Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Polisi: Belum Ada Bukti Keterlibatan WNI di Teror Bom Filipina

Ferdian Ananda Majni
07/2/2019 15:35
Polisi: Belum Ada Bukti Keterlibatan WNI di Teror Bom Filipina
(ANTARA)

KEPALA Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan, sejauh ini belum ada konfirmasi secara ilmiah, DNAm dan sejumlah bukti lainya keterlibatan WNI dalam teror bom di Gereja Katolik Pulau Jolo, Filipina Selatan.

"Jadi sampai detik ini belum ada konfirmasi secara, ilmiah, DNA dan lainnya yang mengkonfirmasi bahwa itu benar WNI," kata Iqbal, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (7/2).

Iqbal menambahkan, perwakilan dari pemerintah Indonesia, yakni Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara (BIN), Densus 88, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), telah berada di Filipina dan bertemu dengan otoritas setempat.

"Kemarin sudah diterima oleh Wakapol Filipina, dan yang berangkat adalah Tim gabungan," sebutnya.

Iqbal meminta waktu untuk menyampaikan hasil pertemuan kedua perwakilan negara tersebut.

"Tunggu saja, nanti akan disampaikan ke publik," lanjutnya.

Setelah peristiwa itu terjadi, banyak rumor yang beredar menyebutkan jika pelaku teror diduga WNI. Namun, pihaknya menunjukkan responsif atas aksi terorisme tersebut.

"Kita ingin menunjukkan sinergitas antara kementerian lembaga dan upaya responsif atas kejadian ini karena, di media susah banyak berkembang," pungkasnya.

 

Baca juga: RI Minta Filipina Klarifikasi Pelaku Bom Gereja

 

Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Filipina Sinyo Harry Sarundajang menegaskan Kepolisian Nasional Filipina (PNP) belum merilis bukti keterlibatan warga negara Indonesia (WNI) dalam pengeboman di sebuah gereja di Pulau Jolo, Filipina.

“Otoritas setempat belum mengeluarkan hasil uji DNA serta gambar resmi hasil re­kaman CCTV di lokasi ledakan, yang menyatakan bahwa ke­dua pelaku sebagaimana di­­nyatakan oleh Secretary Ano ialah WNI,” kata Harry dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (6/2).

Dugaan mengenai keterlibatan dua WNI sebagai pelaku bom bunuh diri yang mengakibatkan 22 orang meninggal dunia dan 100 orang luka-luka  itu pertama kali disampaikan Menteri Dalam Negeri (Secretary of Interior and Local Government) Filipina Eduardo Ano.

Dalam sebuah konferensi pers di Provinsi Visayas, Filipina, Jumat (1/2), Ano menyebut pelaku bom bu­nuh diri ialah pasangan suami-istri WNI bernama Abu Huda dan seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya.

Kedua pelaku dibantu Kamah, anggota kelompok Ajang Ajang yang berafiliasi dengan kelompok Abu Sayyaf. Faksi tersebut telah menyatakan du­kungan kepada jaringan teroris Islamic State (IS).

Namun, berdasarkan hasil pendalaman yang dilakukan KBRI Manila dan KJRI Davao, pihak in­te­lijen Filipina (NICA) belum mengetahui dasar penyampaian informasi yang dilakukan Menteri Ano tentang keterlibatan WNI dalam insiden tersebut.

“Saat dihubungi KBRI Manila, pihak NICA secara informal menyatakan keterbukaan untuk melakukan investigasi bersama dengan pemerintah RI,” ujar Harry.

Terkait dengan pernyataan itu, KBRI Manila akan meminta klarifikasi langsung melalui Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri Filipina.

“Nota verbal juga akan dikirimkan pemerintah RI untuk meminta klarifikasi ke­pada pemerintah Filipina serta menyatakan keberatan karena tidak adanya notifikasi dari pemerintah Filipina mengenai dugaan keterlibatan WNI dalam serangan bom di Pulau Jolo,” ujar Harry.

Sementara itu, Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Oscar Albayalde menyebutkan lima anggota kelompok militan Abu Sayyaf yang diyakini berada di balik dua serangan bom terhadap gereja Katolik di Jolo telah me­nyerahkan diri.

Kammah Pae, alias Kamah, merupakan salah seorang dari lima sosok tersebut. Kepolisian Filipina menduga petinggi Abu Sayyaf itu turut membantu dua pelaku penyerangan.

Menurut Oscar, Kamah dan empat rekannya menyerahkan diri karena takut terbunuh dalam operasi gabungan militer dan kepolisian setelah peristiwa pengeboman.

“Dia terpaksa menyerah. Dia mungkin tidak ingin mati dalam serangan militer,” kata Albayalde kepada wartawan, Senin (4/2). (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya