Headline

BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia

Warga Diingatkan Saling Jaga, Jangan Terjebak Divide et Impera

Basuki Eka Purnama
31/8/2025 09:38
Warga Diingatkan Saling Jaga, Jangan Terjebak Divide et Impera
Pasukan kepolian pengendali massa (Dalmas) memblokade pengunjuk rasa yang akan menggeruduk gedung DPR di Pejompongan, Jakarta, Senin, (25/8/2025).(MI/Usman Iskandar)

DEMONSTRASI besar di depan Gedung DPR, akhir Agustus 2025, menjadi perhatian nasional. Ribuan massa dari mahasiswa, pelajar, buruh, hingga pengemudi ojek online tumpah ruah menyuarakan tuntutan, mulai dari penolakan tunjangan DPR yang dinilai berlebihan hingga seruan pembubaran lembaga legislatif tersebut.

Namun, aksi yang awalnya damai berubah ricuh. Data resmi mencatat empat orang meninggal dunia, termasuk Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis polisi. Sedikitnya 14 orang dirawat di RS Pelni, ratusan orang ditangkap, dan sejumlah fasilitas umum rusak akibat pembakaran maupun pelemparan.

Kesaksian dari lapangan juga menyebut adanya upaya provokasi yang sengaja menyalakan api kerusuhan. Mereka diduga menargetkan etnik minoritas, serta mencoba memprovokasi baik demonstran maupun aparat agar bentrokan semakin panas. Aksi ini mengingatkan pada taktik lama dari zaman penjajahan: divide et impera atau pecah belah untuk menguasai.

Di tengah kabar tersebut, suara persatuan datang dari Raden Dymasius Yusuf Sitepu, alumni National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU). Ia bangga melihat kepedulian rakyat, namun prihatin karena sebagian energi justru tersalurkan ke arah yang salah.

MI/HO--Raden Dymasius Yusuf Sitepu

“Keluarga saya dari kalangan ekonomi bawah, sempat susah secara ekonomi. Berjuang dan tahu rasanya apa itu kelaparan. Saya besar di Pejompongan sekitar Bendungan Hilir. Saya mendukung aspirasi perubahan positif rakyat Indonesia. Tapi saya sedih ketika ada pembakaran mobil, penjarahan, hingga pengkambinghitaman etnik Tionghoa. Mereka juga saudara kita dalam perjuangan hidup sehari-hari,” ujar Dymasius.

Menurutnya, bangsa Indonesia harus kembali mengingat semangat Bhinneka Tunggal Ika yang mempersatukan keberagaman. 

“Indonesia sudah jauh lebih pintar. Jangan biarkan tragedi 1998 terulang kembali. Merdeka!” tegasnya.

Bagi Dymasius, semangat “warga jaga warga” adalah kunci. Energi besar rakyat harus diarahkan pada perubahan positif, bukan perpecahan. Ia juga menekankan bahwa tulisannya lahir dari inisiatif pribadi, tanpa titipan atau utusan siapapun.

Sebagai bentuk keterbukaan, ia menambahkan pesan khusus:

“Bila anda melihat ketidakadilan atau hal buruk terjadi secara tidak adil terhadap pihak manapun, jangan sungkan beritahu saya lewat website pribadi saya di www.dymasius.com ada kotak email di sana, atau melalui TikTok saya di @dymasiusdotcom.” (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya