Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

WHO:Ketimpangan Negara Miskin dan Kaya untuk Dapat Vaksin Covid-19

 Atikah Ishmah Winahyu
19/1/2021 13:56
WHO:Ketimpangan Negara Miskin dan Kaya untuk Dapat Vaksin Covid-19
Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.(Handout / World Health Organization / AFP)

DIREKTUR Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan bahwa dunia kini berada di tepi kegagalan moral karena distribusi vaksin covid-19 tidak merata. Dia mengungkapkan bahwa negara miskin hanya menerima 25 dosis vaksin, sementara itu negara kaya dapat menerima hingga 39 juta dosis.

Guinea adalah satu-satunya negara berpenghasilan rendah yang sejauh ini telah memberikan vaksin Sputnik Rusia hanya kepada 25 orang, termasuk presidennya pada minggu lalu.

Tedros menuturkan bahwa tidak adil jika orang-orang berisiko rendah yang tinggal di negara kaya bisa mendapat vaksin, sementara sebagian besar warga yang lebih membutuhkan di dunia masih belum memiliki akses ke vaksinasi.

“Tidak adil jika warga muda yang lebih sehat di negara kaya divaksinasi sebelum petugas kesehatan dan orang tua di negara miskin,” kata Tedros.

Program berbagi vaksin global, Covax, mengatakan pihaknya sedang bersiap untuk memberikan vaksin pertamanya pada Februari. Namun, mereka harus bersaing dengan negara-negara yang melakukan kesepakatan sendiri untuk mengamankan pasokan vaksin yang terbatas, yang seringkali lebih menguntungkan produsen.

“Ada 44 kesepakatan seperti itu tahun lalu dan 12 kesepakatan ditandatangani pada Januari (2021),” ungkapnya.

Dia menuding negara-negara tersebut membuat harga naik dan berupaya mendahului antrian.

"Ini dapat menunda pengiriman Covax dan menciptakan skenario yang dihindari Covax, dengan penimbunan, pasar yang kacau, respon yang tidak terkoordinasi dan gangguan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan," tuturnya.

“Dunia berada di ambang bencana kegagalan moral dan harga dari kegagalan ini akan dibayar dengan nyawa dan mata pencaharian di negara-negara termiskin di dunia,” imbuhnya.

Direktur jenderal WHO juga mengkritik beberapa produsen karena memprioritaskan vaksin mereka disetujui di negara-negara kaya, di mana mereka dapat memperoleh keuntungan lebih besar, daripada mengirimkan data peraturan ke WHO untuk mempercepat proses persetujuan vaksin untuk dimasukkan ke dalam portofolio Covax.

“Pada akhirnya tindakan ini hanya akan memperpanjang pandemi,” tambahnya,

Dia mendesak negara-negara untuk menghindari kesalahan yang sama yang dibuat selama pandemi HIV, di mana negara-negara kaya dituduh menimbun perawatan selama bertahun-tahun hingga jumlah kematian meningkat menjadi lebih dari 8.000 orang per hari.

Identifikasi varian virus yang lebih menular dalam sebulan terakhir telah meningkatkan perebutan vaksin di antara negara-negara yang mampu membelinya.

Israel, Bahrain, dan UEA telah memberikan dosis per kapita terbanyak, dengan lebih dari satu dari empat orang Israel telah menerima vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech. Lebih dari 6% orang di Inggris telah menerima vaksin, bersama dengan lebih dari 4% warga AS.

Pusat Inovasi Kesehatan Global Universitas Duke memperkirakan persediaan vaksin tidak akan mampu mencakup populasi dunia hingga setidaknya pada 2023 mendatang. (Aiw/The Guardian/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya