Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
DOKTER spesialis syaraf Prof Yuda Turana menjelaskan pembuluh darah di otak bisa pecah antara lain karena tekanan darah terlalu tinggi atau adanya kelainan pada pembuluh darah.
"Pembuluh darah bisa pecah karena tekanan yang tinggi, sehingga tidak tahan dengan tekanan ini, sehingga dia pecah, atau memang pada dasarnya ada kondisi kelainan sudah tipis," kata Yuda, dikutip Kamis (19/12).
"Jadi kasus pecahnya pembuluh darah itu paling utama, kita harus tahu faktor risiko utamanya," lanjutnya.
Dokter lulusan Universitas Indonesia yang kini berpraktik di Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta itu mengibaratkan pembuluh darah seperti pipa yang berfungsi membawa cairan berisi oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian tubuh.
Pipa tersebut bisa mengembang dan berisiko pecah kalau tekanan cairan di dalamnya terlalu kuat, melampaui kemampuan pipa untuk menahannya.
Prof Yuda menjelaskan pembuluh darah bisa membengkak dan kemudian pecah pada pasien yang mengalami hipertensi menahun atau mendadak mengalami tekanan darah tinggi.
Menurut dia, dinding pembuluh darah yang tipis atau rapuh juga bisa menyebabkan pembuluh pecah.
"Pipa yang rapuh dan ini bisa dibawa secara genetik atau karena proses degeneratif atau penuaan. Pipa jadi rapuh, sering pada orang tua tanpa tekanan darah tinggi, pipa rapuh dan gampang pecah," katanya.
Prof Yuda mengatakan keparahan akibat pecahnya pembuluh darah pada otak bergantung pada tingkat pendarahan dan lokasi pendarahan terjadi.
"Volume darah makin banyak risiko kematian makin besar, tetapi juga lokasi penting. Pendarahan biasanya tidak banyak, tapi letaknya di batang otak jelas fatal," katanya.
"Jadi kematian itu bisa karena besar volumenya atau lokasinya, tidak semata-mata dari volumenya," tambahnya.
Yuda menekankan pentingnya penerapan pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan sehat, rutin melakukan aktivitas fisik, menjauhi
alkohol dan rokok, serta menghindari stres untuk mencegah hipertensi.
Rektor Unika Atma Jaya itu menyarankan individu berusia 40 tahun ke atas secara berkala mengukur tekanan darah agar bisa mendeteksi dini peningkatannya. (Ant/Z-1)
Obesitas berdampak pada menurunnya daya ingat, konsentrasi, hingga risiko penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, stroke, dan demensia.
Gejala seperti mudah lupa, sulit fokus, atau brain fog sering dianggap remeh, padahal bisa menjadi tanda awal penurunan fungsi kognitif.
Seorang pria di Amerika Serikat terdiagnosis neurocysticercosis, infeksi cacing pita di otak, setelah bertahun-tahun mengonsumsi bacon kurang matang.
Code Stroke merupakan sistem yang dirancang untuk memastikan penanganan segera terhadap pasien yang dicurigai mengalami stroke.
Kemajuan teknologi dan hasil riset yang menjanjikan pada tikus telah membuka jalan bagi pengobatan untuk gangguan otak yang mematikan.
Penelitian Universitas Michigan membantah klaim pelatihan musik meningkatkan pemrosesan suara. Hasil studi besar ini ungkap fakta mengejutkan.
Tingginya tekanan darah (hipertensi) dapat menimbulkan sakit kepala berlebih hingga menjadi tanda dari masalah serius seperti pecahnya pembuluh darah di otak. Simak penjelasannya.
Aneurisma otak, yang sering dikaitkan dengan usia lanjut, ternyata juga dapat menyerang kelompok usia muda.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved