Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

BRIN dan Tiongkok Bahas Tantangan dan Solusi untuk Lautan

Atalya Puspa
29/11/2024 14:21
BRIN dan Tiongkok Bahas Tantangan dan Solusi untuk Lautan
Pantai di Ternate dicemari sampah.(Dok. Antara)

BADAN Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Ministry of Natural Resources (MNR) Tiongkok mengadakan Forum Kerja Sama Maritim Tiongkok dengan Negara-Negara Asia Tenggara ke-8. Forum ini bertujuan mempererat hubungan maritim antara Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara, menghadirkan berbagai pakar maritim internasional, termasuk Vladimir Ryabinin, mantan Sekretaris Eksekutif Komisi Oseanografi Antarpemerintah UNESCO.

Ryabinin dalam pemaparannya menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi lautan akibat perubahan iklim dan kerusakan ekosistem laut. Ia menyoroti pentingnya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 14 yang berfokus pada konservasi kehidupan bawah laut. Menurutnya, dengan laut mencakup 71% permukaan bumi, perannya sangat krusial dalam menjaga keseimbangan ekosistem global.

“SDG 14 memiliki sepuluh target ambisius untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Namun, tantangan utama adalah bagaimana mewujudkannya di tengah kerusakan laut yang semakin parah akibat perubahan iklim,” ujar Ryabinin.

Ia menjelaskan bahwa dampak perubahan iklim, seperti peningkatan suhu laut, kerusakan terumbu karang, dan penurunan biodiversitas, semakin memprihatinkan. Fenomena El Niño dan pemanasan global turut memperburuk situasi dengan meningkatkan frekuensi bencana alam seperti tsunami dan siklon tropis.

Meski menghadapi banyak tantangan, Ryabinin juga menyoroti solusi global yang mulai diupayakan, seperti komitmen dalam Konvensi Keanekaragaman Hayati untuk melindungi 30% area laut dunia pada 2030. Namun, ia menekankan bahwa efektivitas kebijakan tersebut membutuhkan koordinasi antarnegara yang lebih baik.

“Banyak protokol internasional tentang laut, tetapi koordinasi antarnegara masih lemah. Kita perlu integrasi yang lebih baik,” tambahnya.

Ryabinin juga menyoroti pentingnya riset ilmiah untuk memahami perubahan kondisi laut. Ia mencatat bahwa pendanaan untuk riset laut masih sangat terbatas, dengan hanya 1,7% dari anggaran penelitian global yang dialokasikan untuk sains laut.

“Kita butuh lebih banyak data dan observasi untuk mengambil langkah yang efektif,” tegasnya.

Sebagai langkah strategis, Ryabinin mengusulkan integrasi sistem pengelolaan laut di tingkat global dan peningkatan kapasitas riset serta pemodelan ilmiah. Menurutnya, hal ini penting untuk merespons perubahan di lautan lebih cepat sekaligus mengurangi risiko akibat polusi, eksploitasi berlebihan, dan perubahan iklim.

Ia menutup dengan ajakan untuk meningkatkan kolaborasi antara negara, sektor swasta, dan peneliti. “Kerja sama internasional dan keterlibatan sektor swasta dalam riset serta pengelolaan sumber daya laut adalah kunci untuk melindungi lingkungan laut bagi generasi mendatang,” ujar Ryabinin. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya