Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Istri tidak Kunjung Hamil, Bisa Jadi karena Faktor Suami

Basuki Eka Purnama
17/6/2025 05:30
Istri tidak Kunjung Hamil, Bisa Jadi karena Faktor Suami
Ilustrasi(Freepik)

DALAM kehidupan rumah tangga, kehadiran seorang anak sering kali dianggap sebagai pelengkap kebahagiaan dan simbol keberhasilan membangun keluarga. Banyak pasangan memimpikan momen-momen membesarkan anak bersama, yang menjadi bagian penting dari cita-cita berumah tangga. 

Namun, kenyataannya, tidak semua pasangan dapat dengan mudah mewujudkan impian tersebut. Proses memiliki keturunan kadang kala menjadi perjalanan panjang yang penuh tantangan, terutama ketika pasangan menghadapi masalah kesuburan yang tidak terlihat secara kasat mata.

Sayangnya, dalam masyarakat kita masih ada yang berpandangan bahwa kesulitan memiliki anak lebih sering disebabkan oleh pihak perempuan. Akibatnya, fokus pemeriksaan dan pengobatan acap kali hanya tertuju pada sang istri, sementara potensi gangguan dari pihak suami cenderung diabaikan. 

Padahal, gangguan kesuburan bisa disebabkan oleh faktor pria maupun wanita, bahkan dalam banyak kasus, keduanya berkontribusi secara bersamaan. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa kesuburan adalah tanggung jawab bersama, dan pemeriksaan menyeluruh terhadap kedua pasangan sangat diperlukan untuk mendapatkan solusi yang tepat.

Dokter Konsultan Urologi dari PanAsia Surgery Group, Singapura,  Jay Lim Kheng Sit, menjelaskan, gangguan kesuburan atau infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk membuahi pasangan perempuan yang subur (usia <35 tahun) melalui hubungan seksual tanpa pelindung secara rutin selama lebih dari 12 bulan. 

Pada pasangan muda, rata-rata tingkat keberhasilan hamil secara kumulatif adalah 80% di tahun pertama dan 95% di tahun kedua. Namun, jika usia perempuan di atas 35 tahun, tingkat ini turun menjadi 80% di tahun kedua. 

Dalam banyak kasus, pasangan bisa saja hamil secara spontan setelah 12 bulan tanpa intervensi medis, sehingga cukup umum bila pasangan baru mulai mencari pengobatan setelah dua tahun mencoba.

“Konsepsi atau pembuahan melibatkan dua pihak, suami dan istri. Penelitian menunjukkan, sekitar 35% kasus infertilitas disebabkan oleh faktor dari keduanya, dan dalam 10% kasus, masalah murni berasal dari pihak pria,” terang Jay, dalam kunjungannya di Jakarta, Sabtu (14/6).

Kualitas Sperma: Kontribusi Pria terhadap Kehamilan

Lebih lanjut Jay menjelaskan, dalam proses reproduksi, sperma merupakan kontribusi biologis dari pihak pria. Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sperma harus memenuhi tiga kriteria penting: jumlah yang cukup, kualitas yang optimal, dan kemampuan bergerak yang baik untuk mencapai dan membuahi sel telur. 

Sayangnya, berbagai gangguan pada sperma kerap menjadi penyebab utama infertilitas pria.

Beberapa gangguan itu mencakup oligozoospermia, yaitu kondisi ketika jumlah sperma berada di bawah ambang normal; azoospermia, yaitu kondisi tanpa adanya sperma sama sekali dalam ejakulasi; asthenospermia, yang merujuk pada pergerakan sperma yang lemah atau lambat; serta teratozoospermia, yaitu bentuk sperma abnormal dan tidak sesuai untuk membuahi. 

“Gangguan-gangguan ini bisa terjadi secara terpisah maupun bersamaan, dan diperkirakan memengaruhi sekitar 80% pria dengan masalah kesuburan,” papar Jay, yang juga ahli di bidang bedah robotik.

Penyebab Infertilitas Pria: Empat Kategori Utama

Penyebab infertilitas pria, lanjut Jay, dapat dibagi ke dalam empat kategori besar. Pertama, gangguan hormonal dan sistemik yang memengaruhi antara 5% hingga 15% kasus. 

Hormon berperan penting dalam mengatur produksi sperma, dan ketidakseimbangan hormon—baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh dari penyakit atau kondisi medis tertentu—dapat menghambat proses ini secara signifikan.

Kategori kedua adalah masalah produksi sperma di dalam testis, yang mencakup sekitar 70% hingga 80% kasus. Kondisi seperti kriptorkidisme (testis tidak turun ke skrotum), kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter, infeksi virus, paparan radiasi, konsumsi obat tertentu, hingga keberadaan varikokel dapat berdampak besar terhadap kemampuan testis menghasilkan sperma yang sehat.

Kategori ketiga mencakup gangguan pada proses transportasi sperma. Meski hanya terjadi pada sekitar 2% hingga 5% kasus, kelainan pada saluran sperma seperti vas deferens atau saluran ejakulasi dapat menyebabkan sperma tidak mencapai ejakulasi, meskipun diproduksi secara normal.

Yang terakhir adalah kasus infertilitas pria yang tidak diketahui penyebabnya. Meski seluruh parameter sperma dinyatakan normal berdasarkan pemeriksaan laboratorium, pasangan tetap tidak berhasil memperoleh kehamilan meski sudah melalui evaluasi menyeluruh. Kondisi ini mencakup sekitar 10% hingga 20% kasus.

Faktor Tambahan yang Memengaruhi Kesuburan

Di luar gangguan produksi dan transportasi sperma, terdapat pula sejumlah faktor lain yang dapat memengaruhi kesuburan pria. 

Disfungsi ereksi, yang dapat disebabkan oleh stres, kelelahan, atau rendahnya dorongan seksual, sering menjadi penghalang dalam proses pembuahan. 

Selain itu, kualitas sperma dapat menurun seiring bertambahnya usia atau akibat adanya varikokel—pelebaran pembuluh darah di testis yang meningkatkan suhu di sekitar area tersebut dan mengganggu produksi sperma.

Penggunaan pelumas saat berhubungan seksual juga bisa berdampak negatif, terutama jika mengandung bahan spermisida yang dapat membunuh sperma. 

Frekuensi hubungan seksual yang terlalu jarang atau tidak tepat waktunya, khususnya jika tidak disesuaikan dengan masa ovulasi pasangan, menjadi faktor lain yang menghambat kehamilan. 

Dorongan seksual yang rendah, yang bisa dipengaruhi oleh obesitas, diabetes, atau kadar testosteron yang rendah, juga berdampak terhadap kemungkinan pembuahan.

Tidak kalah penting adalah kondisi fimosis—kulit kulup penis yang terlalu ketat—yang menyebabkan rasa sakit saat berhubungan dan dapat menghambat proses ejakulasi secara efektif. 

“Dalam kasus ini, sunat atau sirkumsisi bisa menjadi pilihan solusi,” kata Jay.

Proses Diagnostik: Langkah Awal untuk Solusi

Untuk menelusuri penyebab masalah kesuburan, langkah pertama yang dilakukan adalah wawancara medis dan seksual secara menyeluruh. Informasi tentang usia, riwayat kehamilan sebelumnya, waktu dan frekuensi hubungan seksual, penggunaan pelumas, kondisi kesehatan secara umum, serta indeks massa tubuh sangat penting untuk dianalisis secara detail. Proses konsultasi ini akan jauh lebih efektif apabila dilakukan bersama pasangan.

Pemeriksaan fisik menyeluruh dilakukan, dengan penilaian ukuran testis menggunakan alat khusus yang disebut Prader orchidometer, serta pemeriksaan terhadap adanya kelainan pada penis, seperti fimosis atau abnormalitas bentuk lainnya. 

Pemeriksaan dasar yang wajib dilakukan adalah analisis semen untuk mengevaluasi kualitas sperma, termasuk jumlah, gerakan, dan morfologi. 

Jika diperlukan, dokter juga akan melakukan pemeriksaan hormon melalui darah, USG skrotum untuk melihat adanya kelainan struktural, serta tes genetik untuk mengidentifikasi gangguan bawaan.

Pilihan Pengobatan: Dari Gaya Hidup Hingga Teknologi Reproduksi

Apabila penyebab infertilitas telah ditemukan dan dapat diobati, maka tersedia berbagai pilihan pengobatan untuk meningkatkan peluang kehamilan. 

Perubahan gaya hidup menjadi langkah pertama yang paling sederhana namun sering efektif. Ini meliputi berhenti merokok, menjaga berat badan tetap ideal, menghindari paparan racun atau bahan kimia berbahaya, dan menggunakan celana dalam yang mendukung bagi penderita varikokel. 

Selain itu, pasangan disarankan untuk memperhatikan frekuensi hubungan seksual dan menghindari pelumas yang mengandung bahan spermisida, serta menyesuaikan waktu hubungan dengan masa ovulasi wanita untuk memaksimalkan peluang pembuahan.

Bila diperlukan, dokter juga dapat meresepkan obat-obatan untuk mengatasi disfungsi ereksi atau memperbaiki parameter sperma. 

Dalam kasus tertentu, intervensi bedah mungkin dibutuhkan, seperti perbaikan varikokel, pengambilan sperma langsung dari testis melalui prosedur TESA (Testicular Sperm Extraction), atau melalui MESA (Microsurgical Epididymal Sperm Aspiration), yaitu pengambilan sperma dari saluran epididimis.

“Jika masalah utama terletak pada pengantaran sperma, maka teknologi reproduksi berbantu seperti In Vitro Fertilization (IVF), Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI), atau Intrauterine Insemination (IUI) dapat menjadi solusi yang membantu pasangan dalam mencapai kehamilan yang diharapkan,” pungkas Jay. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya