Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pohon Nipah dengan Sekitar 10 Ragam Manfaatnya Bagi Perekonomian Warga Pasar Rawa, Langkat

Denny Parsaulian Sinaga
05/12/2024 15:24
Pohon Nipah dengan Sekitar 10 Ragam Manfaatnya Bagi Perekonomian  Warga Pasar Rawa, Langkat
(kiri-kanan) Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Penghijauan Maju Bersama, Kasto Wahyudi; Sekretaris Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Maju Bersama Kuliner Sabaria Hasibuan; Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Pasar Rawa, Rudi Irwansyah Putra dan(MI/Denny Sinaga)

WARGA Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara menemukan ‘harta karun’ dalam bentuk pohon nipah. Nipah  atau (Nypa fruticans) yang tumbuh di hutan bakau atau mangrove di tepi laut ini memiliki segudang manfaat bagi perekonomian masyarakat setempat.

Ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Pasar Rawa, Rudi Irwansyah Putra, 40, mengatakan, tanaman mangrove yang ada di wilayah setempat tumbuh dengan sempurna. Bahkan pohon nipah yang melimpah di sana bisa menghasilkan ragam manfaat untuk masyarakat. ''Ini kalau dulu saya kecil lagi mandi, satu hari saya makan ini saja pak. Teman-teman saya bilang, kalau buah yang bisa dimakan monyet pasti bisa dimakan manusia,” ujar Rudi sambil menunjukkan sebatang pohon nipah di saung Desa Pasar Rawa, Selasa (3/12/2024).

Hal itu dikatakan Rudi saat media gathering yang digelar Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dan World Bank. Kedua lembaga ini menginisiasi program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR), sebuah aksi konservasi dan rehabilitasi mangrove. Rudi mengaku, sejak lahir dan tumbuh di Pasar Rawa, dia baru mengetahui bahwa pohon nipah memiliki manfaat yang cukup besar bagi perekonomian warga. Dari pohon itu, setidaknya ada 10 manfaat ekonomi.

Mulai dari daunnya sebagai atap, air nira bunga nipah dapat diolah menjadi gula, buah nipah yang masih muda dapat dijadikan makanan seperti kolang-kaling. Kemudian lidi dari daun bisa digunakan sebagai sapu, tepung nipah dan sebagainya. “Batangnya dilenturkan dulu, setelah itu kami sadap batangnya sehingga keluar air warna putih bersih, tapi agak kental. InsyaAllah airnya manis, lalu setelah dimasak kurang lebih dua jam akan terjadi pembekuan dan menjadi gula nipah,” jelasnya.

Dia bersyukur, masyarakat setempat mendapat banyak pesanan gula nipah hingga 5-6 kilogram per hari. Ternyata, lanjut dia, kandungan gula nipah ini cukup aman dikonsumsi penderita diabetes dan hipertensi. “Ini (hasil nipah) ternyata sangat menjanjikan bagi masyarakat Pasar Rawa dan jujur, ini satu butir gula nipah seberat 250 gram kami jual Rp10.000, orang enggak nawar,” tuturnya.

Rudi mengatakan setelah disadap, batang nipah bisa mengeluarkan air hingga 10-20 liter. Hasil sadapannya dapat diolah menjadi gula aren. “Buahnya buat manisan, alhamdulillah sudah kami praktikkan dan rasanya enak. Ternyata buahnya yang agak setengah mengkal (matang) itu bisa dibuatkan keripik nipah,” jelasnya.

“Saya rasa satu pohon nipah ini, banyak banget manfaatnya. Ternyata ini harta karun di Pasar Rawa yang mana masyarakat tidak paham dan tidak tahu, mungkin ini semua terjadi karena kami belajar sehingga kami ada ide untuk mengembangkannya,” lanjut Rudi.

Pertahankan mangrove
Warga Desa Pasar Rawa merasakan begitu banyak manfaat dengan kehadiran berbagai jenis pohon mangrove di tempat tinggalnya. Tidak hanya menanam, mereka juga turut menjaga pohon mangrove dari ancaman peralihan ke perkebunan kelapa sawit. “Setelah kami menanam dan menjaga mangrove, dampak dan manfaatnya sudah kami rasakan, terutama setelah hutannya bagus, lalu rimbun lagi ternyata biota lautnya berkembang dan makin banyak, ikan bisa dibuat sebagai keripik Baronang Crispy,” ungkapnya.

Dari berbagai jenis mangrove, lanjut dia, terselip pohon nipah yang banyak di sana. Meskipun sulit dijangkau karena menggunakan perahu, tapi tak menyurutkan niat warga setempat untuk memanfaatkan keberadaannya. “Jadi satu pohon nipah yang ada di Pasar Rawa ini ternyata bisa ada tujuh hingga 10 manfaatnya ekonomi baru bagi kami. Selama ini kami tidak tahu, ternyata ini bisa dimanfaatkan dan bisa menjadi tambahan cuan bagi ibu-ibu di sini,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekretaris Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Maju Bersama Kuliner Sabaria Hasibuan mengaku, telah memiliki pekerjaan baru dengan kehadiran hutan mangrove. Salah satunya adalah mengelola ikan Baronang menjadi kudapan Baronang Cripsy yang dijual ke pasar domestik.

“Di kampung, pekerjaan kan nggak ada, apalagi ibu-ibu. Contohnya seperti saya, saya kan, jangankan kuliah, tamat SMA pun saya nggak. Jadi gara-gara ini, alhamdulillah, ibu-ibu yang nggak bekerja jadi bekerja,” kata Sabaria.

Menurutnya, satu bungkus keripik Baronang Crispy dijual dengan harga Rp15.000 dengan varian rasa original dan balado. Warga di Pasar Rawa berencana membuat varian rasa baru untuk kalangan muda setelah rumah produksi dibangun. “Rencana lain seperti itu, nanti kalau rumah produksi kami sudah jadi, kami buat, produksinya sudah lancar, sudah maksimal, kami punya harapan kami bisa mencari rasa lain yang diminati kalangan anak muda sekarang,” katanya.

Sabaria juga ingin membuat Baronang Crispy dengan harga Rp5.000 per bungkus. Langkah itu dilakukan untuk menjangkau masyarakat ekonomi menengah ke bawah. “InsyaAllah nanti kami bisa juga buat varian rasa baru dan kemasan baru,” ucap dia.

Sabaria mengklaim, sudah mendapat permintaan pesanan dari Malaysia untuk keripik Baronang Crispy tersebut. Pada tahun 2025, KUPS akan mengurus perizinan BPOM dan Kementerian Kelautan RI. “Izin dari BPOM dan dari Kementerian Kelautan serta nilai gizi harus ada kalau kami ekspor. Karena di luar sana orang kalau belanja itu kan bukan lihat rasa atau apa, tapi lihat kandungan gizinya,” pungkas Sabaria. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya