Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
SEL saraf tidak sekadar sel saraf. Bergantung pada tingkat ketelitian dalam pembedaannya, terdapat ratusan hingga ribuan jenis sel saraf yang berbeda di otak manusia menurut estimasi terkini. Macam-macam sel ini berbeda-beda dalam fungsi, jumlah dan panjang struktur pelengkapnya, serta dalam keterhubungannya.
Sel-sel ini mengeluarkan neurotransmiter yang bervariasi ke dalam sinapsis kita dan, tergantung pada area otak - seperti korteks serebral atau otak tengah - jenis sel yang berlainan akan teraktifkan.
Saat para peneliti menghasilkan sel saraf dari sel induk di cawan petri untuk eksperimen mereka sebelumnya, sulit untuk memperkirakan keragamannya yang sangat besar. Hingga kini, para ilmuwan baru berhasil mengembangkan teknik untuk menumbuhkan beberapa puluh jenis sel saraf secara in vitro.
Mereka mewujudkan hal ini melalui rekayasa genetik atau dengan memasukkan molekul sinyal untuk mengaktifkan jalur sinyal sel tertentu. Namun, mereka tidak pernah mencapai keragaman ratusan atau ribuan tipe sel saraf yang sebenarnya ada.
Neuron yang berasal dari sel induk sering dimanfaatkan untuk mengkaji penyakit. "Namun sampai sekarang, banyak peneliti sering mengabaikan jenis neuron yang mereka pilih," ujar Barbara Treutlein, Profesor di Departemen Sains dan Teknik Biosistem di ETH Zurich di Basel. Akan tetapi, ini bukanlah cara yang paling tepat untuk tugas itu.
“Untuk mengembangkan model kultur sel untuk penyakit dan gangguan seperti Alzheimer, Parkinson, serta depresi, perlu dipertimbangkan jenis sel saraf tertentu yang terlibat.”
Treutlein dan timnya saat ini telah sukses memproduksi lebih dari 400 tipe sel saraf yang berbeda. Dengan cara ini, para peneliti telah memfasilitasi penelitian neurologi dasar yang lebih akurat melalui eksperimen kultur sel.
Para peneliti ETH memperoleh pencapaian ini melalui manipulasi kultur sel punca pluripoten yang diinduksi manusia yang berasal dari sel darah. Pada sel-sel ini, mereka memanfaatkan rekayasa genetik untuk menghidupkan gen pengatur saraf tertentu dan merawat sel dengan berbagai morfogen, sejenis khusus molekul pemicu sinyal.
Treutlein dan timnya menerapkan pendekatan terstruktur, memanfaatkan tujuh morfogen dengan kombinasi dan konsentrasi yang bervariasi dalam uji penyaringan mereka. Ini menghasilkan hampir 200 variasi kondisi eksperimen yang berbeda.
Morfogen merupakan pengantar sinyal yang telah diidentifikasi melalui studi perkembangan embrio. Morfogen tidak tersebar merata di dalam embrio, melainkan muncul dalam konsentrasi yang bervariasi yang membentuk pola spasial.
Melalui cara ini, mereka menetapkan lokasi sel dalam embrio, contohnya apakah sel tersebut terletak dekat sumbu tubuh atau di bagian belakang, perut, kepala, atau tubuh. Dengan demikian, morfogen berperan dalam menentukan bagian mana yang tumbuh di lokasi tertentu dalam embrio.
Para ilmuwan memanfaatkan berbagai analisis untuk menunjukkan bahwa mereka telah menciptakan lebih dari 400 tipe sel saraf yang berbeda dalam eksperimen mereka.
Mereka menganalisis RNA (dan dengan demikian aktivitas genetik) pada tingkat sel tunggal, serta penampilan eksternal sel dan fungsinya: contohnya, tipe pelengkap sel yang dimiliki dalam jumlah tertentu dan sinyal listrik yang mereka hasilkan.
Para peneliti selanjutnya membandingkan data mereka dengan informasi dari basis data neuron yang terdapat dalam otak manusia. Dengan melakukan langkah ini, mereka dapat mengenali jenis-jenis sel saraf yang terbentuk, seperti yang terdapat dalam sistem saraf perifer atau sel-sel otak serta bagian otak yang menjadi asalnya, apakah mereka merasakan sakit, dingin, pergerakan, dan lain-lain.
Treutlein menjelaskan mereka masih belum mampu memproduksi semua jenis sel saraf yang ada secara in vitro. Walaupun demikian, para ilmuwan kini dapat mengakses lebih banyak variasi sel dibandingkan yang dulu.
Mereka berencana memanfaatkan sel saraf in-vitro untuk menciptakan model kultur sel dalam rangka mempelajari berbagai kondisi neurologis yang parah, seperti skizofrenia, Alzheimer, Parkinson, epilepsi, gangguan tidur, dan multiple sclerosis.
Model kultur sel jenis ini sangat dicari dalam penelitian farmasi untuk menguji dampak senyawa aktif baru dalam kultur sel tanpa percobaan pada hewan, dengan harapan akhirnya dapat menyembuhkan kondisi-kondisi tersebut.
Di masa mendatang, sel-sel tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk terapi penggantian sel, yang mengandung penggantian sel saraf yang rusak atau mati di otak dengan sel manusia yang baru.
Namun, terdapat tantangan yang perlu diatasi sebelum hal ini bisa terjadi: peneliti sering kali menghasilkan kombinasi beberapa jenis sel saraf yang berbeda dalam percobaan mereka. Mereka saat ini berusaha meningkatkan metode mereka agar setiap kondisi percobaan hanya menghasilkan satu tipe sel tertentu. Mereka telah memiliki beberapa gagasan awal mengenai cara untuk mewujudkannya. (Science Daily/Z-2)
Penelitian terbaru mengungkap duduk terlalu lama berkaitan dengan penurunan fungsi otak dan peningkatan risiko Alzheimer.
Peneliti melatih dan menguji AI pada lebih dari 3.600 pemindaian, termasuk gambar dari pasien dengan demensia dan orang tanpa gangguan kognitif.
FDA menyetujui tes darah pertama untuk deteksi dini Alzheimer. Diagnosis kini lebih mudah, cepat, dan tanpa prosedur invasif seperti PET scan dan pungsi lumbal.
Kebiasaan tidur larut malam atau begadang terbukti dapat meningkatkan risiko demensia, termasuk Alzheimer.
Lansia di Indonesia menghadapi berbagai masalah kesehatan, termasuk hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved