Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SIAPA yang tak tahu membaca itu bermanfaat? Aktivitas sederhana ini memiliki dampak yang luar biasa bagi otak dan tubuh kita.
Lebih dari sekadar mengisi waktu luang, membaca buku bisa meningkatkan fungsi otak, memperbaiki daya ingat, dan menjaga otak agar tetap aktif seiring bertambahnya usia. Bahkan, dengan kebiasaan membaca yang teratur, kita bisa menurunkan kemungkinan terkena Alzheimer.
Semua manfaat ini membuat buku terasa seperti jendela ajaib ke dunia yang lebih cerdas, tetapi ada satu pertanyaan penting yang kini mencuat apakah semua cara membaca memberikan manfaat yang sama?
Di dunia modern ini, kita terjebak dalam pilihan buku kertas atau e-reader? Buku kertas memiliki pesonanya sendiri kehangatan kertas yang kita sentuh, aroma tinta yang khas, serta kenyamanan membuka lembar demi lembar.
Sedangkan e-reader dengan kepraktisannya yang ringkas dan fleksibilitas dalam membawa banyak buku sekali jalan, jelas menawarkan kemudahan. Meskipun begitu, penelitian ilmiah terbaru mulai menunjukkan bahwa untuk memperoleh manfaat maksimal dalam hal kesehatan otak, buku kertas lebih unggul.
Buku bukan hanya sekadar cerita atau informasi. Mereka adalah alat latihan otak yang sangat efektif. Membaca secara teratur dapat memperlambat penurunan fungsi memori yang alami seiring bertambahnya usia.
Penelitian yang dilakukan ahli saraf di Universitas Emory di Atlanta menemukan membaca novel yang seru dapat merangsang konektivitas otak dan membuat perubahan dalam cara otak kita terhubung dengan berbagai bagian. Menariknya, perubahan ini tidak hanya sesaat, tetapi bisa berlangsung hingga lima hari setelah membaca.
Ada satu hal yang menarik perhatian dalam sebuah studi dari Universitas Stavanger, Norwegia. Penelitian ini menemukan orang yang membaca buku menggunakan e-reader, seperti Kindle, memiliki ingatan yang lebih buruk tentang urutan kejadian dalam cerita dibandingkan mereka yang membaca buku cetak. Hal ini bisa dijelaskan oleh keterlibatan indra kita yang kurang maksimal ketika membaca menggunakan e-reader.
Buku cetak melibatkan lebih banyak indra, termasuk indra peraba dan visual, yang membantu otak kita membangun gambaran mental yang lebih jelas tentang cerita.
Buku cetak juga memberikan petunjuk visual yang lebih kuat tentang di mana kita berada dalam cerita, seperti ketebalan halaman yang kita pegang. Sensasi membalik halaman memberikan rasa kemajuan yang mendalam, dan kemampuan untuk dengan mudah kembali ke halaman sebelumnya untuk merujuk kembali menjadikan pengalaman membaca lebih intens dan mendalam. Semua ini berperan dalam meningkatkan daya ingat jangka panjang.
Selain manfaat untuk otak, membaca buku juga bisa meningkatkan kualitas tidur kita. Di dunia yang semakin tergantung pada perangkat digital, kita sering kali lupa betapa pentingnya melepaskan diri dari layar sebelum tidur. Cahaya biru yang dipancarkan oleh ponsel, komputer, dan tablet bisa mengganggu produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur kita. Akibatnya, tidur menjadi lebih sulit dan kualitas tidur pun menurun.
Membaca buku cetak dapat memberi sinyal ke tubuh bahwa saatnya untuk tidur. Tanpa gangguan cahaya biru dari layar, membaca buku kertas memberi efek menenangkan yang bisa membantu tubuh dan pikiran kita bersiap untuk tidur yang lebih nyenyak.
Dr Nick Patel, seorang dokter spesialis paru, menyarankan agar kita menghindari gadget setidaknya 30 menit sebelum tidur. Dengan memberikan waktu untuk membaca buku cetak, kita bisa merasakan manfaat relaksasi dan tidur yang lebih berkualitas.
Selain itu, ada tren menarik yang muncul di kalangan peneliti "membaca lambat". Ini bukan tentang memperlambat kecepatan membaca, tetapi lebih kepada menikmati waktu untuk membaca dengan fokus tanpa gangguan teknologi. Membaca tanpa distraksi selama 30 hingga 45 menit setiap hari bisa melibatkan otak secara maksimal, mengurangi stres, dan meningkatkan konsentrasi. Ini adalah cara yang efektif untuk menjaga kesehatan otak dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. (Mather Hospital/Z-3)
Studi dari SGH dan NNI mengungkap perkembangan skoliosis idiopatik remaja (AIS) lebih dipengaruhi faktor otak daripada tas berat atau postur buruk.
Studi terbaru yang dipublikasikan PLOS Mental Health mengungkapkan remaja dengan kecanduan internet mengalami perubahan dalam kimia otak dan konektivitas fungsional.
Untuk pemenang lomba makan otak-otak, bakal diambil tiga tercepat total hadiah pemenang hingga Rp3,7 juta.
Obat untuk mengatasi kantuk atau microsleep ialah beristirahat atau tidur yang cukup dengan kualitas yang baik.
Gejala yang bisa dijadikan patokan untuk deteksi dini ialah jika hingga usia bayi 18 bulan (1,5 tahun) belum bisa menegakkan kepala (head lag)
Mengetik terlalu lama dan duduk di posisi yang sama dalam waktu lama, termasuk mengendarai motor, bisa memicu munculnya neuropati.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved