Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Indonesia berpotensi kehilangan Rp308 triliun dari kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang saat ini tengah dibahas di Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan. Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho, mengungkapkan itu bisa terjadi karena adanya ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi karena industri tersebut dibatasi pergerakannya.
Menurut Andry, rencana aturan tersebut juga akan meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat. Tanpa merek dan indetitas yang jelas, produk ilegal akan lebih mudah menyerupai produk legal di pasaran.
“Produsen rokok ilegal tidak perlu lagi repot memikirkan desain kemasan yang kompleks. Dengan aturan kemasan tanpa identitas merek, mereka bisa langsung memasukkan produknya ke pasar, dan pemerintah akan kesulitan dalam pengawasan serta identifikasi produk,” ungkapnya dalam diskusi media bertajuk Mengejar Pertumbuhan Ekonomi 8%: Tantangan Industri Tembakau di Bawah Kebijakan Baru, Rabu (6/11).
Selain itu, Andry mengungkapkan dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun atau sekitar 7% dari penerimaan pajak jika aturan itu disahkan, dan membuat target penerimaan negara sulit tercapai. Jika regulasi ini diterapkan, target penerimaan negara sebesar Rp218,7 triliun untuk tahun ini kemungkinan besar tidak akan tercapai.
Pasalnya, lanjut Andry, industri hasil tembakau merupakan salah satu penyumbang signifikan bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sebelum pandemi COVID-19, industri ini menyumbang hingga 6,9% terhadap PDB, namun angka ini terus menurun setiap tahunnya.
Lebih dari itu, Ia mengingatkan bahwa industri hasil tembakau adalah sektor yang besar dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data INDEF, sekitar 2,29 juta orang atau sekitar 1,6% dari total pekerja akan terdampak langsung oleh regulasi ini.
“Pada 2019, industri ini menyerap 32% dari total pekerja di sektor manufaktur. Namun, tekanan regulasi terus membuat para pekerja di sektor ini rentan terdampak,” jelasnya.
Ia juga menekankan perlunya diskusi lintas kementerian dalam menentukan kebijakan terkait industri hasil tembakau, mengingat dampaknya yang menyeluruh. Karena menurutnya, kebijakan ini bukan hanya urusan Kementerian Keuangan atau Kementerian Kesehatan saja, tapi juga Kementerian Perdagangan, hingga Kementerian Ketenagakerjaan yang seharusnya ikut dilibatkan.
Di samping itu, ketentuan zonasi larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dalam PP 28/2024 juga dinilai Andry akan memukul pelaku usaha ritel yang sebelumnya sudah beroperasi di area tersebut.
“Kebijakan zonasi ini perlu dipertimbangkan ulang untuk menjaga keseimbangan antara aturan kesehatan dan keberlangsungan usaha,” tegasnya. (Z-11)
Kemasan standar yang dimaksud tidak menghapus logo dan merek, melainkan hanya menyeragamkan elemen seperti warna, informasi kesehatan, dan kadar kandungan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana melanjutkan wacana standardisasi kemasan rokok untuk seluruh bungkus rokok yang beredar di pasaran.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes Benget Saragih mengatakan saat ini tengah diupayakan dalam hal pengendalian rokok lewat standardisasi kemasan rokok.
Di tengah upaya jajaran Kemenkes untuk terus mendorong pembahasan Rancangan Permenkes, Merrijantij mengungkapkan, hingga saat ini, Kemenperin belum dilibatkan secara resmi oleh Kemenkes.
Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa merek sebagaimana dituangkan pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan dinilai telah menyalahi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Dari sisi fiskal dan makroekonomi, Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional.
Penghargaan ini diselenggarakan oleh La Tofi School of Social Responsibility, dengan fokus pada pencapaian ESG perusahaan dalam kerangka SDGs PBB.
PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2025 kembali mencatatkan kontraksi. Berdasarkan data S&P Global, PMI Indonesia turun 0,5 poin menjadi 46,9, dibandingkan Mei 2025 yang berada di level 47,4.
Strategi keamanan siber yang tangguh dimulai dengan visibilitas yang lengkap, mengetahui apa yang perlu dilindungi dan ketika risiko terbesar berada.
Selama ini, industri tekstil dalam negeri telah menyepakati skema nontarif dengan memprioritaskan penyerapan produksi lokal, dan hanya mengimpor sesuai kebutuhan.
IHGMA mendorong profesionalisme para GM hotel dengan memperkuat literasi digital sebagai bagian dari strategi jangka panjang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved