Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Hentikan Kegiatan Usaha Pemicu Bencana di Cijeruk dan Sukabumi

Atalya Puspa
23/3/2025 13:55
Hentikan Kegiatan Usaha Pemicu Bencana di Cijeruk dan Sukabumi
MENTERI Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq.(Antara)

MENTERI Lingkungan Hidup/ Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq bersama dengan Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen Rizal Irawan melakukan kunjungan ke dua lokasi bencana di Jawa Barat, yakni Cijeruk dan Sukabumi pada Sabtu (22/03/25).

Dalam kesempatan itu, Hanif mengambil langkah tegas terhadap aktivitas usaha yang diduga menjadi penyebab kerusakan lingkungan di dua kawasan rawan bencana tersebut.  

Melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, verifikasi lapangan dilakukan dan ditemukan sejumlah pelanggaran serius yang berkontribusi terhadap bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

Hanif dalam pernyataan resminya,  menekankan bahwa kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan  hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan  warga dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Bencana banjir di Desa Cijeruk menjadi bukti nyata dampak dari pembangunan tanpa izin di  wilayah hulu Sungai Cibadak. Dua kegiatan usaha teridentifikasi sebagai penyebab utama  kerusakan lereng dan meningkatnya debit air bercampur sedimen ke sungai:

1. PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS)
Perusahaan ini tengah membuka lahan seluas hampir 40 hektare untuk proyek ekowisata. Namun, kegiatan pembukaan badan jalan sepanjang 1,5 km dengan lebar 10 meter dilakukan tanpa dokumen lingkungan maupun izin berusaha.

Pengelolaan air  larian (run off) dari lahan terbuka tidak dilakukan, sehingga meningkatkan risiko erosi  dan aliran lumpur ke sungai.

2. PT Amoda (Awan Hills)
Kegiatan pembangunan hotel cabin dilakukan di area lereng yang curam tanpa persetujuan lingkungan. Jalan akses yang dibangun terhubung langsung dengan jalan  milik PT BSS.

Total area bukaan lahan mencapai 1,35 hektare, dengan indikasi kuat  terjadinya longsor di beberapa titik yang berdekatan dengan mata air Sungai Cibadak.

Kondisi-kondisi tersebut tidak hanya menunjukkan pelanggaran terhadap ketentuan perizinan, namun juga potensi kerusakan ekosistem hulu yang krusial bagi pengendalian banjir  dan ketersediaan air bersih di wilayah hilir.

KLH/BPLH juga menemukan sejumlah pelanggaran di Sukabumi, khususnya pada kegiatan  pertambangan dan peternakan skala besar, yakni CV Java Pro Tam Perusahaan ini tidak lagi beroperasi sejak 2022, namun meninggalkan lahan bekas  tambang seluas 4,74 hektare tanpa reklamasi. Padahal, dana jaminan reklamasi telah disetor sejak 2014.

Berdasarkan asas contrarius actus, KLH/BPLH akan meminta Dirjen  Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi segera.

3. CV Duta Limas
Melakukan penambangan zeolit dan batu gamping di dua lokasi berbeda. Temuan  
lapangan menunjukkan aktivitas pengolahan dilakukan tanpa dokumen dan  persetujuan lingkungan. Selain itu, pelanggaran terhadap kaidah pertambangan  meliputi: tidak adanya kolam endap lumpur, erosi yang menyebabkan longsor, hingga  tidak dilakukan pemantauan kualitas air dan udara.

4. PT Japfa Comfeed
Memiliki lahan peternakan ayam seluas 60 hektare dan telah membangun 32 kandang  aktif. Meskipun telah mengantongi beberapa izin, perusahaan ini belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan pengelolaan limbah B3 belum sepenuhnya sesuai  ketentuan.

Sebagai bentuk respons, KLH/BPLH telah menyusun rencana aksi sebagai berikut:
1. Penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda, sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi.
2. Koordinasi dengan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah untuk memastikan reklamasi lahan bekas tambang dan pemulihan lingkungan dilakukan secara tuntas.
3. Penerapan sanksi administratif dan/atau pidana lingkungan hidup terhadap setiap pelanggaran yang terbukti membahayakan ekosistem dan masyarakat.
4. Peningkatan pengawasan lintas sektor, termasuk pendekatan kolaboratif dengan masyarakat, akademisi, dan media dalam menjaga kawasan rawan bencana.

"Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang  mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh  pembangunan yang bertanggung jawab, yang menghargai alam," ujar Hanif.

KLH/BPLH mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjadikan kasus Cijeruk dan Sukabumi sebagai pelajaran penting. Pembangunan harus berpihak alam sebagai ekosistem terpadu yang menyokong kehidupan manusia. Pada akhirnya, pembangunan keberlanjutan adalah investasi terbaik untuk generasi mendatang. (Ata/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya