Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
INDONESIA menghadapi tantangan besar dalam upaya eliminasi Tuberkulosis (Tb). Dengan lebih dari 1 juta kasus dan 125.000 kematian setiap tahunnya, Tb menjadi ancaman kesehatan serius masyarakat.
Saat ini, Indonesia menempati peringkat kedua kasus Tb terbanyak di dunia, dengan beberapa provinsi di Jawa, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan sebagai penyumbang kasus tertinggi, masing-masing mencatat lebih dari 40.000 kasus.
Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr. Ina Agustina, menegaskan pentingnya akselerasi program penanggulangan Tb secara menyeluruh.
“Setiap jam, 14 orang meninggal karena Tb di Indonesia. Kita harus bergerak bersama. Jika tidak dimulai sekarang, target eliminasi 2030 akan sulit tercapai,” ungkapnya dilansir dari laman resmi Kemenkes.
Pada 2024, Indonesia telah mencatatkan 889 ribu notifikasi kasus tuberkulosis. Namun, pencapaian inisiasi pengobatan TBC sensitif obat (SO) masih berada di angka 81%, di bawah target 90%. Sementara itu, keberhasilan pengobatan Tb resisten obat (RO) baru mencapai 58%, jauh dari target 80%.
Untuk mempercepat eliminasi Tb, Kementerian Kesehatan menerapkan enam strategi utama, termasuk penguatan promosi dan pencegahan, pemanfaatan teknologi, serta integrasi data dengan rumah sakit dan Puskesmas.
“Kami terus memperkuat penemuan kasus dengan pemanfaatan teknologi seperti X-ray portable, Tes Cepat Molekuler, dan PCR, serta memberikan insentif dan SKP bagi tenaga kesehatan yang terlibat,” jelas dr. Ina. Inovasi.
Hal lainnya mencakup e-learning Tb telah diakses lebih dari 491.000 tenaga kesehatan serta penerapan sertifikat kesembuhan otomatis bagi pasien.
Pemerintah juga memperkuat keterlibatan lintas sektor dengan mendorong pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan Tb (TP2TB) sebagaimana amanah dari Perpres No. 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis.
Saat ini TP2TB di 21 provinsi dan 142 kabupaten/kota. Kolaborasi dengan kementerian/lembaga, komunitas, media, serta pemanfaatan dana desa menjadi bagian penting dalam upaya ini.
“Eliminasi Tb bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan. Kita butuh keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi profesi, komunitas, dan media,” tambah dr. Ina.
Sejalan dengan upaya tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diwakili oleh Dr. TBC. Chaerul Dwi menegaskan komitmen pemerintah dalam menurunkan kasus TBC sebesar 50% dalam lima tahun melalui Program Quick Win. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan gratis serta penurunan jumlah kasus secara signifikan.
“Pemerintah daerah memiliki peran strategis dalam kebijakan penanggulangan Tb. Kami mendorong agar setiap daerah dapat menyesuaikan perencanaan dan anggarannya untuk mengatasi masalah ini. Jangan sampai keterbatasan anggaran menjadi kendala,” tegas Dr. Chaerul.
Pada 2025, target nasional yang harus dicapai meliputi 90% deteksi kasus, 100% inisiasi pengobatan, serta tingkat keberhasilan pengobatan di atas 80%. Pencapaian target ini diharapkan dapat mengurangi jumlah kasus dan kematian akibat TBC secara signifikan.
“Pencegahan dan pengobatan TBC harus menjadi prioritas utama. Tanpa kebijakan yang kuat dan anggaran yang memadai, target tersebut sulit dicapai. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memastikan alokasi anggaran yang tepat,” tambah Dr. Chaerul.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Deputi Perwakilan WHO di Indonesia, dr Momoe Takeuchi mengapresiasi Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Kesehatan, atas upaya yang dilakukan selama ini.
Momoe juga mengakui kepemimpinan Kementerian Dalam Negeri dalam memperkuat keterlibatan pemerintah daerah yang merupakan suatu langkah penting dalam mengubah strategi nasional menjadi dampak di tingkat lokal.
“Karena kita tahu: Mengakhiri Tb tidak hanya soal kesehatan. Mengakhiri Tb juga merupakan isu sosial, ekonomi, dan hak asasi manusia. Itulah mengapa keterlibatan masyarakat merupakan inti dari upaya mengakhiri Tb,” kata Momoe.
Dokter Henry Diatmo, menekankan pentingnya peran komunitas dalam upaya eliminasi Tb. Saat ini, komunitas menjalankan enam kegiatan utama dalam program 2024–2026, termasuk investigasi kontak, skrining populasi berisiko tinggi, pendampingan pengobatan, serta monitoring berbasis komunitas melalui platform Lapor Tb.
“Program komunitas Tb telah menjangkau 160 kabupaten/kota dan akan diperluas menjadi 229 wilayah pada tahun 2025. Dari wilayah intervensi di 150 kabupaten/kota, komunitas berhasil berkontribusi sebesar 29% terhadap total kasus yang ter-notifikasi,” jelas dr. Henry.
Capaian terapi pencegahan TBC (TPT) juga meningkat signifikan, dengan 81,2% kontak rumah tangga telah memulai TPT. Komunitas juga berperan dalam mendampingi pasien selama pengobatan melalui konseling, pemantauan minum obat, hingga pendampingan digital. Beberapa daerah seperti DIY dan Kalimantan Barat bahkan telah memberikan insentif serta bantuan transportasi bagi kader komunitas.
Meski banyak praktik baik telah dilakukan, tantangan terbesar masih terletak pada aspek pendanaan. Komunitas mendorong pemerintah untuk mengalokasikan pendanaan nasional yang stabil serta melibatkan sektor swasta dalam investasi alat diagnostik, teknologi digital, dan program CSR. Dukungan perlindungan sosial bagi pasien TBC juga dinilai penting agar mereka dapat menjalani pengobatan hingga sembuh.
WHO menetapkan target eliminasi TBC dengan menurunkan insidensinya menjadi kurang dari 1 kasus per 1 juta penduduk pada tahun 2050. Untuk mencapai target ini, diperlukan berbagai strategi, salah satunya pengembangan dan adopsi vaksin yang lebih baik untuk pencegahan Tb.
Prof. Erlina selaku peneliti utama nasional vaksin Tb mengatakan, vaksin Tb kandidat M72/AS01E saat ini dalam uji klinis fase 3 global yang dimulai Maret 2024. Uji coba ini berlangsung di lima negara, termasuk Indonesia, dengan melibatkan hingga 20.000 peserta, termasuk individu dengan HIV.
“Peserta menerima vaksin atau plasebo dalam uji coba tersamar ganda untuk menilai efektivitas dan keamanannya. Jika berhasil, M72/AS01E bisa menjadi vaksin pertama dalam lebih dari satu abad yang mencegah TBC paru pada remaja dan dewasa,” ujar Prof. Erlina.
Ia menambahkan vaksin ini telah dikembangkan sejak awal 2000-an dan sebelumnya menunjukkan perlindungan sekitar 50% dalam uji klinis fase 2b selama tiga tahun pada orang dewasa yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
WHO memperkirakan bahwa dalam jangka waktu 25 tahun, tingkat perlindungan ini dapat menyelamatkan 8,5 juta jiwa, mencegah 76 juta kasus baru Tb, dan menghemat biaya sebesar USD 41,5 miliar bagi rumah tangga yang terdampak Tb.
Prof. Erlina mengungkapkan, keberhasilan vaksin tidak hanya diukur dari efektivitasnya dalam uji klinis, tetapi juga dari kemampuannya menjangkau dan diterima oleh masyarakat luas. Untuk memastikan vaksin TBC seperti M72/AS01E benar-benar memberikan dampak maksimal, diperlukan perhatian serius terhadap empat aspek penting yaitu: ketersediaan, aksesibilitas, keterjangkauan, dan penerimaan masyarakat.
“Dengan meningkatnya beban TBC di Indonesia, upaya untuk mengembangkan vaksin yang lebih efektif harus didukung oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, peneliti, serta masyarakat luas. Vaksin M72/AS01E memberikan harapan baru dalam pencegahan TBC, sehingga memerlukan waktu dan dukungan agar dapat tersedia untuk masyarakat yang membutuhkan,” kata Prof. Erlina.
Kementerian Kesehatan mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk terus mendukung penelitian dan pengembangan vaksin TBC, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan TBC. Dengan kerja sama yang erat, kita dapat mewujudkan target eliminasi TBC pada tahun 2050 dan menciptakan masa depan yang bebas dari penyakit ini. (H-2)
Pengobatan Tb RO masih memanfaatkan banyak dana hibah luar negeri, yang ke depannya tidak akan terus ada.
Data Tb yang akurat sangat penting untuk perencanaan, monitoring, dan evaluasi program penanggulangan Tb.
Selain upaya percepatan eliminasi Tuberkulosis atau TB di Indonesia, penting untuk menghapus stigma negatif yang melekat pada TB. Stigma sering menjadi penghalang bagi orang dengan TB.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang membidangi pengawasan sektor kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena mendukung upaya eliminiasi tuberkulosis di Indonesia berbasis data dan sains.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved