Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KELULUSAN Ujian Komprehensif Lisan Nasional, tersangka Zara Yupita Azra (ZYA) dalam kasus perundungan (bullying) dan penerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang menuai sorotan kemudian dibekukan.
Salah seorang tersangka kasus perundungan dan pemerasan PPDS Anestesi Undip yakni ZYA diketahui berhasil lulus ujian Komprehensif Lisan Nasional sebagaimana seperti diumumkan Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif melalui akun Instagram resmi @kolegium.anestesiologi, 12 April 2025.
Kelulusan ujian tersangka ZYA yang merupakan senior korban perundungan dan pemerasan dr Aulia Risma Lestari tersebut banyak dipertanyakan dan menuai sorotan publik termasuk Kementerian Kesehatan serta membuat kemarahan keluarga korban, karena dipandang aneh dan tidak menghormati hukum yang masih berjalan.
Setelah ramai disorot atas kelulusan tersebut, apalagi diduga ada percepatan dari seharusnya tahun 2028 menjadi 2025, Kolegium Anestesi dan Terapi Intensif Indonesia (KATI) memastikan kelulusan tersangka bernama Zara Yupita Azra (ZYA) dibekukan dengan menunda pemberian sertifikat kompetensi hingga proses hukum mahasiswi PPDS Undip itu inkrah.
"Keputusan ini diambil setelah dilakukan rapat yang dihadiri oleh pengurus inti kolegiun serta panitia pusat ujian komprehensif lisan nasional pada hari yang sama," kata Ketua KATI Reza Widianto Sudjud.
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Nomor 0340/KATI/K/IV/2025, tertanggal 18 April 2025, lanjut Reza Widianto Sudjud, peserta didik atas nama dr. Zara Yupita Azra dinyatakan ditunda untuk diberikan sertifikat kompetensi sehubungan dengan kasus tindak pidana yang disangkakan kepadanya hingga proses hukum yang dijalani memiliki kekuatan hukum tetap.
Kuasa hukum keluarga korban Misyal Achmad mengaku kecewa atas keikutsertaan dr. Zara Yupita Azra di Ujian Komprehensif Lisan Nasional ini, karenanya keluarga selalu menuntut pencopotan status dokter dari tiga tersangka itu.
Menurut Misyal Achmad pencopotan status dokter perlu di lakukan karena ketiga tersangka telah mengalami gangguan mental, sehingga tidak layak untuk menjalankan praktik kedokteran.
“Kejadian ini bukan hanya terjadi pada saat ini, sebelum-sebelumnya sudah terjadi, mental mereka itu telah rusak karena praktik perundungan selama PPDS,” katanya. (H-4)
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) RI melakukan investigasi ke sejumlah kampus terkait kasus perundungan atau bullying . Salah satunya di Universitas Airlangga Surabaya.
Kemendikbud-Ristek akan menerbitkan peraturan menteri tentang perluasan pencegahan perundungan di PPDS.
Pengamat meminta penegakan hukum yang sesuai dan juga sanksi seberat-beratnya jika ditemukan ada kasus perundungan yang dilakukan di perguruan tinggi.
Kemendikbud-Ristek akan membuat Peraturan Menteri terkait dengan pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi menjadi perluasan aturan yang lebih komprehensif.
Kolaborasi dari Kemenkes dan Kemendikbud-Ristek diharapkan bisa menjadi upaya pemantauan dan pencegahan kasus bullying pada PPDS.
FAKULTAS Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) mengakui telah terjadi bullying atau perundungan pada peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Ketiga tersangka itu adalah TE, SM, dan Zr yang merupakan para senior korban di program pendidikan itu.
TIGA tersangka kasus perundungan (bullying) dan pemerasan terhadap Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Semarang mempunyai jabatan mentereng.
Namun, salah satu tersangka, Ketua Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Undip, TEN, mangkir dari pemeriksaan dengan alasan sakit.
KASUS dugaan perundungan dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memasuki babak baru.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved