Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Pertambangan di Pulau Kecil Langgar Aturan dan Hak Masyarakat Adat

Basuki Eka Purnama
18/6/2025 07:36
Pertambangan di Pulau Kecil Langgar Aturan dan Hak Masyarakat Adat
Ilustrasi--Polres Kuantan Singingi (Kuansing) bersama Polsek Singingi Hilir melakukan penertiban kegiatan penambangan emas tanpa izin (PETI) di Pulau Pramuka, Desa Tanjung Pauh, Kecamatan Singingi Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.(MI/Dok Polsek Singingi Hilir)

KEPALA Pusat Studi Agraria (PSA) IPB University Bayu Eka Yulian mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya praktik pertambangan di pulau-pulau kecil, tidak terkecuali di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya yang kini tengah jadi perbincangan hangat. 

Ia menyebut aktivitas pertambangan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan perubahannya dalam UU No 1 Tahun 2014.

"Kalau kita bicara soal Raja Ampat, maka kita bicara tentang ekosistem pulau-pulau kecil. Dan menurut undang-undang, pulau kecil yang luasnya di bawah 2.000 km persegi tidak boleh dijadikan kawasan tambang, karena pada ekosistem pulau kecil pertambangan bukan prioritas," ucap Bayu. 

Dengan luas yang hanya sekitar 60 km persegi, Pulau Gag di Raja Ampat jelas masuk dalam kategori pulau kecil. 

MI/HO--Kepala Pusat Studi Agraria (PSA) IPB University Bayu Eka Yulian

Menurutnya, pertambangan terbuka (open-pit mining) di kawasan seperti ini sangat berisiko, mengingat daya dukung lingkungannya yang rentan terhadap gangguan ekologis. 

"Pulau kecil sangat rentan. Ketika ditambang, akan terjadi perubahan drastis pada ekosistem pulau kecil. Sedimentasi, air keruh, dan hilangnya tutupan hutan menjadi dampak nyata. Lingkungan, air terganggu, terumbu karang rusak, bahkan habitat ikan yang dilindungi terdampak," ujar Bayu.

Ia juga menyinggung aspek sosial yang sangat kompleks. 

"Tanah di Papua itu bukan tanah kosong, ada tata pengaturan adat di dalamnya. Jika izin pertambangan dikeluarkan tanpa persetujuan masyarakat adat, ini akan memicu konflik tenurial yang berkepanjangan," jelasnya.

Menurutnya, apa yang terjadi sekarang ini sudah ada penandanya. Pada 2023, salah satu perusahaan yang ingin menambang di pulau kecil, mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU 27/2007 jo. UU 1/2014 bahwa aturan tersebut menghalangi dan mendiskriminasi kegiatan penambangan di pulau kecil. Lalu berdasarkan Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023, gugatan tersebut ditolak seluruhnya.

"Putusan ini bisa menjadi preseden penting. MK menyatakan bahwa pertambangan di pulau kecil berbahaya bagi ekosistem pulau kecil, abnormally dangerous activity" imbuhnya.

Lebih lanjut, Bayu mengingatkan bahwa pasal 23 ayat 2 dari UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa pemanfaatan pulau kecil diprioritaskan untuk konservasi, pendidikan, penelitian, perikanan, pariwisata, pertanian, dan peternakan.

"Tidak ada satupun disebutkan tentang pertambangan," ujar Dosen Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB University itu.

Ia juga mengkritisi argumen pertumbuhan ekonomi yang sering dipakai untuk membenarkan aktivitas tambang di pulau kecil. 

"Kalau kita hanya mengejar angka pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tanpa menghitung biaya kerusakan lingkungan, maka eksternalitas negatif  jangka panjangnya jauh lebih besar dari keuntungan sesaat," katanya.

Bayu menyerukan agar negara bersikap tegas dan konsisten terhadap peraturan yang sudah dibuat sendiri. 

"Jangan sampai negara justru melegalkan kerusakan dengan dalih pertumbuhan ekonomi. Kita harus jujur bahwa pertambangan di pulau kecil adalah bentuk pelanggaran terhadap undang-undang dan hak masyarakat adat," ungkapnya. 

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa tata ruang terpadu perlu dijadikan dasar utama dalam pembangunan nasional dan perlindungan lingkungan hidup. 

"Jika kita mau menambang, hal pertama yang harus dipastikan adalah tidak melanggar tata ruang," ucapnya. 

Bayu menyatakan bahwa pulau kecil tidak pernah diprioritaskan untuk aktivitas pertambangan karena daya dukung ekosistemnya yang terbatas.

Menurutnya, Indonesia harus segera menerapkan kebijakan satu peta (one map policy) secara sungguh-sungguh, yang menjadi rujukan seluruh kementerian dan lembaga terkait. 

"Selama ini, peta yang dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan itu sering kali tidak selaras, masing-masing sektor punya peta sesuai kepentingannya" imbuhnya.

Peristiwa di Raja Ampat, kata Bayu, hanyalah 'puncak gunung es'. Ia mendesak evaluasi total terhadap seluruh izin tambang di pulau-pulau kecil Indonesia, termasuk di Kalimantan dan Sulawesi. 

"Kita perlu menjadikan momentum ini sebagai refleksi nasional. Jangan sampai sawah subur berubah jadi pabrik, dan pulau kecil yang rentan malah ditambang," pungkasnya. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya