Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

DPR: Anggaran MBG Sebaiknya dari Sektor Kesehatan Bukan dari Pendidikan

M Iqbal Al Machmudi
21/8/2025 21:05
DPR: Anggaran MBG Sebaiknya dari Sektor Kesehatan Bukan dari Pendidikan
Pekerja menyiapkan paket makanan bergizi gratis di Dapur Sehat Anak Bangsa di Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, Senin (6/1/2025).(ANTARA FOTO/Novrian Arbi)

ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menilai pemotongan anggaran pendidikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam RAPBN 2026 kurang tepat dan sebaiknya berasal dari rancangan anggaran sektor kesehatan.

"Kalau saya menyarankan sebenarnya MBG bagusnya masuk ke fungsi kesehatan. Memastikan anak-anak dapat gizi yang baik, karena domainnya adalah domain kesehatan. Sementara penerimanya, penerima manfaatnya anak sekolah, tapi itu bukan masuk ke fungsi pendidikan," kata Ledia saat dihubungi, Kamis (21/8).

Karena yang disebut sebagai fungsi pendidikan terkait dengan proses pembelajarannya maka sebaiknya tidak mengurangi anggaran fungsi pendidikannya. Sehingga dari anggaran pendidikan dalam RAPBN dari Rp757,8 triliun yang disebutkan banyak orang pertama kali dalam sejarah paling tinggi, harus betul-betul terasakan manfaatnya. 

Padahal nominal Rp757,8 triliun itu bisa dipakai untuk peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru/tenaga pendidik, memperbaiki dan meningkatkan fasilitas dan prasarana untuk belajar, mempermudah akses pembelajaran, dan perbaikan lainnya.

"Kalau kita mau bikin pemerataan pendidikan, berarti anak-anak kita bisa mengakses. Kalau dalam bayangan saya, sebetulnya seperti program Sekolah Rakyat itu harusnya dia ada di kantong-kantong di mana masyarakat yang sangat tidak mampu ada di sana. Sehingga anak-anak sekolah tidak terlalu tercerabut dari akar dan bisa dikembangkan di sana, jadi berkembang di sekolah rakyat tersebut," ujar dia.

Menurutnya masih banyak yang bisa dirapihkan, apalagi kalau Rp335 triliun untuk MBG dialokasikannya dari anggaran kesehatan, bukan dari fungsi pendidikan. 

"Karena pendidikan itu ada puluhan ribu sekolah, ada jutaan anak-anak sekolah. Jadi proporsinya itu yang harus kita perhatikan dengan baik," ucapnya.

Perlu diingat bahwa dalam UUD 1945 presentase anggaran untuk pendidikan sekurang-kurangnya 20% baik dari APBN dan APBD. 

"Jadi, kalau kita lihat ya harusnya ketika kemudian pemerintah memutuskan MBG masuk dalam fungsi pendidikan, semata-mata karena penerima manfaatnya adalah siswa, maka harus ditambahkan," ungkapnya.

Jika anggaran pendidikan dipangkas dikhawatirkan akan berdampak pada kegiatan belajar mengajar maupun pembangunan infrastruktur penunjang pendidikan. Sarana prasarana daerah 3T perlu afirmasi yang khusus.

Ia mencontohkan Komisi X DPR RI awal tahun melakukan kunjungan ke Kebupaten Kupang, NTT terdapat ada SMP yang secara Surat Keputusan (SK) sudah ditetapkan utuk didirikan pada tahun 2016 lalu. Namun sampai 2025 belum ada gedungnya dan kegiatan pembelajaran masih numpang di sekolah milik gereja setempat. Selain di NTT ada beberapa sekolah yang DPR RI kunjungi mengalami nasib serupa. 

"Artinya, ketika kemudian kurang-kurangnya 20% itu bukan matok, sudah mentok di 20%, tapi justru kita harusnya semaksimal mungkin bisa dimanfaatkan," pungkasnya.

Diketahui Presiden RI Prabowo Subianto akan menggelontorkan anggaran sebesar Rp757,8 triliun untuk sektor pendidikan, yang menjadikannya terbesar sepanjang sejarah. Namun, anggaran yang super besar itu ternyata dibagi juga untuk program MBG sebesar Rp335 triliun yang rencananya menyasar 82,9 juta orang. Selajutnya dipangkas kembali untuk program Sekolah Rakyat sebesar Rp24,9 triliun, pembangunan Sekolah Garuda Rp3 triliun. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya