Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
RANCANGAN Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dinilai perlu mengatur tegas soal legalitas penyalur kerja. Penyalur pekerja rumah tangga (PRT) wajib terdaftar di pemerintah.
"Penyalur itu harus mendapatkan legalitas dari pemerintah. Kalau penyalur tidak dapat legalitas, ya kayak investasi bodong gitu loh. Jadi kan, yang namanya perusahaan yang mau investasi, semua terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Pujiyono Suwadi saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) penyusunan RUU PPRT di Badan Legislasi (Baleg) DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/5).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS) itu mengatakan penyalur harus bersertifikasi. Bahkan, agar aspek-aspek itu dipenuhi, penyalur PRT ini bisa diwajibkan menjadi badan usaha.
"Syarat untuk terdaftar harus, misalnya adalah badan usaha berbadan hukum, atau seperti apa," ucap Pujiyono.
Pujiyono menyoroti hal itu lantaran mayoritas PRT bekerja dalam kurun waktu yang lama. Bahkan, hingga memiliki keturunan.
Menurut dia, melalui penyalur yang memiliki legalitas, para PRT dapat diberikan nilai tambah untuk mengasah keterampilan. Penyalur bertanggungjawab untuk memberikan pelatihan keterampilan, yang diharapkan jadi modal PRT untuk beralih ke profesi yang lebih baik.
"Ada mekanisme mereka memberikan pelatihan. Sehingga mereka bekerja di situ itu tidak selamanya disalurkan itu. Ya selama mungkin lima tahun, sepuluh tahun kemudian mereka beralih profesi yang lain," ujar Pujiyono. (Fah/P-3)
KETUA Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PPNA) Ariati Dina Puspitasari mempertanyakan nasib RUU PPRT yang masih digantung selama lebih dari dua dekade.
Komnas Perempuan mengingatkan bahwa selain proses hukum pada pelaku, pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan bagi korban harus dilakukan.
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan diselesaikan paling lambat pada Agustus 2025
Komnas HAM juga melakukan kajian yang mengungkap bahwa PRT masih hidup tanpa kepastian kerja, perlindungan hukum, dan jaminan kerja yang manusiawi.
PENGESAHAN UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang dinilai lambat membuat potensi ketimpangan gender di masyarakat semakin besar.
Komnas HAM mendesak DPR RI dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved