Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

JPPI Terima 573 Laporan Kasus Kekerasan di Lembaga Pendidikan, Mayoritas di Dalam Sekolah

M Iqbal Al Machmudi
27/12/2024 15:32
JPPI Terima 573 Laporan Kasus Kekerasan di Lembaga Pendidikan, Mayoritas di Dalam Sekolah
Ilustrasi(MI/M IQBAL AL MACHMUDI)

JARINGAN Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melakukan pemantauan terhadap kasus kekerasan yang ada di lembaga pendidikan baik di sekolah, madrasah, maupun pesantren. Data yang diterima selama 2024 ada 573 kasus kekerasan.

"Awalnya sedikit yang melapor. Namun karena keluar Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 sehingga masyarakat berani melapor, mengungkap, atau spek up. Data 2003 ke 2004 lonjakannya sampai lebih dari 100 persen. Pada 2023 dilaporkan 285 kasus yang diterima, tetapi sampai akhir tahun ini sudah 573 kasus. Artinya peningkatannya bisa sampai lebih dari 100 persen," kata Koordinator JPPI Ubaid Matraji dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (27/12).

Pemantauan kasus dilakukan melalui berita-berita kasus kekerasan di media massa yang diberitakan oleh koran, daring, dan seterusnya. Kemudian JPPI juga membuka kanal pengaduan di Instagram, dan website.

"Jadi dari 3 kanal ini kemudian kita tarik sebuah kesimpulan bagaimana fenomena yang terjadi di 2024," ujarnya.

Ia menyebut kasus kekerasan di lembaga pendidikan belum pernah mengalami penurunan, justru dari tahun ke tahun mengalami menanjak. 

Adapun kekerasan yang terjadi sering kali terjadi lingkungan sekolah dan pesantren. Data menunjukkan, kasus kekerasan paling banyak terjadi di sekolah sekitar 64%. Sementara di lembaga pendidikan berbasis agama ditemukan 36% kasus kekerasan, dengan rincian di madrasah 16% dan pesantren 20%.

"Ini catatannya justru malah jumlah kasus kekerasan di pesantren lebih tinggi daripada kasus yang ada di madrasah. Padahal mestinya sekolah yang memiliki asrama seperti pesantren pengawasannya 24 jam, tapi nyatanya lebih rawan terjadinya kasus-kasus kekerasan," ungkapnya.

"Sehingga ini menjadi penting di level kebijakan baik di Kementerian Agama maupun di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah," sambungnya.

Selanjutnya, locus kejadian kekerasan yang di dalam sekolah atau di dalam madrasah, kemudian di luar sekolah berarti di luar pagar sekolah atau madrasah dan yang warna hijau itu adalah di dalam pesantren atau di dalam sekolah yang punya asrama. 

"Jadi ternyata mayoritas kejadian kekerasan di sekolah itu terjadi di dalam sekolah, bukan di luar sekolah, jumlahnya 58%. Kejadian kekerasan itu bukan di luar sekolah, bukan di luar pesantren, tetapi di dalam sekolah," paparnya.

Sehingga sangat disayangkan sekolah berasrama bahkan pesantren kejadian di dalam asrama atau di dalam pesantren jumlahnya 15%. Yang seharusnya pengawasannya itu 24 jam, justru luput dari pengawasan. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya