus pada akhir perang, serta tatanan dunia baru. Persis seperti yang diinginkan Moskow," tulis pembawa acara talkshow Rusia, Olga Skabeyeva, di Telegram.

Sekadar berlangsungnya pertemuan ini sudah disebut sebagai kemenangan diplomatik bagi Putin. Padahal, dia masih berstatus buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas tuduhan kejahatan perang terkait deportasi anak-anak Ukraina. 

Rusia membantah tuduhan tersebut dengan alasan evakuasi dilakukan terhadap anak-anak tanpa pendamping di zona konflik. AS dan Rusia sendiri bukan anggota ICC.

Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyebut pertemuan itu sebagai langkah besar pemulihan hubungan Moskow-Washington. 

"Mekanisme pertemuan tingkat tinggi antara Rusia dan Amerika Serikat telah sepenuhnya dipulihkan," ujarnya.

Namun, tidak semua keinginan Putin terpenuhi. Trump menolak memberikan reset ekonomi yang sangat dibutuhkan Moskow. 

Putin bahkan membawa menteri keuangan dan kepala dana kekayaan negara Rusia ke Alaska untuk membicarakan peluang kerja sama di bidang Arktik, energi, ruang angkasa, dan teknologi. Tetapi Trump menegaskan kepada wartawan bahwa urusan bisnis tidak akan berjalan sebelum perang Ukraina benar-benar berakhir.

Trump juga menahan diri dari langkah yang paling ditakutkan Eropa dan Kyiv yakni menukar kepentingan Ukraina demi kesepakatan dengan Moskow. Dia menegaskan bahwa keputusan akhir tetap ada di tangan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Meski demikian, Trump mengingatkan Zelensky agar bersikap realistis. 

"Rusia adalah kekuatan yang sangat besar, dan Ukraina bukan," sebutnya setelah pertemuan.

Medvedev menilai pernyataan tersebut sebagai tanda bergesernya tanggung jawab. "Poin utamanya adalah kedua pihak langsung menempatkan tanggung jawab pada Kyiv dan Eropa untuk mencapai hasil dalam negosiasi," pungkasnya. (CNBC/Fer/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya