Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Perdagangan Karbon RI di COP29 Dinilai Hanya Omong Kosong

Atalya Puspa
13/11/2024 14:18
Perdagangan Karbon RI di COP29 Dinilai Hanya Omong Kosong
DIREKTUR Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bima Yudhistira(Dok. Antara)

DIREKTUR Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bima Yudhistira menilai, perdagangan karbon yang digembar-gemborkan Indonesia pada Conference of the Parties (COP) ke-29 di Baku, Azerbaijan merupakan omong kosong belaka.

"Di COP29, Hashim sebagai utusan khusus presiden menyatakan Indonesia punya 557 juta ton kredit karbon yang sudah terverifikasi. Itu menurut saya halusinasi," kata Bima dalam acara diskusi publik Membongkar Narasi Palsu Perdagangan Karbon, Rabu (13/11).

Dalam national statement yang dipaparkan Hashim Djojohadikusumo di COP-29, bursa karbon bahkan diharapkan menjadi salah satu motor ekonomi Indonesia untuk keluar dari industri ekstraktif. Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi lebih dari 8% per tahun dan memastikan pembangunan yang hijau, tangguh, dan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia

Menurut Bima, sejauh ini Indonesia sudah memiliki bursa karbon yang telah dijalankan di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun, nyatanya, bursa karbon bahkan bukanlah sesuatu yang menarik bagi pengusaha dalam negeri. Pasalnya, berdasarkan ata OJK dari 28 September 2023 hingga 28 Juni 2024, perputaran uang di bursa karbon di Indonesia hanya di bawah Rp40 miliar.

"Kita sudah bilang bahwa punya bursa karbon, dan sebagainya-sebagainya,. Tapi nyatanya itu gak menarik. Terus mau dijual? Ini jadi kayak flexing saja jatuhnya, menjual pepesan kosong yang gak ada isinya," imbuh Bima.

Menurut dia, perdagangan karbon pun bukan menjadi jalan keluar dalam mengatasi krisis iklim yang disebabkan oleh industri ekstraktif saat ini. Skema perdagangan karbon yang memungkinkan industri penyumbang emisi gas rumah kaca tetap berjalan, tapi di sisi lain melakukan tanggung jawab dengan membeli hutan di tempat lain, dinilai Bima merupakan sebuah kesalahan logika.

"Emisi yang dihasilkan perusahaan di suatu tempat dan emisi dari pembakaran fosil, itu gak sama dengan emisi yang di-capture oleh hutan. Meskipun hutannya adalah hutan alam dan bukan buatan, itu gak sama dengan segampang itu. Dan itu tidak bisa dibuktikan secara sains," tegas Bima. (Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya