Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

PBB Kutuk Kekerasan di Myanmar dan Serukan Pembalikan Kudeta

Atikah Ishmah Winahyu
11/3/2021 13:45
PBB Kutuk Kekerasan di Myanmar dan Serukan Pembalikan Kudeta
Polisi berjaga di jalanan Kota Yangon, Myanmar.(AFP/STR )

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa mengutuk tindakan keras militer Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta, namun bahasa yang mengancam potensi tindakan lebih lanjut telah dihapus dari teks rancangan Inggris, karena ditentang oleh Tiongkok, Rusia, India dan Vietnam.

Pernyataan presidensial yang ditandatangani oleh 15 anggota menyerukan pengekangan sepenuhnya kepada militer. Pernyataan presidensial adalah satu langkah di bawah resolusi tetapi menjadi bagian dari catatan resmi badan paling kuat PBB.

Baca juga: Lima Negara Tangguhkan Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca

Pernyataan itu menyerukan pembebasan segera para pemimpin pemerintah termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint yang telah ditahan sejak mereka digulingkan dalam kudeta militer 1 Februari.

Kemudian, mendukung transisi demokrasi negara dan menekankan perlunya menegakkan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental serta menegakkan supremasi hukum.

Tapi pernyataan itu lebih lemah dari rancangan awal yang diedarkan oleh Inggris yang akan mengutuk kudeta militer itu sendiri dan mengancam tindakan yang mungkin dilakukan (sanksi) di bawah Piagam PBB jika situasinya semakin memburuk.

Para diplomat mengatakan anggota dewan Tiongkok Rusia, India dan Vietnam keberatan dengan ketentuan dalam draf pernyataan sebelumnya yang lebih kuat.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berharap pernyataan tersebut akan membuat militer menyadari, bahwa sangat penting untuk membebaskan semua tahanan, sangat penting untuk menghormati hasil pemilihan, dan untuk memungkinkan situasi kembali ke transisi demokrasi.

"Saya percaya bahwa penting untuk kembali ke posisi kita sebelum kudeta,” kata Guterres, terlepas dari semua ketidaksempurnaan dalam demokrasi Myanmar, yang berada di bawah kendali militer yang ketat.

Pernyataan dewan tersebut juga membahas tindakan keras militer pada tahun 2017 terhadap Muslim Rohingya di Negara Bagian Rakhine yang melibatkan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran desa-desa yang menyebabkan lebih dari 700.000 orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.

Mereka menyoroti bahwa situasi saat ini berpotensi memperburuk tantangan yang ada di negara bagian Rakhine dan wilayah lain.

Pernyataan itu juga mengungkapkan keprihatinan bahwa perkembangan terakhir menimbulkan tantangan serius tertentu bagi pemulangan pengungsi Rohingya dan orang-orang terlantar internal yang sukarela, aman, bermartabat, dan berkelanjutan.

"Sangat penting bahwa hak-hak minoritas dilindungi sepenuhnya," tegasnya.

Pernyataan itu juga menyerukan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan ke semua orang yang membutuhkan. PBB mendorong upaya dialog dan rekonsiliasi yang konstruktif sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat Myanmar.

Mereka juga memuji upaya berkelanjutan ASEAN untuk terlibat dengan semua pihak terkait di Myanmar.

Dewan menegaskan kembali dukungan untuk utusan khusus PBB Christine Schraner Burgener dan mendorong upayanya untuk menjaga komunikasi serta terlibat secara intensif dengan semua pihak terkait di Myanmar, dan untuk mengunjungi Myanmar secepat mungkin.

Schraner Burgener, yang memiliki kantor di ibu kota, Naypyidaw, mengatakan pekan lalu bahwa militer memberitahunya bahwa waktunya belum tepat untuk berkunjung.

Dia mengatakan dia tidak memiliki solusi, tetapi dia memiliki beberapa ide, bahwa dia ingin berdiskusi dengan militer, Aung San Suu Kyi, anggota parlemen yang digulingkan dan lainnya.

Duta Besar Tiongkok untuk PBB Zhang Jun mendesak komunitas internasional untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para pihak untuk mengatasi perbedaan di bawah kerangka konstitusional dan hukum serta mendukung upaya diplomatik dan mediasi oleh ASEAN dan Schraner Burgener.

“Penting bagi anggota dewan untuk berbicara dalam satu suara. Sekarang saatnya untuk de-eskalasi, diplomasi, dan dialog,” ujar Zhang Jun dalam sebuah pernyataan. (Aiw/The Guardian/CNA/OL-6)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya