Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Benarkah Orang yang Terinfeksi Mpox tidak Perlu Diobati? Begini Penjelasan Kemenkes 

Ihfa Firdausya
14/9/2024 11:30
Benarkah Orang yang Terinfeksi Mpox tidak Perlu Diobati? Begini Penjelasan Kemenkes 
Sosialisasi pencegahan Mpox di fasilitas kesehatan.(Antara Foto)

JURU Bicara (Jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Mohammad Syahril menegaskan pengobatan diberikan pada seseorang yang terinfeksi cacar monyet atau monkeypox (Mpox) untuk meredakan gejala.


Penjelasan tersebut sekaligus merespons isu mengenai  Mpox. Disebutkan di media sosial bahwa pasien yang terinfeksi virus Mpox tidak membutuhkan obat apapun karena tidak ada obat untuk virus tersebut. Narasi tersebut juga menganjurkan orang yang terkonfirmasi positif Mpox hanya perlu tidur dan memperbanyak konsumsi protein hewani.

Menurut Syahril, pengobatan tetap perlu dilakukan. Sebab, beberapa orang yang terkonfirmasi positif Mpox mungkin saja bergejala ringan. Sementara mereka yang berisiko tinggi seperti orang-orang dengan penyakit kekebalan tubuh dapat mengalami gejala lebih berat sehingga memerlukan perawatan di fasilitas kesehatan.

Baca juga : Kemenkes Tegaskan Pemerintah Belum Berlakukan Pembatasan Perjalanan Merespons Mpox

“Kalau seseorang konsumsi makannya baik, istirahat cukup, dan olahraga teratur, tentu penyakit bisa dicegah. Ini konsep sehat secara umum. Sedangkan, penyakit Mpox memang karena virus dan masa inkubasinya 21 hari,” jelas Syahril dalam keterangan resmi, Sabtu (14/9).

Jika melewati masa inkubasi, ruam atau lesi akan kering, mengelupas, dan menjadi kulit baru. Namun, kata Syahril, pada saat perjalanan inkubasinya, seseorang bisa mengalami demam tinggi, sakit kepala. “Inilah yang ditangani dengan menggunakan obat simptomatik,” jelasnya.

Obat simptomatik ialah jenis obat yang digunakan untuk meredakan gejala umum pada suatu penyakit. Pada penyakit Mpox, gejala meliputi demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, lemas, pembengkakan kelenjar getah bening (di leher, ketiak atau selangkangan), dan ruam atau lesi kulit.

Baca juga : Kemenkes Perketat Kedatangan di Ngurah Rai untuk Cegah Mpox Jelang Indonesia-Africa Forum

Ruam ini biasanya muncul dalam satu hingga tiga hari sejak demam. Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang dari bintik merah seperti cacar, kemudian lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, lalu mengeras atau keropeng, dan akhirnya mengelupas.

Selain obat simptomatik, pengobatan Mpox dapat melibatkan penggunaan antivirus. Berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox (Monkeypox) yang diterbitkan Kemenkes pada 2023, antivirus yang dikembangkan dan disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk penanganan Mpox, yaitu tecovirimat, cidofovir, dan brincidofovir.

Pemberian antivirus dilakukan setelah pasien berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan. Hal ini mempertimbangkan kondisi pasien dan gejala yang dialami.

“Kemudian, apa perlu obat yang lain? Itu tergantung gejala simptomatis yang dialami. Antivirus sudah tersedia. Kalau tidak ada, obat simptomatik dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan pasien, jangan sampai menurun (kondisinya),” terang Syahril.

Ia menegaskan seseorang yang terkena Mpox bukan tidak perlu mencari pengobatan.  “Kalau sakit kepala yang berat dan tidak kuat bisa membahayakan juga,” pungkasnya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya