Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Tolak Lockdown, Warga Malawi: Kita Bisa Mati Jika di Rumah

Nur Aivanni
21/4/2020 14:58
Tolak Lockdown, Warga Malawi: Kita Bisa Mati Jika di Rumah
Warga Malawi mencuci tangan sebagai langkah antisipasi terhadap penyebaran covid-19.(AFP/Amos Gumulira )

KETIKA sebagian besar pekerja di dunia terjebak dalam kebijakan penguncian wilayah (lockdown) akibat pandemi covid-19, Malawi malah menolak tren tersebut.

Tepatnya setelah pengadilan memblokir upaya pembatasan gerak masyarakat di Malawi. Putusan itu membuat banyak warga merasa lega.

"Seandainya lockdown diterapkan, kita pasti akan mati karena kelaparan dan bukan karena virus korona," cetus penjual pakaian bekas, Thom Minjala, seusai mendengar kabar tersebut.

Baca juga: Malawi Berlakukan Lockdown Selama 21 Hari

Sejauh ini, Malawi mengonfirmasi 17 kasus positif covid-19, termasuk 2 kasus kematian. Kendati demikian, Presiden Malawi, Peter Mutharika, memperingatkan tanpa kebijakan lockdown, wabah covid-19 dapat membunuh sekitar 50 ribu orang.

Mayoritas warga Malawi hidup dengan biaya kurang dari satu dolar per hari. Mereka mencari nafkah dari aktivitas perdagangan informal atau pekerjaan sambilan yang berpenghasilan rendah.

"Tentu saja, kami takut dengan penyakit itu, tetapi ketakutan nomor satu kami adalah kelaparan," ucap Minjala dengan lirih. "Kami tidak punya uang untuk ditabung. Apa pun yang kami hasilkan dari penjualan harian, itu lah yang menjadi uang makan kami," tambahnya.

Tidak lama setelah Presiden Malawi mengumumkan kebijakan lockdown, sejumlah pedagang turun ke jalan sebagai aksi protes. Koalisi Pembela Hak Asasi Manusia pun bergegas ke pengadilan dan mendapatkan perintah tujuh hari untuk menghentikan lockdown. Mereka menuding pemerintah melakukan "pendekatan yang sembrono".

Baca juga: WHO Minta Seluruh Negara Perbanyak Tes Covid-19

"Apa yang kami inginkan adalah keseimbangan hak asasi manusia saat memerangi pandemi. Lockdown itu mungkin dilakukan dengan langkah yang masuk akal dan bukan tindakan sembrono untuk mencegah kebebasan orang," seru pemimpin koalisi, Gift Trapence.

Bagi George Mithengo, seorang penjual di pasar utama Blantyre, berpendapat pemerintah seharusnya melakukan tindakan seperti negara lain, yakni menyediakan bantuan pangan bagi warga miskin.

"Tapi di sini pemerintah hanya bisa menyatakan lockdown. Bagaimana mereka mengharapkan kita untuk bertahan hidup? Kita bisa mati di rumah sendiri," pungkasnya.(France24/OL-11)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya