Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PELAKU usaha ritel menyatakan penolakan terhadap wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek atau plain packaging produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey menanggapi masalah ini dengan mengkritisi penerapan zonasi larangan penjualan produk tembakau dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan dan wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Ia menilai sosialisasi terkait regulasi tersebut tidak memadai dan pelaksanaannya tidak dapat diimplementasikan, serta menciptakan potensi praktik pungli di lapangan.
“Pasal karet dalam PP ini akan menyulitkan pelaku usaha dan berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ungkapnya, Rabu (11/9).
Baca juga : KirimAja dan Aprindo Kolaborasi Perkuat Jaringan Logistik
Roy turut menyoroti dampak negatif dari peraturan tersebut terhadap pedagang kecil dan pekerja. Ia menganggap peraturan yang hanya fokus pada kesehatan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi dapat menghancurkan usaha kecil dan mengurangi omzet secara signifikan.
“Kami berharap ada keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam regulasi ini,” katanya.
Dia juga menyampaikan kekhawatiran hilangnya omzet pedagang kecil dan peritel yang nantinya dapat berimbas pada negara. Dengan begitu, tujuan pemerintah untuk menekan prevalensi perokok menjadi rancu dan salah sasaran. Imbasnya para pedagang dan peritel yang selama ini telah mematuhi aturan malah tertekan.
Baca juga : Aprindo minta Pemerintah Jangan Persulit Impor Bahan Baku dan Bahan Penolong Produksi
“Pemerintah perlu menyoroti dari sisi hulu ke hilirnya, lalu imbasnya seperti PHK dan kemiskinan yang makin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kondisi kesehatan ini semestinya tidak dikait-kaitkan dengan ekonomi,” tegas dia.
Roy mengatakan kombinasi kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dan penerapan zonasi larangan penjualan produk tembakau berpotensi meningkatkan konsumsi dari rokok ilegal yang semakin mengkhawatirkan. Sulitnya akses konsumen dewasa untuk membeli produk tembakau dan kurangnya informasi terhadap produk tembakau legal, dikhawatirkan memicu terjadinya shifting ke rokok ilegal.
Selama ini, Aprindo telah menyuarakan kekhawatiran pedagang ritel dengan bersurat ke kementerian terkait untuk meminta adanya pengkajian ulang. Namun dari banyaknya pasal karet dan perancangan yang banyak sekali lubangnya, asosiasi tidak pernah diajak diskusi dan sejumlah kementerian yang menyetujui dinilai tidak berkaitan langsung dengan nasib pedagang ritel nantinya.
“Kami berharap ada balancing antara ekonomi dan kesehatan, di mana peraturan ini semestinya menjadi ranah pemerintah untuk mempertimbangkan pelaksanaan teknisnya. Karena penting sekali untuk meninjau adanya pengawasan yang efektif dan mempertimbangkan nasib pedagang yang selama ini sudah taat di lapangan,” tutup dia. (Z-9)
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan regulasi.
PERIZINAN rokok dengan berbagai rasa seperti buah-buahan, melalui vape dan pods meningkatkan penjualan rokok bentuk lain dikalangan anak dan remaja.
Salah satu tantangan terbesar dalam kesehatan masyarakat saat ini adalah daya tarik produk tembakau, nikotin, dan turunannya seperti rokok dan vape, terutama bagi anak muda.
Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektronik/vape, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, tidak menjadi pintu masuk ke kebiasaan merokok.
APTI menuding Kemenkes justru lebih memilih mengakomodasi aspirasi LSM ketimbang mendengarkan masukan para pemangku kepentingan di sektor industri hasil tembakau (IHT).
Serikat pekerja rokok kembali menegaskan menolak upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendorong aturan untuk menghilangkan identitas merek.
Kemasan standar yang dimaksud tidak menghapus logo dan merek, melainkan hanya menyeragamkan elemen seperti warna, informasi kesehatan, dan kadar kandungan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana melanjutkan wacana standardisasi kemasan rokok untuk seluruh bungkus rokok yang beredar di pasaran.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih mengatakan saat ini tengah diupayakan dalam hal pengendalian rokok lewat standardisasi kemasan rokok.
Di tengah upaya jajaran Kemenkes untuk terus mendorong pembahasan Rancangan Permenkes, Merrijantij mengungkapkan, hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi oleh Kemenkes.
Indonesia berpotensi kehilangan Rp308 triliun dari kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang saat ini tengah dibahas di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan.
Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa merek sebagaimana dituangkan pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dinilai telah menyalahi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved