Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Mendiktisaintek: Jangan Didik Anak dengan Ilmu yang Segera Diganti Automasi

Ihfa Firdausya
19/12/2024 15:58
Mendiktisaintek: Jangan Didik Anak dengan Ilmu yang Segera Diganti Automasi
Menteri Pendidikan Tinggi Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro di sela-sela acara OSC Awards & Indonesia Rector Forum 2024 di Kompleks Media Group, Kedoya, Jakarta Barat, Kamis (19/12).(MI/Ihfa Firdausya)

DI Indonesia diperkirakan ada 23 juta pekerjaan yang akan digantikan automasi hingga 2030. Untuk itu, Menteri Pendidikan Tinggi Sains, dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro mendorong perguruan tinggi untuk melihat relevansi ilmu yang diajarkan.

"Teman-teman kampus sekalian perlu hati-hati, jangan didik anak-anak kita dengan ilmu yang segera diganti oleh automasi. Kita harus cari cara lain, didik anak-anak kita dengan ilmu yang masih akan ada pada tahun-tahun ke depan," kata Satryo dalam acara OSC Awards & Indonesia Rector Forum 2024 di Kompleks Media Group, Kedoya, Jakarta Barat, Kamis (19/12).

Meskipun ada 23 juta pekerjaan yang hilang, akan ada peluang 27-46 juta baru yang akan lahir. Masalahnya, kata Satryo, pekerjaan-pekerjaan baru ini adalah sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.

"Ini tantangan untuk kita semua, terutama teman-teman di kampus, bagaimana kita bisa mengajarkan anak didik kita ilmu yang kita tidak tahu. Kalau saya sekarang ngajar di ITB dengan ilmu yang saya tahu zaman dulu, udah gak cocok," ungkapnya.

"Ada gap antara ilmu yang kita kuasai sekarang dengan harapan anak-anak di masa depan. Apalagi ada 10 juta pekerjaan yang kita belum tahu bagaimana mengajarkannya. Tapi dosen gak mungkin diganti oleh AI. Jadi kita mesti berubah. Kita harus learn, unlearn, dan relearn. Ubah cara kita mengajari mahasiswa dengan cara yang sesuai dengan masa depan," paparnya.

Di sisi lain, kemampuan literasi juga perlu diperkuat. Satryo mengaku pernah menyurvei 500 CEO di Indonesia untuk memberikan satu pertanyaan, yakni kelemahan utama apa yang dimiliki oleh lulusan S1 perguruan tinggi Indonesia?

Persentase tertinggi adalah lemahnya kemampuan membaca, diikuti kelemahan menulis, etos kerja, dan komunikasi.

"99,9% CEO menjawab, yang paling tinggi sekali persentase kelemahannya, tidak bisa baca, gak bisa memaknai bacaan. Berikutnya, tidak bisa menulis. Masuk akal, bagaimana bisa menulis kalau tidak bisa membaca," ujarnya.

"Artinya di kampus kita pun tolong pastikan mereka itu punya literasi baca yang kuat. Jadi kalau kita mau benahi kampus kita, gampang, perbaiki baca mereka, lalu menulis, work habit ditingkatkan, rajin dan sebagainya. Komunikasi dan teamwork juga harus dibentuk," pungkasnya. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya