Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) menjadi isu yang sedang menyeruak belakangan ini. Kabarnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sedang mempertimbangkan untuk kembali menggunakan sistem UN. Menanggapi persoalan tersebut, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim sangat menyayangkan jika Kemendikdasmen di bawah kepemimpinan Abdul Mu’ti ingin mengembalikan UN sebagai penentu kelulusan.
“Jelas ini suatu langkah mundur karena pemberhentian UN adalah aspirasi dari hampir seluruh stakeholder pendidikan, para pakar, aktivis pendidikan, dan guru selama bertahun-tahun,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (29/10).
Lebih lanjut, Satriwan menegaskan bahwa UN tidak layak dijadikan sebagai standar kelulusan anak-anak. Pasalnya, anak-anak hanya belajar untuk ujian bukan untuk membangun karakter dan kompetensi.
“Pola yang terbangun adalah teaching to the test. Lalu motivasi anak juga hanya ingin mendapatkan nilai berupa angka,” kata Satriwan.
Di sisi lain, mata pelajaran dalam UN hanya 5-6 mata pelajaran, padahal anak-anak belajar lebih dari 10 mata pelajaran. Sehingga mata pelajaran yang tidak ada di dalam UN akan menjadi hal yang tidak penting bagi anak-anak dan dikesampingkan atau disepelekan.
“Ini psikologi yang terbangun dulu. Jadi UN membentuk anak yang apatis. Sedangkan pelajaran seperti agama, kewarganegaraan, olahraga, seni bukan jadi mata pelajaran yang penting bagi anak-anak. Padahal pelajaran itu untuk membangun karakter anak bangsa. Ini kan sebuah bentuk tindakan yang sangat tidak menunjukkan pendidikan itu sendiri karena anak hanya belajar mata pelajaran tertentu yang masuk UN,” tegasnya.
Menurutnya, UN jelas harus ditolak karena memiliki konsep diskriminatif dan tidak berkeadilan. Hal ini didasarkan pada UN yang diberlakukan sama untuk seluruh siswa di Indonesia. Padahal kondisi siswa, sekolah, guru, dan kualitas sarana dan prasarana sangat beragam.
“UN itu justru bentuk represi negara pada siswa karena anak-anak hanya diuji dalam waktu singkat atau dalam waktu 3 hari saja. Padahal mereka belajar 3 tahun hanya untuk 3 hari saja,” ucap Satriwan.
UN juga dikatakan hanya akan meningkatkan kecemasan dan stres. Bahkan dulu terdapat kasus banyak anak melakukan tindakan bunuh diri karena pelaksanaan UN.
“Apalagi ada keamanan dan pihak kepolisian terlibat membawa senjata serta isu kebocoran ujian. Nah ini justru menimbulkan tindakan curang, kebohongan, dan upaya kecurangan yang bermuara pada nilai integritas yang hilang. Makanya UN memperburuk citra anak bangsa termasuk para guru karena mereka akan berupaya agar sekolahnya UN tinggi skornya. Alhasil guru berlomba-lomba melakukan tindakan kecurangan,” tuturnya.
“Sehingga tujuan pendidikan yang utama yaitu meningkatkan kompetensi dan membangun karakter anak bangsa tidak tercapai karena yang terjadi adalah sebaliknya, karena karakter yang tercipta adalah kebohongan, kecurangan berpikir instan pragmatis dan lainnya,” lanjut Satriwan.
Fundtastic kembali menunjukkan komitmennya dalam membangun generasi cerdas finansial dengan mendukung acara Graduation Sekolah Kanisius tahun ini.
Terdapat potensi tumpang tindih dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional antara sekolah rakyat, sekolah gratis, dan sekolah garuda
PRESIDEN Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintahannya terhadap sektor pendidikan. Dalam pidato yang disampaikan di hadapan civitas akademika Unhan RI
Program ini diharapkan menjadi bagian dari solusi kolaboratif antara sektor swasta dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di wilayah pedesaan dan terluar.
Program revitalisasi tahun ini menargetkan 10.440 satuan pendidikan, meliputi jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, SKB/PKBM, dan SLB di seluruh Indonesia.
SALAH satu program prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ialah Wajib Belajar 13 Tahun.
BARU tahun lalu resmi dihapus, sistem penjurusan di tingkat SMA kini disebutkan akan dihidupkan kembali oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
DI tengah derasnya arus globalisasi, peran guru menjadi semakin sentral dalam membangun fondasi pendidikan yang berkualitas.
Setiap hari, ia memberikan motivasi kepada siswa agar aktif belajar. Ia menguatkan siswa bahwa keterbatasan itu bukanlah alasan untuk membatasi diri untuk berkembang.
Bulan Bahasa dan Sastra (BBS) merupakan salah satu momentum untuk mewujudkan amanat ikrar Sumpah Pemuda, yakni menjadi kunci persatuan.
MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti merespons terkait dengan kasus guru SDN Baito, Konawe Selatan, Supriyani yang ditahan karena dianggap telah melakukan kekerasan pada siswa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved