Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Kisah Shanghai Selamatkan Ribuan Warga Yahudi dari Holocaust

Atikah Ishmah Winahyu
26/1/2021 17:31
Kisah Shanghai Selamatkan Ribuan Warga Yahudi dari Holocaust
Warga mengunjungi situs bekas sinagoga di Museum Pengungsi Yahudi Shanghai pada hari museum dibuka kembali untuk umum beberapa waktu lalu.(AFP/STR.)

SAAT bayi, Kurt Wick berhasil lolos dari kematian di kamp konsentrasi Nazi dengan berlindung di Shanghai, tempat perlindungan bagi ribuan orang Yahudi yang melarikan diri dari Holocaust. Pria yang kini berusia 83 tahun itu telah menghabiskan dua dekade terakhir untuk menyebarkan berita tentang kota di Tiongkok tersebut menjadi tempat berlindung yang sepertinya tidak mungkin aman dari solusi akhir Adolf Hitler.

"Mereka menyelamatkan 20.000 orang Yahudi. Jika bukan karena itu, saya tidak akan bisa berbicara dengan Anda sekarang," kata Wick.

Pria kelahiran Wina itu dibawa oleh orangtuanya dengan kapal dari pelabuhan Trieste untuk perjalanan ke timur dalam waktu yang lama. "Saya akan menjadi salah satu abu di Auschwitz, seperti keluarga saya yang lain," imbuhnya.

Pada Rabu (27/1) merupakan Hari Peringatan Holocaust Internasional. Ini menandai peringatan pembebasan Auschwitz-Birkenau pada 1945, kamp kematian Nazi terbesar.

Enam juta orang Yahudi tewas selama genosida terburuk dalam sejarah manusia, tetapi Wick dan enam anggota keluarganya dapat melarikan diri dari Eropa ke Shanghai karena tempat itu menjadi salah satu dari sedikit tujuan yang tidak memerlukan visa masuk.

"Orang-orang harus tahu tentang itu karena itu satu-satunya tempat di dunia pada 1939 yang membuka gerbangnya," tuturnya. "Bahkan banyak orang Yahudi tidak mengetahuinya,” tambahnya.

Shanghai menjadi negeri yang asing dan jauh bagi orang-orang Yahudi Eropa dan akan segera diduduki oleh Kekaisaran Jepang yang semakin agresif. Mereka mendapat dukungan dari sejumlah kecil orang kaya Yahudi yang telah berada di kota sejak abad ke-19 dan membantu membangun komunitas yang ramai.

Catatan sejarah menyamakan suasananya dengan kota kecil di Austria atau Jerman. Setelah Perang Dunia II berakhir pada 1945, populasi Yahudi Shanghai menurun tajam ketika mereka kembali ke rumah atau memulai kehidupan baru di tempat lain.

Hubungan khusus

Pihak berwenang Tiongkok jelas sangat ingin sejarah Shanghai sebagai pelabuhan yang aman bagi orang Yahudi untuk mendapatkan lebih banyak eksposur. Pada 2007, Museum Pengungsi Yahudi Shanghai yang dikelola pemerintah dibuka di Hongkou, distrik yang pernah menjadi tempat yang disebut Shanghai Ghetto.

Situs bekas sinagoga dan museum dibuka kembali bulan lalu setelah perluasan besar yang melipatgandakan ukurannya. Bagian tengah museum merupakan dinding dengan tulisan nama ribuan orang Yahudi yang untuk sementara waktu menjadikan kota itu sebagai rumah pada 1930-an dan 1940-an.

Banyak hal yang diperlihatkan di museum tentang orang Yahudi dan Tiongkok yang menderita akibat perang serta saling membantu selama pendudukan Jepang. Museum juga menyoroti orang Yahudi tidak pernah menghadapi prasangka apapun dari Tiongkok. Ini pernyataan yang didukung oleh Wick.

Tetapi dia juga menekankan bahwa Jepang, meskipun bersekutu dengan Nazi Jerman, juga tidak anti-Semit dan sebagian besar orang Jepang yang mengizinkan mereka mengungsi. Kurator museum, Chen Jian, mengatakan ada hubungan khusus antara Shanghai dan Yahudi yang terjadi sebelum para pengungsi dan berlanjut hingga hari ini.

"Meski puluhan tahun telah berlalu dan periode sejarah ini sudah lama berlalu, beberapa pengungsi dan keturunannya tetap menjaga persahabatan yang sangat dalam di antara kami," katanya.

Cerita terbaru

Salah satu Direktur Shanghai Jewish Center, Rabbi Shalom Greenberg, mengatakan kisah orang Yahudi yang menemukan tempat berlindung di Shanghai tidak terungkap selama beberapa dekade dan masih mendapat sedikit perhatian. "Kisah yang diceritakan yaitu mereka yang tidak selamat, tentang situasi mereka yang mengerikan, hal mengerikan yang terjadi di Eropa," kata Greenberg.

"Kisah para penyintas, secara umum, hampir tidak diceritakan,” ungkapnya. Tidak ada pengungsi yang tersisa di Shanghai, tetapi masih ada komunitas kecil Yahudi yang aktif berjumlah sekitar 2.000 orang.

“Prasangka apa pun terhadap mereka tidak pernah terdengar,” kata Greenberg, 49, di Sinagoga Ohel Rachel yang berusia seabad. "Ini adalah salah satu dari sedikit tempat di dunia yang ketika anda berjalan di jalan dan anda mendengar dua orang di belakang Anda berkata dalam bahasa lokal, 'Orang ini Yahudi', anda tidak takut," tuturnya.

"Negeri ini tidak pernah, tidak pernah anti-Semitisme,” tandasnya. (CNA/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik