Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
DI momentum Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Internasional yang diperingati setiap 16 Juni, pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) perlu didorong kembali. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta DPR dan pemerintah segera mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.
Komisioner Komnas Perempian Devi Rahayu menyebut pengesahan RUU PPRT adalah langkah konkret untuk menghapus ketidakadilan struktural dan memastikan bahwa setiap kerja dihargai, dilindungi, dan diakui secara bermartabat.
“Siapa pun mereka tidak boleh ditinggalkan (leave no one behind). Penundaan pengesahan RUU PPRT hanya akan memperkuat impunitas kekerasan kepada PRT di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (16/6).
Komnas Perempuan percaya bahwa PRT menopang kehidupan domestik dan sistem sosial dalam masyarakat. Lebih dari itu, PRT adalah tenaga kerja perempuan berketerampilan yang mengampu kerja perawatan yang kontribusinya sangat penting bagi keluarga dan negara.
Komisioner Yuni Asriyanti menegaskan bahwa PRT berperan penting dalam melakukan kerja perawatan keluarga, anak-anak, orang tua, dan mereka yang membutuhkan dukungan jangka panjang di ranah domestik. “PRT memungkinkan banyak perempuan berpartisipasi di ruang publik karena kerja perawatan domestik di dalam rumah dilakukan oleh mereka,” katanya.
Menurutnya, kerja perawatan yang dilakukan oleh PRT merupakan bagian integral dari ekonomi perawatan (care economy). Hal itu ialah kerja yang menopang kehidupan sehari-hari, memastikan keberlangsungan rumah tangga, mendukung partisipasi perempuan dalam pasar kerja, dan menopang sistem sosial secara keseluruhan.
Di sisi lain, PRT masih menjadi kelompok pekerja yang paling rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020-2024, setidaknya terdapat 128 PRT menjadi korban kekerasan.
Data ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap PRT terus berulang menggambarkan posisi PRT sebagai kelompok pekerja berada dalam relasi kerja yang timpang, tanpa pengakuan dan tanpa jaminan keadilan.
“Salah satu kasus yang terdokumentasikan oleh Komnas Perempuan menunjukkan bagaimana seorang PRT di Jakarta, yang merupakan korban perdagangan orang, mengalami kekerasan seksual sejak hari pertama bekerja. Kasusnya tidak pernah diproses dan justru diselesaikan di luar jalur hukum tanpa mempertimbangkan hak dan pemulihan korban. Hal ini mempertegas lemahnya sistem perlindungan bagi PRT,” ungkap Komisioner Irwan Setiawan. (H-3)
KETUA Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Ariati Dina Puspitasari mempertanyakan nasib RUU PPRT yang masih digantung selama lebih dari dua dekade.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan diselesaikan paling lambat pada Agustus 2025
Komnas HAM juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar.
Komnas HAM mendesak DPR RI dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
Koalisi masyarakat sipil tetap mengawal dengan ketat agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) disahkan DPR RI
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved