Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Komisi XIII DPR Kritik Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi Soal Vasektomi dan Militerasi Anak

Rahmatul Fajri
06/5/2025 15:45
Komisi XIII DPR Kritik Kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi Soal Vasektomi dan Militerasi Anak
ANGGOTA Komisi XIII DPR RI Pangeran Khairul Saleh.(Dok. Antara)

ANGGOTA Komisi XIII DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengkritik kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi terkait wacana menjadikan prosedur vasektomi sebagai syarat menerima bantuan sosial (bansos) dan program militerisasi bagi siswa bermasalah. Menurutnya, kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan keadilan sosial.

Pangeran menyebut kebijakan mewajibkan vasektomi demi mendapatkan bansos tidak dapat dibenarkan dalam sistem demokrasi. Ia mengatakan bansos merupakan hak konstitusional warga yang dijamin oleh negara.

“Bansos adalah hak konstitusional warga negara yang tidak boleh dikaitkan dengan prosedur medis yang bersifat pribadi dan permanen. Usulan tersebut tidak hanya cacat secara etika, tetapi juga menabrak prinsip-prinsip hukum dan kemanusiaan," kata Pangeran melalui keterangannya, Selasa (6/5).

Pengeran mengatakan vasektomi secara medis memang dapat berperan dalam mengendalikan kelahiran. Akan tetapi, vasektomi merupakan ranah privat yang tidak bisa dipaksakan. “Terlebih jika vasektomi dikaitkan dengan pemenuhan hak dasar seperti bansos. Usulan seperti ini jelas melanggar HAM, karena memaksa seseorang untuk menjalani prosedur medis yang bersifat pribadi sebagai prasyarat memperoleh hak dasar," tegasnya.

Terkait rencana Dedi Mulyadi itu, Pangeran mengingatkan pada masa Orde Baru, program KB pernah dijalankan dengan tekanan administratif dan minim partisipasi publik, yang akhirnya menimbulkan trauma sosial jangka panjang.

“Saya khawatir hal serupa bisa terulang jika pendekatan seperti ini kembali digunakan tanpa memperhatikan konteks sosial dan hak individu. Menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat miskin mendapat bantuan dari Pemerintah juga terkesan diskriminatif,” ucapnya.

Adapun Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mengusulkan agar vasektomi atau program Keluarga Berencana (KB) pria itu dijadikan syarat bagi masyarakat prasejahtera untuk menerima bansos. Dedi menyebut tujuan kebijakan ini adalah untuk menekan angka kelahiran dan menurunkan kemiskinan.

Dedi pun berencana menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan mulai beasiswa hingga berbagai bantuan sosial dari provinsi. Hal ini bertujuan pemberian bantuan pemerintah, termasuk dari provinsi, lebih merata dan tidak terfokus pada satu pihak atau satu keluarga saja, mulai dari bantuan kesehatan, kelahiran, hingga bantuan lainnya.

Selain persoalan vasektomi, Pangeran juga mengkritik militerisasi anak di sekolah melalui program-program kedisiplinan berbasis militer yang mulai dijalankan di Jawa Barat. Ia mengatakan langkah tersebut bertentangan dengan Konvensi Hak Anak dan prinsip pendidikan yang humanis.

“Anak-anak harus tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mental dan fisik secara utuh, bukan ditanamkan doktrin kekerasan atau kedisiplinan ekstrem,” katanya.

Ia mengatakan pengiriman siswa bermasalah ke barak militer berisiko menciptakan normalisasi kekerasan dan militerisasi terhadap anak-anak.

"Semestinya Pemda membina karakter generasi muda melalui pendekatan pendidikan humanis, bukan dengan model yang cenderung represif dan mengarah pada militerisme. Anak-anak bukan objek eksperimen kebijakan yang tidak berbasis kajian," pungkasnya.

(H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya